PENGAMPUNAN YANG MEMBAWA SUKACITA
Mazmur 32:1-11
oleh: Wahyu A. Setiadi
KHOTBAH EKSPOSISI
Mazmur 32:1-11
Pengampunan yang Membawa Sukacita
I. Pendahuluan
Kebahagiaan
adalah sesuatu yang didambakan oleh semua orang dan tidak seorangpun yang dilahirkan tanpa menginginkan suatu
kebahagiaan. Namun kehidupan ini begitu kompleks dan seringkali membawa
seseorang kepada penderitaan. Akibatnya banyak orang yang akhirnya mengejar
kebahagiaan demi tuntutan kepuasan diri semata dengan mengabaikan akar sesungguhnya
penyebab penderitaan. Penyebab utama penderitaan salah satunya adalah karena
dosa, dan itu adalah konsekuensi dari kejatuhan Adam dan Hawa. Kebahagiaan
sejati tercapai ketika manusia memiliki relasi yang intim dengan Allah tetapi
penyebab rusaknya relasi manusia dengan Allah adalah karena dosa, dan inilah
sumber penyebab ketidakbahagiaan manusia.
Prinsip tersebut dapat ditemukan di seluruh
bagian Alkitab termasuk salah satunya adalah dalam kitab Mazmur. Menarik bahwa
Kitab Mazmur digolongkan sebagai kitab puisi. Dan sebagai kitab puisi, Kitab
Mazmur sendiri uniknya terdiri dari beberapa macam aspek jenis sastra,
diantaranya adalah: keluhan, pujian, ucapan syukur, dan ajaran. Di dalam Kitab
Mazmur ini sangat terlihat dengan jelas gambaran pergumulan dan interaksi
antara manusia dengan Allah. Sebagaimana Tremper Longman mengatakan bahwa Kitab
Mazmur merupakan semacam literatur kudus dalam Alkitab, yaitu tempat di mana
Tuhan bertemu umat-Nya dengan khusus, dan umat-Nya berhubungan dengan Dia
melalui pujian dan keluhan.[1]
II. Latar Belakang Teks
Prinsip mengenai suatu kebahagiaan hidup salah satunya dapat dijumpai di
dalam Mazmur 32. Mazmur 32 ini menunjukkan prinsip kebahagiaan melalui pengakuan
dosa yang akhirnya membawa kebahagiaan, yaitu sebagai akibat dosa yang telah
diampuni. Mazmur 32 ini juga adalah sebuah lagu
ucapan syukur individu dan bagian kedua dari ketujuh mazmur pertobatan gereja
(Mazmur 6, 38, 51, 102, 130, 143). Hal tersebut memberikan sebuah penekanan
untuk mengumumkan berkat yang telah diterima kepada orang lain dan sama bahwa itu
juga menunjukkan pujian atas kesetiaan Allah.[2]
Disamping itu Mazmur 32 ini merupakan bagian pertama dari 13 Mazmur “maskil”.
“Maskil” dimengerti sebagai sebuah Mazmur yang memberikan pengajaran. Mazmur
ini ditulis oleh Daud kemungkinan besar setelah berbuat dosa besar dengan
Bersyeba (2 Samuel 11-12), dan dihubungkan dengan Mazmur 51 yang kemungkinan
adalah doa pertama Daud untuk meminta pengampunan.[3]
Sementara itu H. Schmid berpandangan bahwa dalam Mazmur ini Pemazmur
betul-betul mengalami sakit. Namun Hans-Joachim Krauss menolaknya dan ia
mengatakan bahwa kita harus mengakui bahwa tidak ada permohonan atas suatu
kesembuhan yang diungkapkan dalam teks tersebut. Justru Pemazmur tahu bahwa
kesedihan yang dialaminya adalah akibat penderitaan dosa yang tidak diakui, dan
kemudian ia diselamatkan ketika ia mengakuinya dihadapan Allah. Jadi, yang
menentukan tema dari Mazmur 32 ini bukan sakit dan penyembuhan melainkan rasa
bersalah dan pengampunan.[4]
III.
Unsur – Unsur Sastra
1.
Pengulangan Kata
Dosa “chataah” 3x (ay. 1, 5)
Pelanggaran “pesha” 2x (ay. 1,5)
Kesalahan “avon” 3x (ay. 2,5)
Diampuni/mengampuni “nasa” 2x (ay. 1,5)
Mengelilingi/dikelilingi “sabab” 2x (ay. 7,10)
2.
Pepatah
a. tulang-tulangku menjadi lesu (ay. 3)
b. sumsumku menjadi kering, seperti oleh
teriknya musim panas (ay. 4)
c. Janganlah seperti kuda atau bagal yang
tidak berakal (ay. 9)
3.
Kontras
a. Orang fasik (ay.10)
>< orang benar (ay.11), orang saleh (ay. 6), orang percaya pada Tuhan
(ay. 10).
b. jujur (ay. 11)
>< penipu (ay. 2).
Istilah- istilah khusus
a. Berbahagialah “esher”
(ay. 1, 2)
b. Kasih setia “khesed”
(ay. 10)
III. Struktur Teks
Struktur yang digunakan penulis adalah mengutip struktur yang dirumuskan
oleh Stephanus D. Snyman, yang membagi Mazmur 32 menjadi susunan berikut[5]:
Ayat 1-2 Dua
ucapan berkat A
Ayat 3-4 Efek
dari dosa yang disembunyikan B1
Ayat 5 Pengakuan dosa B2
Ayat 6-7 Efek
dari mengakui dosa B3
Ayat 8-10 Nasihat
hikmat C
Ayat 11 Panggilan
untuk memuji Tuhan D
IV. Eksposisi
Kehidupan yang tidak bahagia itu disebabkan oleh berbagai hal, namun
diatas segala hal yang ada, dosa adalah penyebab utama yang membuat kehidupan
seseorang tidak mengalami kebahagiaan sejati. Melalui pergumulan Pemazmur yang
dituliskannya dalam Mazmur 32 ini, penulis belajar beberapa hal penting
mengenai kebahagiaan karena berkat pengampunan.
I. Berkat Pengampunan Allah adalah Sukacita
Sejati (ay. 1-2).
Dari Daud. Nyanyian pengajaran. Berbahagialah orang yang
diampuni pelanggarannya, yang dosanya.
ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak
diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! (Maz. 32:1-2 LAI)
a. Hasil pengampunan
Allah (ay. 1, 2a)
Berkat pengampunan Allah yang diterima oleh orang-orang yang
berdosa adalah kebahagiaan. Kata “kebahagiaan” yang dimaksudkan oleh Pemazmur
sepertinya merujuk pada Mazmur 1, namun bedanya adalah kebahagiaan yang ada
dalam Mazmur 1 itu kebahagiaan karena hidup dalam jalan Allah, sedangkan dalam
Mazmur 32 untuk orang yang berjalan menyimpang dari jalan Allah, berbuat dosa,
namun yang bertobat dan mendapatkan pemulihan.[6] Daud
mengumumkan kepada orang-orang yang telah berurusan terhadap “dosa,
pelanggaran, dan kesalahan mereka bahwa tidak ada kebahagiaan yang lebih besar
daripada mengalami kuasa penyucian Allah. Kata benda “pelanggaran” (”פֶּשַׁע”- pesha) berarti pemberontakan terhadap
otoritas Ilahi, sehingga menimbulkan suatu perasaan bersalah dan perasaan takut
akan penghukuman. Sementara itu ketika Allah “mengampuni” (“נָשָׂא“ – nasa) berarti secara harafiah Allah
mengampuni pelanggaran kita dengan mengangkatnya atau membawanya pergi.[7] Jadi
ketika kita diampuni oleh Allah, Ia mengangkat beban rasa bersalah kita
sehingga kita dapat merasakan kelegaan dan kebahagiaan yang menimbulkan
sukacita sejati. Menarik juga dikatakan bahwa Allah menutupi dosa seorang
berdosa (ay. 1), dan ini dikaitkan dengan hari Raya Pendamaian. Pada hari
Penebusan, Imam mengambil darah dari hewan yang dikorbankan dan membawanya ke
tempat Mahakudus dan menaburkan darah itu ke tutup pendamaian dari Tabut
perjanjian. Hal ini dilakukan untuk menutupi hukum yang rusak, dimana kehadiran
Allah diantara ke dua kerub, sebagai lambang bahwa Allah melindungi orang berdosa
dari hukuman-Nya.[8]
Ini adalah gambaran bahwa Kristus sendiri datang ke dalam dunia untuk mati
menebus manusia dari dosa, melalui darah-Nya sendiri dosa kita ditutupi dan
diampuni. Kematian Kristus di atas kayu salib adalah dasar pengampunan Allah
bagi manusia berdosa. Dan manusia dapat diampuni Allah jika ia di dalam
Kristus, atau hanya melalui iman kepada Kristus. Oleh karena itulah Kristus
yang disalib membawa kabar sukacita bagi orang-orang berdosa, yaitu suatu
kesempatan untuk berdamai dengan Allah dan memulihkan relasinya dengan Allah
yang telah rusak akibat dosa. Jadi kematian Kristus menebus dosa, pelanggaran,
dan membebaskan kesalahan kita.
Kemudian Daud mengatakan “berbahagialah
manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN” (ay. 2). Menarik bahwa
kata kerja “(Imputed - NASB)” merujuk kepada suatu fakta bahwa manusia bukan
dibenarkan oleh perbuatannya. Manusia dibenarkan ketika ia percaya kepada
Kristus dan memperoleh pengampunan dosa. Ketika kita bertobat dan percaya
kepada Kristus, Allah tidak lagi memandang kita sebagai orang yang menentang
atau jahat, melainkan sebagai orang-orang yang dibenarkan sebab Allah memandang
Kristus dan kebenaran Kristus itu diberikan kepada kita. Maka, kesalahan kita
sudah tidak lagi diperhitungkan sebagai sesuatu yang harus kita lunasi kepada
Allah, oleh karena Kristus telah menanggung hukuman dosa-dosa kita. Itulah
dasar bahwa kita dapat menghadap hadirat Allah, bersekutu dengan Allah, bahkan
diangkat sebagai anak-anak Allah, oleh karena kita mendapat berkat pengampunan
dan inilah kebahagian sejati manusia, dimana manusia dapat berelasi dengan
Penciptanya melalui Kristus.
b.
Sikap hati manusia (2b)
Daud mengatakan “berbahagialah yang
tidak berjiwa penipu” (ay. 2b). Sebuah pengampunan yang nyata dan mendalam akan
menghancurkan dan mengubah hati kita. Ini memaksa kita sendiri untuk bersikap
jujur atas penyimpangan yang kita lakukan. Kita tidak dapat menyembunyikan
ketika kita berhadapan dengan dosa kita, yaitu semua perasaan malu, penipuan,
dan kehidupan yang munafik akan terbuka. Semua kesedihan atas dosa dan anugerah
Allah akan membuat kita jujur. Ketika Tuhan menangkap dan mengampuni kita, Ia
juga akan membebaskan kita dari kepura-puraan.[9] Hidup
dengan memakai topeng adalah hidup yang tidak ada sukacita, dimana dirinya
terus-menerus berusaha untuk tampil berbeda dari apa yang sedang dialaminya.
Seluruh energi terkadang terkuras untuk menutupi dosa yang dilakukan. Parahnya
adalah jika diri seseorang sudah membuat suatu “defense mechanism” terhadap suatu dosa yang ada dalam dirinya,
sehingga apa yang kelihatan dari luar adalah penampilan semu belaka. Pertentangan
di dalam jiwa manusia ini akan membuat hidupnya tidak tenang, tetapi ketika
pengampunan Allah diberikan, ia akan dipulihkan, hatinya akan diperbaharui, dan
ia akan hidup dengan ketulusan. Jadi hindari hidup dalam kepura-puraan,
melainkan menyediakan diri kita untuk hidup jujur baik dihadapan Allah, sesama, dan diri sendiri.
II. Cara Memperoleh Berkat Sukacita dari Pengampunan
Allah (ay. 3-7)
3 Selama aku berdiam diri,
tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari;
4 sebab
siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering,
seperti oleh teriknya musim panas. Sela
5
Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku
berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,"
dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Sela
6 Sebab
itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu, selagi Engkau dapat ditemui;
sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya.
7
Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau
mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak. Sela
(Maz. 32:3-7 LAI)
a.
Mengakui Dosa Dihadapan Allah (ay. 5)
Satu-satunya
jalan untuk mendapatkan berkat sukacita dari pengampunan Allah adalah tidak
lain dengan mengakui setiap dosa yang telah diperbuat dan menerima pengampunan
yang diberikan Allah. Daud menyadari bahwa dirinya tidak sanggup untuk menerima
beban yang dianggapnya adalah tekanan dari Allah. Ia mulai mau untuk membuka
dirinya, menyingkapkan segala kesalahannya, dan mencurahkan segala perasaan
bersalahnya. Daud mengatakan “Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah
kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN
pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku.
(ay. 5). Pelanggaran-pelanggaran yang telah
memutuskan hubungannya dengan Tuhan tersebut diberitahukannya kepada Tuhan dan
itu “melawan dirinya”. Tidak mudah bagi manusia untuk beralih dari sikap tidak
jujur dan tidak terbuka kepada kejujuran dan keterbukaan, oleh karena ia harus
berani melawan dan menuduh dirinya sendiri.[10] Dalam
ayat ini juga rupanya Daud sedang mencoba menjelaskan bagaimana Tuhan
mengampuni dosanya setelah ia mengaku dan Tuhan dengan segera mengampuninya dan
tidak membesar-besarkannya lagi. Ini adalah mazmur kesaksian Daud dan ayat 5
ini adalah inti dari kesaksiannya. Oleh karena itu ayat 5 ini ayat yang
terpanjang dari perikop ini, sehingga menunjukkan bahwa itulah yang ingin
ditekankan, yaitu seseorang harus mengaku dosa dihadapan Allah dengan jujur
agar mendapat berkat pengampunan Allah yang membawa sukacita. Dengan demikian
pengalaman ini seharusnya juga menjadi pengalaman kita, yaitu menerima
pengampunan dari Allah melalui Kristus.[11]
Kristus memang telah memberikan pengampunan atas setiap dosa-dosa kita dengan
lunas dan bukan hanya untuk sekarang tetapi juga kemudian. Namun bukan berarti
kita tidak perlu meminta pengampunan lagi, oleh karena kita masih tinggal dalam
dunia dan daging, dimana kemungkinan untuk jatuh dalam dosa tetap ada. Meskipun
demikian, Kristus sekarang menjadi pengantara kita dengan Allah, sehingga
sewaktu-waktu kita dapat datang meminta pengampunan kepada Allah. Sebagaimana
ketika kita datang kepada-Nya, Ia setia mengampuni dosa kita (1 Yoh. 1:9).
1 . Akibat Tidak Mau Mengakui Dosa (ay. 3-4)
Daud telah mengalami bagaimana rasanya
menyembunyikan dosa, dan hal tersebut menggangu kehidupannya, dan bukan hanya
sekedar menggangu tetapi juga sampai membuatnya tertekan. Daud berkata “Selama aku
berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu…” (ay. 3a). Berdiam diri
oleh karena Pemazmur malu mengaku dosa-dosanya, dan tulang-tulangnya lesu
dimaksudkan bahwa kekuatannya merosot dan hampir tidak ada kegairahan lagi
untuk hidup, hari-harinya hanya dilalui dengan keluh kesah.[12]
Semuanya itu dilihat Pemazmur sebagai hukuman dari Tuhan “sebab tangan-Mu
menekan aku dengan berat…” (ay. 4a). Daud mengalami gejolak jiwa, jiwanya
diliputi dengan kekuatiran dan panas terbakar oleh murka Allah. Suara hati
nuraninya yang buruk membuat pikirannya tidak tenang, ia tidak bisa menangis
keras oleh karena ia terus tersiksa dengan rasa takut dimana ia melihat tangan
Tuhan menekannya dengan berat, dan dimana ia lebih suka melarikan diri.
Kedahsyatan dalam jiwanya menyebabkan “lidah mengering” dan depresi yang
melumpuhkannya serta merampas vitalitas dan kekuatan membuat keputusan,
sehingga kepercayaan dirinya melenyap. Ini adalah efek dari pertempuran batin
dari orang yang menolak untuk mengakui pertempuran dosanya melawan Allah, oleh
karena keyakinan diri yang mendorongnya untuk menggambarkan bahwa dia tidak bertanggungjawab
atas tindakan yang dilakukan terhadap siapapun.[13] Jadi
seseorang yang tidak mau mengakui dosa akan terus menerus gelisah dan tidak
tenang dalam hidupnya, bagaikan menggengam duri dalam sekam, yang pada akhirnya
membuat hidup mudah sekali untuk depresi.
2. Akibat Mengakui Dosa (ay. 6-7).
Setelah Daud menyaksikan pengalamannya, dan menunjukkan
berkat pengampunan maka ia melibatkan setiap orang saleh untuk berdoa kepada
Tuhan. Ini adalah sebuah doa pertobatan. Dan fakta Alkitab adalah setiap orang
benar tahu bahwa mereka orang-orang berdosa, dan kemudian ketika berpaling
kepada Tuhan mereka menjadi saleh di dalam persatuan dengan-Nya.[14]
Kalimat “selagi Engkau dapat ditemui..”(ay. 6b) itu berisi janji dan
peringatan. Janjinya adalah saat ini Allah masih memberi kesempatan orang-orang
bertobat melalui anak-Nya. Sedangkan peringatannya adalah saat ini akan berlalu
dan pintu akan tertutup bagi mereka. Doa pertobatan seperti ini akan membawa
mereka kepada suatu jaminan akan perlindungan Tuhan dari suatu malapetaka,
sehingga ketika banjir besar terjadi maka kita tidak akan terbawa arus, sebab
Allah menjaga kita dengan aman.[15]
Allah akan menjadi suatu tempat persembunyian yang aman disaat ada masalah dan
pencobaan hidup datang. Ia akan menolong orang-orang yang mempercayakan diri
kepada-Nya, tetapi akan membiarkan orang-orang fasik. Ini adalah kasih karunia
yang Allah berikan pada orang-orang yang takut akan Dia, dan berkat terbesar adalah berkat penyertaan.
Oleh karena itu, mau mengaku dosa adalah suatu jalan pembuka untuk menikmati
penyertaan Allah di dalam hidup kita.
III. Hikmat TUHAN dan Respon Manusia (ay. 8-11)
8 Aku hendak mengajar dan menunjukkan
kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku
tertuju kepadamu.
9
Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus
dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati
engkau.
10
Banyak kesakitan diderita orang fasik, tetapi orang percaya kepada TUHAN
dikelilingi-Nya dengan kasih setia.
11
Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar;
bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!
(Maz. 32:8-11 LAI)
a. Hikmat Tuhan (ay.
8,9)
8 Aku hendak mengajar dan menunjukkan
kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku
tertuju kepadamu. 9 Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak
berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang,
kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau. (Maz. 32:8-9 ITB)
Kedua ayat ini merupakan kutipan pengajaran dan peringatan
yang diberikan Tuhan kepada pemazmur ketika diampuni dosa-dosanya. Kata-kata
ini sekarang dikutip sebagai peringatan dan pengajaran bagi jemaah yang hadir.
Arti dari kata-kata peringatan ini adalah hendaknya orang-orang saleh bersikap
bijak dengan tidak bersikeras dan bertegar hati kepada Tuhan dan baru
mendekatiNya sesudah mendapat peringatan atau hukuman. [16] Kata-kata
( “instruct,”
“teach,” “counsel,” and “watch over” – NASB) adalah janji Tuhan kepada
orang-orang yang telah dipulihkannya, dimana Ia akan membimbing orang-orang
yang takut akan Dia. Frase “with My eye upon you – NASB” menunjukkan
bahwa Tuhan akan terus mengawasi kita. Tuhan akan menunjukkan kepada kita jalan
untuk kita tempuh, sehingga kita tidak menjadi tersesat. [17]
Tuhan selalu memperhatikan manusia, dan Ia akan memberikan peringatan khususnya
jikalau orang-orang yang takut akan Dia itu sendiri tidak mau hidup di dalam
jalan-Nya. Hikmat Tuhan itu selalu bertujuan untuk mengarahkan seseorang hidup
sesuai kehendak-Nya. Frase “seperti kuda atau bagal yang tidak berakal…” (ay. 9a), ini sebuah
intruksi bukan hanya untuk orang-orang yang saleh, tetapi juga untuk semua
orang. Ini juga untuk orang-orang Israel yang degil dan suka berkeras hati
dimana mereka biasanya tidak mau mendengarkan suara Tuhan sampai mereka
terjebak dalam hukuman yang diberikan Tuhan dan barulah mereka bertobat. [18] Kuda atau bagal
tidak memiliki sebuah pengertian sehingga harus menggunakan kekang. Allah tidak
ingin memperlakukan manusia seperti itu, Allah ingin manusia dengan sukarela
dengan kehendaknya menaati Dia, bukan dengan paksaan. Orang percaya hendaknya
memperhatikan firman Tuhan yang menuntunnya ke dalam terang sehingga ia tidak
tersesat, melembutkan hatinya untuk mau dididik dan dikoreksi atas motivasi
maupun tindakan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, dengan mengijinkan Roh
Kudus bekerja untuk menolongnya hidup benar. Seringkali orang percaya memang
tidak mau mendengarkan firman Tuhan, karena cenderung menuruti keinginan
pribadi, sehingga fokusnya bukanlah kepada “God-centered” melainkan
“Self-centered”. Namun demikian Tuhan akan selalu mendidik dengan cara-Nya
untuk memanggil orang percaya yang telah menyimpang sehingga bertobat dan
kembali dalam jalan yang benar.
b. Respon manusia (ay.
10-11)
10 Banyak kesakitan diderita orang
fasik, tetapi orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia. 11
Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar;
bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur! (Maz. 32:10-11)
Ayat 10 dapat dikatakan
sebagai suatu kesimpulan dari seluruh pengalaman pemazmur. Hendaknya jemaat
yang hadir ingat bahwa banyak penderitaan dialami oleh orang fasik atau orang yang
tidak percaya kepada kasih setia Tuhan. Sebaliknya bagi orang percaya dia akan
dikelilingi dengan kasih setia Tuhan.[19]
Tuhan tidak akan meninggalkan orang-orang yang selalu berharap kepada-Nya. Ia
melindungi orang-orang yang mau jujur dan memberikan sejahtera dalam hati
mereka. Perlindungan Tuhan itu nyata kepada orang-orang yang takut akan Dia,
sehingga ia terluput dari segala malapetaka. Orang fasik akan dibiarkan
oleh-Nya tertimpa bencana, oleh karena itu banyak hal yang akan membuat
hidupnya menderita. Maka kemudian Daud mengajak jemaah, orang-orang benar dan
orang-orang jujur untuk memuji Tuhan atas kasih setia-Nya yang besar. Menarik
ketika Daud mengontraskan orang yang berjiwa penipu dengan orang yang jujur,
dimana keadaan hidupnya jauh berbeda, yang berjiwa penipu akan terus menerus
menderita, sedangkan yang jujur hidup dalam sukacita. Ini adalah suatu respon
dimana orang tersebut menerima pengampunan Allah dan oleh karenanya timbul
suatu ketulusan dalam hatinya untuk memuji Allah. Calvin mengatakan ada 3
istilah untuk menunjukkan suatu kegembiraan dan ekspresinya: Kata kerja yang
pertama “Bersukacitalah” (שִׂמְחוּ,
śimḥû) menunjukkan
sukacita yang melibatkan seluruh hati dan jiwa, sebuah sukacita yang mendalam.
Kata kerja yang kedua “bersorak-soraklah” (גִילוּ, gîlû) menggambarkan sukacita yang
diberikan ekspresi antusias. Kata kerja yang ketiga “bersorak-sorailah” (רָנַן,
rānan) sebuah panggilan
untuk memuji Allah dengan bernyanyi atau berteriak. Adalah suatu fakta bahwa
orang-orang yang hidup dalam sukacita ini mampu menemukan alasan mengapa mereka
berlimpah sukacita di dalam Tuhan.[20]
Sukacita yang dialami adalah sukacita karena berkat pengampunan Allah.
V. Kesimpulan
Pengalaman Pemazmur menerima berkat dari pengampunan Allah adalah suatu
realita yang juga dapat dialami oleh setiap orang percaya. Pengalaman Daud
adalah suatu pengalaman yang tentunya pernah dialami oleh semua orang percaya,
yaitu jatuh dalam dosa dan menyembunyikannya. Meskipun karena akibat dosa Daud
hidup dalam kesengsaraan, namun akhirnya Dia menyadari bahwa dirinya berdosa
dan butuh pengampunan Allah. Hal-hal yang dapat dipelajari dalam perikop ini
adalah:
Homiletik Poin
1. Kita butuh pengampunan Allah untuk memperoleh sukacita
sejati.
2. Kita harus mengaku dosa untuk syarat menerima pengampunan
dari Allah.
3. Kita perlu meresponi anugerah Tuhan.
a. Memperhatikan hikmat Tuhan.
b. Memberikan pujian kepada Tuhan dan bersukacita di dalam
Dia.
DAFTAR PUSTAKA
Barth, M.C. dan Pareira, B.A. Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-41. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1993.
Boice, James M.
Psalm: An Expositional Commentary
Psalm 1-41. Libronix Digital Library
System ver. 3.0. Baker Books, Grand Rapids, MI (diakses 27 November 2013).
Cifford, Richard J.
Abingdon Old Testament Commentary
Psalm 1-72. Eighth Avenue South, Nashville: Abingdon Press, 2002.
Exell.
Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers, n.d.
Krauss, Hans-Joachim.
Psalm 1-59: a Continental
Commentary. Diterjemahkan oleh Hilton C. Oswald. Minneapolis, MN: Augsburg
Publishing House, 1988.
Longman III,
Tremper. Bagaimana Menganalisa Kitab Mazmur. Diterjemahkan oleh Cornelius
Kuswanto. Malang: Literatur SAAT, 2012.
Rawlinson,
G. The
Pulpit Commentary: The Psalms. Diedit oleh H.D.M Spence dan Joseph S.
Smith, James E.
Old Testament Survey Series: The
Wisdom Literatur And Psalm. Libronix Digital Library System ver. 3.0.
College Press Pub. Co., Joplin, Mo (diakses 26 November 2012).
Snyman, Stephanus D. Psalm 32: Structure, Genre, Intent and Liturgical Use in Psalm and
Liturgy. Diedit oleh Dirk J. Human dan
Cas J.A. Vos. New York: T&T Clark International, 2004.
Tesh, S. Edward dan Zorn, Walter D. The
College Press NIV Commentary: Psalm Vol.1. Digital Library System ver. 3.0. College Press, Joplin, Missouri
(diakses 28 November 2013).
Weiser,
Artur. The Psalms: A Commentary. Diterjemahkan
oleh Herbert Hartwell. Philadelphia: Westminster Press, 1962.
Williams,
Donald. The Preacher’s Commentary Psalms
1-72, Digital Library System ver. 3.0. Thomas Nelson, Inc., Nashville,
Tennesse (diakses 27 November 2013).
[1]
Tremper Longman III, Bagaimana
Menganalisa Kitab Mazmur, terj. Cornelius Kuswanto (Malang: Literatur SAAT,
2012), 8.
[2]
Richard J. Cifford, Abingdon Old
Testament Commentary Psalm 1-72 (Eighth Avenue South, Nashville: Abingdon
Press, 2002), 164.
[3]
James E. Smith, Old Testament Survey
Series: The Wisdom Literatur And Psalm, Libronix Digital Library System
ver. 3.0, College Press Pub. Co., Joplin, Mo (diakses 26 November 2012).
[4]
Hans-Joachim Krauss, Psalm 1-59: a
Continental Commentary, terj. Hilton C. Oswald (Minneapolis, MN: Augsburg
Publishing House, 1988), 368.
[5]
Stephanus D. Snyman, Psalm 32: Structure,
Genre, Intent and Liturgical Use in Psalm and Liturgy, ed. Dirk J. Human
and Cas J.A. Vos (New York: T&T Clark International, 2004), 162.
[6] James
M. Boice, Psalm: An Expositional
Commentary Psalm 1-41, Libronix
Digital Library System ver. 3.0, Baker Books, Grand Rapids, MI (diakses 27
November 2013).
[7]
Donald Williams, The Preacher’s
Commentary Psalms 1-72, Digital Library System ver. 3.0, Thomas Nelson,
Inc., Nashville, Tennesse (diakses 27 November 2013).
[8]
James M. Boice, Psalm: An Expositional
Commentary
[9] Donald
Williams, The Preacher’s Commentary
Psalms 1-72
[10]
M.C. Barth dan B.A. Pareira, Tafsiran
Alkitab Kitab Mazmur 1-41 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 231.
[11]
James M. Boice, Psalm: An Expositional
Commentary.
[12]
M.C. Barth dan B.A. Pareira, Tafsiran
Alkitab Kitab Mazmur, 230.
[13]
Artur Weiser, The Psalms: A Commentary, terj. Herbert Hartwell (Philadelphia:
Westminster Press, 1962), 284.
[14]
Donald Williams, The Preacher’s
Commentary Psalms 1-72
[15]
Ibid.,
[16]
M.C. Barth dan B.A. Pareira, Tafsiran
Alkitab Kitab Mazmur,232.
[17]
James M. Boice, Psalm: An Expositional
Commentary
[18]
G. Rawlinson, The Pulpit Commentary: The
Psalms, ed. H.D.M Spence dan Joseph S. Exell (Peabody, Massachusetts:
Hendrickson Publishers, n.d), 237.
[19]
M.C. Barth dan B.A. Pareira, Tafsiran
Alkitab Kitab Mazmur, 232.
[20]
S. Edward Tesh dan Walter D. Zorn, The
College Press NIV Commentary: Psalm Vol.1, Digital Library System ver. 3.0, College Press, Joplin, Missouri
(diakses 28 November 2013).