Sabtu, 26 Desember 2015

Kotbah Eksposisi: Pengampunan yang membawa sukacita

Kotbah Eksposisi
PENGAMPUNAN YANG MEMBAWA SUKACITA
Mazmur 32:1-11
oleh: Wahyu A. Setiadi




KHOTBAH EKSPOSISI

Mazmur 32:1-11

Pengampunan yang Membawa Sukacita


I. Pendahuluan
           
            Kebahagiaan adalah sesuatu yang didambakan oleh semua orang dan tidak seorangpun  yang dilahirkan tanpa menginginkan suatu kebahagiaan. Namun kehidupan ini begitu kompleks dan seringkali membawa seseorang kepada penderitaan. Akibatnya banyak orang yang akhirnya mengejar kebahagiaan demi tuntutan kepuasan diri semata dengan mengabaikan akar sesungguhnya penyebab penderitaan. Penyebab utama penderitaan salah satunya adalah karena dosa, dan itu adalah konsekuensi dari kejatuhan Adam dan Hawa. Kebahagiaan sejati tercapai ketika manusia memiliki relasi yang intim dengan Allah tetapi penyebab rusaknya relasi manusia dengan Allah adalah karena dosa, dan inilah sumber penyebab ketidakbahagiaan manusia.
Prinsip tersebut dapat ditemukan di seluruh bagian Alkitab termasuk salah satunya adalah dalam kitab Mazmur. Menarik bahwa Kitab Mazmur digolongkan sebagai kitab puisi. Dan sebagai kitab puisi, Kitab Mazmur sendiri uniknya terdiri dari beberapa macam aspek jenis sastra, diantaranya adalah: keluhan, pujian, ucapan syukur, dan ajaran. Di dalam Kitab Mazmur ini sangat terlihat dengan jelas gambaran pergumulan dan interaksi antara manusia dengan Allah. Sebagaimana Tremper Longman mengatakan bahwa Kitab Mazmur merupakan semacam literatur kudus dalam Alkitab, yaitu tempat di mana Tuhan bertemu umat-Nya dengan khusus, dan umat-Nya berhubungan dengan Dia melalui pujian dan keluhan.[1]

II. Latar Belakang Teks

            Prinsip mengenai suatu kebahagiaan hidup salah satunya dapat dijumpai di dalam Mazmur 32. Mazmur 32 ini menunjukkan prinsip kebahagiaan melalui pengakuan dosa yang akhirnya membawa kebahagiaan, yaitu sebagai akibat dosa yang telah diampuni. Mazmur 32 ini juga adalah sebuah lagu ucapan syukur individu dan bagian kedua dari ketujuh mazmur pertobatan gereja (Mazmur 6, 38, 51, 102, 130, 143). Hal tersebut memberikan sebuah penekanan untuk mengumumkan berkat yang telah diterima kepada orang lain dan sama bahwa itu juga menunjukkan pujian atas kesetiaan Allah.[2] Disamping itu Mazmur 32 ini merupakan bagian pertama dari 13 Mazmur “maskil”. “Maskil” dimengerti sebagai sebuah Mazmur yang memberikan pengajaran. Mazmur ini ditulis oleh Daud kemungkinan besar setelah berbuat dosa besar dengan Bersyeba (2 Samuel 11-12), dan dihubungkan dengan Mazmur 51 yang kemungkinan adalah doa pertama Daud untuk meminta pengampunan.[3] Sementara itu H. Schmid berpandangan bahwa dalam Mazmur ini Pemazmur betul-betul mengalami sakit. Namun  Hans-Joachim Krauss menolaknya dan ia mengatakan bahwa kita harus mengakui bahwa tidak ada permohonan atas suatu kesembuhan yang diungkapkan dalam teks tersebut. Justru Pemazmur tahu bahwa kesedihan yang dialaminya adalah akibat penderitaan dosa yang tidak diakui, dan kemudian ia diselamatkan ketika ia mengakuinya dihadapan Allah. Jadi, yang menentukan tema dari Mazmur 32 ini bukan sakit dan penyembuhan melainkan rasa bersalah dan pengampunan.[4]

III. Unsur – Unsur Sastra

1. Pengulangan Kata
Dosa “chataah” 3x (ay. 1, 5)
Pelanggaran “pesha” 2x (ay. 1,5)
Kesalahan “avon” 3x (ay. 2,5)
Diampuni/mengampuni “nasa” 2x (ay. 1,5)
Mengelilingi/dikelilingi “sabab” 2x (ay. 7,10)

2. Pepatah
a. tulang-tulangku menjadi lesu (ay. 3)
b. sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas (ay. 4)
c. Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal (ay. 9)

3. Kontras
a. Orang fasik (ay.10) >< orang benar (ay.11), orang saleh (ay. 6), orang percaya pada Tuhan (ay. 10).
b. jujur (ay. 11) >< penipu (ay. 2).


Istilah- istilah khusus
a. Berbahagialah “esher” (ay. 1, 2)
b. Kasih setia “khesed” (ay. 10)

III. Struktur Teks

            Struktur yang digunakan penulis adalah mengutip struktur yang dirumuskan oleh Stephanus D. Snyman, yang membagi Mazmur 32 menjadi susunan berikut[5]:

Ayat 1-2          Dua ucapan berkat                              A
Ayat 3-4          Efek dari dosa yang disembunyikan   B1
Ayat 5             Pengakuan dosa                                  B2
Ayat 6-7          Efek dari mengakui dosa                    B3
Ayat 8-10        Nasihat hikmat                                    C
Ayat 11           Panggilan untuk memuji Tuhan          D
           
IV. Eksposisi

            Kehidupan yang tidak bahagia itu disebabkan oleh berbagai hal, namun diatas segala hal yang ada, dosa adalah penyebab utama yang membuat kehidupan seseorang tidak mengalami kebahagiaan sejati. Melalui pergumulan Pemazmur yang dituliskannya dalam Mazmur 32 ini, penulis belajar beberapa hal penting mengenai kebahagiaan karena berkat pengampunan.

            I. Berkat Pengampunan Allah adalah Sukacita Sejati  (ay. 1-2).
Dari Daud. Nyanyian pengajaran. Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya.
ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! (Maz. 32:1-2 LAI)

a. Hasil pengampunan Allah (ay. 1, 2a)
Berkat pengampunan Allah yang diterima oleh orang-orang yang berdosa adalah kebahagiaan. Kata “kebahagiaan” yang dimaksudkan oleh Pemazmur sepertinya merujuk pada Mazmur 1, namun bedanya adalah kebahagiaan yang ada dalam Mazmur 1 itu kebahagiaan karena hidup dalam jalan Allah, sedangkan dalam Mazmur 32 untuk orang yang berjalan menyimpang dari jalan Allah, berbuat dosa, namun yang bertobat dan mendapatkan pemulihan.[6] Daud mengumumkan kepada orang-orang yang telah berurusan terhadap “dosa, pelanggaran, dan kesalahan mereka bahwa tidak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada mengalami kuasa penyucian Allah. Kata benda “pelanggaran” (”פֶּשַׁע”- pesha) berarti pemberontakan terhadap otoritas Ilahi, sehingga menimbulkan suatu perasaan bersalah dan perasaan takut akan penghukuman. Sementara itu ketika Allah “mengampuni” (“נָשָׂא“ – nasa) berarti secara harafiah Allah mengampuni pelanggaran kita dengan mengangkatnya atau membawanya pergi.[7] Jadi ketika kita diampuni oleh Allah, Ia mengangkat beban rasa bersalah kita sehingga kita dapat merasakan kelegaan dan kebahagiaan yang menimbulkan sukacita sejati. Menarik juga dikatakan bahwa Allah menutupi dosa seorang berdosa (ay. 1), dan ini dikaitkan dengan hari Raya Pendamaian. Pada hari Penebusan, Imam mengambil darah dari hewan yang dikorbankan dan membawanya ke tempat Mahakudus dan menaburkan darah itu ke tutup pendamaian dari Tabut perjanjian. Hal ini dilakukan untuk menutupi hukum yang rusak, dimana kehadiran Allah diantara ke dua kerub, sebagai lambang bahwa Allah melindungi orang berdosa dari hukuman-Nya.[8] Ini adalah gambaran bahwa Kristus sendiri datang ke dalam dunia untuk mati menebus manusia dari dosa, melalui darah-Nya sendiri dosa kita ditutupi dan diampuni. Kematian Kristus di atas kayu salib adalah dasar pengampunan Allah bagi manusia berdosa. Dan manusia dapat diampuni Allah jika ia di dalam Kristus, atau hanya melalui iman kepada Kristus. Oleh karena itulah Kristus yang disalib membawa kabar sukacita bagi orang-orang berdosa, yaitu suatu kesempatan untuk berdamai dengan Allah dan memulihkan relasinya dengan Allah yang telah rusak akibat dosa. Jadi kematian Kristus menebus dosa, pelanggaran, dan membebaskan kesalahan kita.
Kemudian Daud mengatakan “berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN” (ay. 2). Menarik bahwa kata kerja “(Imputed - NASB)” merujuk kepada suatu fakta bahwa manusia bukan dibenarkan oleh perbuatannya. Manusia dibenarkan ketika ia percaya kepada Kristus dan memperoleh pengampunan dosa. Ketika kita bertobat dan percaya kepada Kristus, Allah tidak lagi memandang kita sebagai orang yang menentang atau jahat, melainkan sebagai orang-orang yang dibenarkan sebab Allah memandang Kristus dan kebenaran Kristus itu diberikan kepada kita. Maka, kesalahan kita sudah tidak lagi diperhitungkan sebagai sesuatu yang harus kita lunasi kepada Allah, oleh karena Kristus telah menanggung hukuman dosa-dosa kita. Itulah dasar bahwa kita dapat menghadap hadirat Allah, bersekutu dengan Allah, bahkan diangkat sebagai anak-anak Allah, oleh karena kita mendapat berkat pengampunan dan inilah kebahagian sejati manusia, dimana manusia dapat berelasi dengan Penciptanya melalui Kristus.

b. Sikap hati manusia (2b)
Daud mengatakan “berbahagialah yang tidak berjiwa penipu” (ay. 2b). Sebuah pengampunan yang nyata dan mendalam akan menghancurkan dan mengubah hati kita. Ini memaksa kita sendiri untuk bersikap jujur atas penyimpangan yang kita lakukan. Kita tidak dapat menyembunyikan ketika kita berhadapan dengan dosa kita, yaitu semua perasaan malu, penipuan, dan kehidupan yang munafik akan terbuka. Semua kesedihan atas dosa dan anugerah Allah akan membuat kita jujur. Ketika Tuhan menangkap dan mengampuni kita, Ia juga akan membebaskan kita dari kepura-puraan.[9] Hidup dengan memakai topeng adalah hidup yang tidak ada sukacita, dimana dirinya terus-menerus berusaha untuk tampil berbeda dari apa yang sedang dialaminya. Seluruh energi terkadang terkuras untuk menutupi dosa yang dilakukan. Parahnya adalah jika diri seseorang sudah membuat suatu “defense mechanism” terhadap suatu dosa yang ada dalam dirinya, sehingga apa yang kelihatan dari luar adalah penampilan semu belaka. Pertentangan di dalam jiwa manusia ini akan membuat hidupnya tidak tenang, tetapi ketika pengampunan Allah diberikan, ia akan dipulihkan, hatinya akan diperbaharui, dan ia akan hidup dengan ketulusan. Jadi hindari hidup dalam kepura-puraan, melainkan menyediakan diri kita untuk hidup jujur baik dihadapan  Allah, sesama, dan diri sendiri.



II. Cara Memperoleh Berkat Sukacita dari Pengampunan Allah (ay. 3-7)

3 Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari;
 4 sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas. Sela
 5 Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku. Sela
 6 Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu, selagi Engkau dapat ditemui; sesungguhnya pada waktu banjir besar terjadi, itu tidak melandanya.
 7 Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak. Sela
 (Maz. 32:3-7 LAI)

a. Mengakui Dosa Dihadapan Allah (ay. 5)
 Satu-satunya jalan untuk mendapatkan berkat sukacita dari pengampunan Allah adalah tidak lain dengan mengakui setiap dosa yang telah diperbuat dan menerima pengampunan yang diberikan Allah. Daud menyadari bahwa dirinya tidak sanggup untuk menerima beban yang dianggapnya adalah tekanan dari Allah. Ia mulai mau untuk membuka dirinya, menyingkapkan segala kesalahannya, dan mencurahkan segala perasaan bersalahnya. Daud mengatakan “Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku.
 (ay. 5). Pelanggaran-pelanggaran yang telah memutuskan hubungannya dengan Tuhan tersebut diberitahukannya kepada Tuhan dan itu “melawan dirinya”. Tidak mudah bagi manusia untuk beralih dari sikap tidak jujur dan tidak terbuka kepada kejujuran dan keterbukaan, oleh karena ia harus berani melawan dan menuduh dirinya sendiri.[10] Dalam ayat ini juga rupanya Daud sedang mencoba menjelaskan bagaimana Tuhan mengampuni dosanya setelah ia mengaku dan Tuhan dengan segera mengampuninya dan tidak membesar-besarkannya lagi. Ini adalah mazmur kesaksian Daud dan ayat 5 ini adalah inti dari kesaksiannya. Oleh karena itu ayat 5 ini ayat yang terpanjang dari perikop ini, sehingga menunjukkan bahwa itulah yang ingin ditekankan, yaitu seseorang harus mengaku dosa dihadapan Allah dengan jujur agar mendapat berkat pengampunan Allah yang membawa sukacita. Dengan demikian pengalaman ini seharusnya juga menjadi pengalaman kita, yaitu menerima pengampunan dari Allah melalui Kristus.[11] Kristus memang telah memberikan pengampunan atas setiap dosa-dosa kita dengan lunas dan bukan hanya untuk sekarang tetapi juga kemudian. Namun bukan berarti kita tidak perlu meminta pengampunan lagi, oleh karena kita masih tinggal dalam dunia dan daging, dimana kemungkinan untuk jatuh dalam dosa tetap ada. Meskipun demikian, Kristus sekarang menjadi pengantara kita dengan Allah, sehingga sewaktu-waktu kita dapat datang meminta pengampunan kepada Allah. Sebagaimana ketika kita datang kepada-Nya, Ia setia mengampuni dosa kita (1 Yoh. 1:9).
           
1 . Akibat Tidak Mau Mengakui Dosa (ay. 3-4)
Daud telah mengalami bagaimana rasanya menyembunyikan dosa, dan hal tersebut menggangu kehidupannya, dan bukan hanya sekedar menggangu tetapi juga sampai membuatnya tertekan. Daud berkata “Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu…” (ay. 3a). Berdiam diri oleh karena Pemazmur malu mengaku dosa-dosanya, dan tulang-tulangnya lesu dimaksudkan bahwa kekuatannya merosot dan hampir tidak ada kegairahan lagi untuk hidup, hari-harinya hanya dilalui dengan keluh kesah.[12] Semuanya itu dilihat Pemazmur sebagai hukuman dari Tuhan “sebab tangan-Mu menekan aku dengan berat…” (ay. 4a). Daud mengalami gejolak jiwa, jiwanya diliputi dengan kekuatiran dan panas terbakar oleh murka Allah. Suara hati nuraninya yang buruk membuat pikirannya tidak tenang, ia tidak bisa menangis keras oleh karena ia terus tersiksa dengan rasa takut dimana ia melihat tangan Tuhan menekannya dengan berat, dan dimana ia lebih suka melarikan diri. Kedahsyatan dalam jiwanya menyebabkan “lidah mengering” dan depresi yang melumpuhkannya serta merampas vitalitas dan kekuatan membuat keputusan, sehingga kepercayaan dirinya melenyap. Ini adalah efek dari pertempuran batin dari orang yang menolak untuk mengakui pertempuran dosanya melawan Allah, oleh karena keyakinan diri yang mendorongnya untuk menggambarkan bahwa dia tidak bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukan terhadap siapapun.[13] Jadi seseorang yang tidak mau mengakui dosa akan terus menerus gelisah dan tidak tenang dalam hidupnya, bagaikan menggengam duri dalam sekam, yang pada akhirnya membuat hidup mudah sekali untuk depresi.

            2. Akibat Mengakui Dosa (ay. 6-7).
Setelah Daud menyaksikan pengalamannya, dan menunjukkan berkat pengampunan maka ia melibatkan setiap orang saleh untuk berdoa kepada Tuhan. Ini adalah sebuah doa pertobatan. Dan fakta Alkitab adalah setiap orang benar tahu bahwa mereka orang-orang berdosa, dan kemudian ketika berpaling kepada Tuhan mereka menjadi saleh di dalam persatuan dengan-Nya.[14] Kalimat “selagi Engkau dapat ditemui..”(ay. 6b) itu berisi janji dan peringatan. Janjinya adalah saat ini Allah masih memberi kesempatan orang-orang bertobat melalui anak-Nya. Sedangkan peringatannya adalah saat ini akan berlalu dan pintu akan tertutup bagi mereka. Doa pertobatan seperti ini akan membawa mereka kepada suatu jaminan akan perlindungan Tuhan dari suatu malapetaka, sehingga ketika banjir besar terjadi maka kita tidak akan terbawa arus, sebab Allah menjaga kita dengan aman.[15] Allah akan menjadi suatu tempat persembunyian yang aman disaat ada masalah dan pencobaan hidup datang. Ia akan menolong orang-orang yang mempercayakan diri kepada-Nya, tetapi akan membiarkan orang-orang fasik. Ini adalah kasih karunia yang Allah berikan pada orang-orang yang takut akan Dia, dan  berkat terbesar adalah berkat penyertaan. Oleh karena itu, mau mengaku dosa adalah suatu jalan pembuka untuk menikmati penyertaan Allah di dalam hidup kita.

            III. Hikmat TUHAN dan Respon Manusia (ay. 8-11)
8 Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.
 9 Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau.
 10 Banyak kesakitan diderita orang fasik, tetapi orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia.
 11 Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!  (Maz. 32:8-11 LAI)

a. Hikmat Tuhan (ay. 8,9)
8 Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu. 9 Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau. (Maz. 32:8-9 ITB)

Kedua ayat ini merupakan kutipan pengajaran dan peringatan yang diberikan Tuhan kepada pemazmur ketika diampuni dosa-dosanya. Kata-kata ini sekarang dikutip sebagai peringatan dan pengajaran bagi jemaah yang hadir. Arti dari kata-kata peringatan ini adalah hendaknya orang-orang saleh bersikap bijak dengan tidak bersikeras dan bertegar hati kepada Tuhan dan baru mendekatiNya sesudah mendapat peringatan atau hukuman. [16] Kata-kata ( “instruct,” “teach,” “counsel,” and “watch over” – NASB) adalah janji Tuhan kepada orang-orang yang telah dipulihkannya, dimana Ia akan membimbing orang-orang yang takut akan Dia. Frase “with My eye upon you – NASB”  menunjukkan bahwa Tuhan akan terus mengawasi kita. Tuhan akan menunjukkan kepada kita jalan untuk kita tempuh, sehingga kita tidak menjadi tersesat. [17] Tuhan selalu memperhatikan manusia, dan Ia akan memberikan peringatan khususnya jikalau orang-orang yang takut akan Dia itu sendiri tidak mau hidup di dalam jalan-Nya. Hikmat Tuhan itu selalu bertujuan untuk mengarahkan seseorang hidup sesuai kehendak-Nya. Frase “seperti kuda atau bagal yang tidak berakal…” (ay. 9a), ini sebuah intruksi bukan hanya untuk orang-orang yang saleh, tetapi juga untuk semua orang. Ini juga untuk orang-orang Israel yang degil dan suka berkeras hati dimana mereka biasanya tidak mau mendengarkan suara Tuhan sampai mereka terjebak dalam hukuman yang diberikan Tuhan dan barulah mereka bertobat. [18] Kuda atau bagal tidak memiliki sebuah pengertian sehingga harus menggunakan kekang. Allah tidak ingin memperlakukan manusia seperti itu, Allah ingin manusia dengan sukarela dengan kehendaknya menaati Dia, bukan dengan paksaan. Orang percaya hendaknya memperhatikan firman Tuhan yang menuntunnya ke dalam terang sehingga ia tidak tersesat, melembutkan hatinya untuk mau dididik dan dikoreksi atas motivasi maupun tindakan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, dengan mengijinkan Roh Kudus bekerja untuk menolongnya hidup benar. Seringkali orang percaya memang tidak mau mendengarkan firman Tuhan, karena cenderung menuruti keinginan pribadi, sehingga fokusnya bukanlah kepada “God-centered” melainkan “Self-centered”. Namun demikian Tuhan akan selalu mendidik dengan cara-Nya untuk memanggil orang percaya yang telah menyimpang sehingga bertobat dan kembali dalam jalan yang benar.

b. Respon manusia (ay. 10-11)
10 Banyak kesakitan diderita orang fasik, tetapi orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia. 11 Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur! (Maz. 32:10-11)

Ayat 10 dapat dikatakan sebagai suatu kesimpulan dari seluruh pengalaman pemazmur. Hendaknya jemaat yang hadir ingat bahwa banyak penderitaan dialami oleh orang fasik atau orang yang tidak percaya kepada kasih setia Tuhan. Sebaliknya bagi orang percaya dia akan dikelilingi dengan kasih setia Tuhan.[19] Tuhan tidak akan meninggalkan orang-orang yang selalu berharap kepada-Nya. Ia melindungi orang-orang yang mau jujur dan memberikan sejahtera dalam hati mereka. Perlindungan Tuhan itu nyata kepada orang-orang yang takut akan Dia, sehingga ia terluput dari segala malapetaka. Orang fasik akan dibiarkan oleh-Nya tertimpa bencana, oleh karena itu banyak hal yang akan membuat hidupnya menderita. Maka kemudian Daud mengajak jemaah, orang-orang benar dan orang-orang jujur untuk memuji Tuhan atas kasih setia-Nya yang besar. Menarik ketika Daud mengontraskan orang yang berjiwa penipu dengan orang yang jujur, dimana keadaan hidupnya jauh berbeda, yang berjiwa penipu akan terus menerus menderita, sedangkan yang jujur hidup dalam sukacita. Ini adalah suatu respon dimana orang tersebut menerima pengampunan Allah dan oleh karenanya timbul suatu ketulusan dalam hatinya untuk memuji Allah. Calvin mengatakan ada 3 istilah untuk menunjukkan suatu kegembiraan dan ekspresinya: Kata kerja yang pertama “Bersukacitalah” (שִׂמְחוּ, śimḥû) menunjukkan sukacita yang melibatkan seluruh hati dan jiwa, sebuah sukacita yang mendalam. Kata kerja yang kedua “bersorak-soraklah” (גִילוּ, gîlû) menggambarkan sukacita yang diberikan ekspresi antusias. Kata kerja yang ketiga “bersorak-sorailah” (רָנַן, rānan) sebuah panggilan untuk memuji Allah dengan bernyanyi atau berteriak. Adalah suatu fakta bahwa orang-orang yang hidup dalam sukacita ini mampu menemukan alasan mengapa mereka berlimpah sukacita di dalam Tuhan.[20] Sukacita yang dialami adalah sukacita karena berkat pengampunan Allah.


V. Kesimpulan

            Pengalaman Pemazmur menerima berkat dari pengampunan Allah adalah suatu realita yang juga dapat dialami oleh setiap orang percaya. Pengalaman Daud adalah suatu pengalaman yang tentunya pernah dialami oleh semua orang percaya, yaitu jatuh dalam dosa dan menyembunyikannya. Meskipun karena akibat dosa Daud hidup dalam kesengsaraan, namun akhirnya Dia menyadari bahwa dirinya berdosa dan butuh pengampunan Allah. Hal-hal yang dapat dipelajari dalam perikop ini adalah:

Homiletik Poin

1. Kita butuh pengampunan Allah untuk memperoleh sukacita sejati.

2. Kita harus mengaku dosa untuk syarat menerima pengampunan dari Allah.

3. Kita perlu meresponi anugerah Tuhan.
a. Memperhatikan hikmat Tuhan.
b. Memberikan pujian kepada Tuhan dan bersukacita di dalam Dia.
















DAFTAR PUSTAKA



Barth, M.C. dan Pareira, B.A. Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-41. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Boice, James M.  Psalm: An Expositional Commentary Psalm 1-41. Libronix Digital Library System ver. 3.0. Baker Books, Grand Rapids, MI (diakses 27 November 2013).

Cifford, Richard J.  Abingdon Old Testament Commentary Psalm 1-72. Eighth Avenue South, Nashville: Abingdon Press, 2002.

Exell. Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers, n.d.

Krauss, Hans-Joachim.  Psalm 1-59: a Continental Commentary. Diterjemahkan oleh Hilton C. Oswald. Minneapolis, MN: Augsburg Publishing House, 1988.

Longman III, Tremper.  Bagaimana Menganalisa Kitab Mazmur. Diterjemahkan oleh Cornelius Kuswanto. Malang: Literatur  SAAT, 2012.

Rawlinson, G.  The Pulpit Commentary: The Psalms. Diedit oleh H.D.M Spence dan Joseph S.

Smith, James E.  Old Testament Survey Series: The Wisdom Literatur And Psalm. Libronix Digital Library System ver. 3.0. College Press Pub. Co., Joplin, Mo (diakses 26 November 2012).

Snyman, Stephanus D. Psalm 32: Structure, Genre, Intent and Liturgical Use in Psalm and Liturgy. Diedit oleh  Dirk J. Human dan Cas J.A. Vos. New York: T&T Clark International, 2004.

Tesh, S. Edward dan Zorn, Walter D.  The College Press NIV Commentary: Psalm Vol.1. Digital Library System ver. 3.0. College Press, Joplin, Missouri (diakses 28 November 2013).

Weiser, Artur. The Psalms: A Commentary. Diterjemahkan oleh Herbert Hartwell. Philadelphia: Westminster Press, 1962.

Williams, Donald. The Preacher’s Commentary Psalms 1-72, Digital Library System ver. 3.0. Thomas Nelson, Inc., Nashville, Tennesse (diakses 27 November 2013).


[1] Tremper Longman III, Bagaimana Menganalisa Kitab Mazmur, terj. Cornelius Kuswanto (Malang: Literatur SAAT, 2012), 8.
[2] Richard J. Cifford, Abingdon Old Testament Commentary Psalm 1-72 (Eighth Avenue South, Nashville: Abingdon Press, 2002), 164.

[3] James E. Smith, Old Testament Survey Series: The Wisdom Literatur And Psalm, Libronix Digital Library System ver. 3.0, College Press Pub. Co., Joplin, Mo (diakses 26 November 2012).

[4] Hans-Joachim Krauss, Psalm 1-59: a Continental Commentary, terj. Hilton C. Oswald (Minneapolis, MN: Augsburg Publishing House, 1988), 368.
[5] Stephanus D. Snyman, Psalm 32: Structure, Genre, Intent and Liturgical Use in Psalm and Liturgy, ed. Dirk J. Human and Cas J.A. Vos (New York: T&T Clark International, 2004), 162.

[6] James M. Boice, Psalm: An Expositional Commentary Psalm 1-41, Libronix Digital Library System ver. 3.0, Baker Books, Grand Rapids, MI (diakses 27 November 2013).
[7] Donald Williams, The Preacher’s Commentary Psalms 1-72, Digital Library System ver. 3.0, Thomas Nelson, Inc., Nashville, Tennesse (diakses 27 November 2013).

[8] James M. Boice, Psalm: An Expositional Commentary
[9] Donald Williams, The Preacher’s Commentary Psalms 1-72

[10] M.C. Barth dan B.A. Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur 1-41 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 231.
[11] James M. Boice, Psalm: An Expositional Commentary.

[12] M.C. Barth dan B.A. Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur, 230.

[13] Artur Weiser, The Psalms: A Commentary, terj. Herbert Hartwell (Philadelphia: Westminster Press, 1962), 284.
[14] Donald Williams, The Preacher’s Commentary Psalms 1-72

[15] Ibid.,

[16] M.C. Barth dan B.A. Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur,232.
[17] James M. Boice, Psalm: An Expositional Commentary

[18] G. Rawlinson, The Pulpit Commentary: The Psalms, ed. H.D.M Spence dan Joseph S. Exell (Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers, n.d), 237.

[19] M.C. Barth dan B.A. Pareira, Tafsiran Alkitab Kitab Mazmur, 232.
[20] S. Edward Tesh dan Walter D. Zorn, The College Press NIV Commentary: Psalm Vol.1, Digital Library System ver. 3.0, College Press, Joplin, Missouri (diakses 28 November 2013).

Jumat, 18 Desember 2015

Resensi Buku: Suffering and The Sovereignty of God

Resensi
Suffering and the Sovereignty of God 


Judul Asli : Suffering and the Sovereignty of God

Editor: John Piper dan Justin Taylor
Penerbit : Momentum
Jumlah Halaman : 287

Buku ini terdiri dari sembilan penulis yang berbeda, dan dibagi ke dalam tiga tema besar. Theologi dari buku ini ditulis oleh orang-orang yang mengalami penderitaan dan sengsara. Kontributornya terdiri dari dua orang lumpuh akibat sakit kronis, dua orang mengalami kematian orang tua sejak muda, dua orang memiliki anak yang baru saja meninggal, dua orang bergumul mengenai sakit kanker prostat.
Bagian pertama:
John Piper berbicara tentang Allah yang berdaulat atas Iblis dan seluruh pekerjaannya. Allah juga berdaulat atas kuasa dosa.
Mark Talbot bicara mengenai kehendak Allah dan kehendak manusia yang saling bertentangan/melukai. Allah tidak melakukan kejahatan, tetapi Allah menetapkan kejahatan, sehingga penetapan kejahatan bukanlah kejahatan.
Bagian kedua:
Piper berbicara mengenai eksistensi penderitaan yaitu agar Kristus bisa menunjukkan kebesaran dan kemuliaan Allah dengan menderita dalam diri-Nya, yang mengatasi penderitaan kita.
Piper mengutarakan enam cara bagaimana misi gereja diperluas lewat penderitaan: a) Iman dan kekudusan diperdalam; b) Cawan kita bertambah penuh; c) Orang lain menjadi berani; d) Menggenapkan penderitaan Kristus; e) Perintah misioner untuk “pergi” dipertegas; f) Supremasi Kristus dinyatakan.
Steve Saint mengatakan penderitaan itu sifatnya relatif. Orang yang menderita ingin dilayani oleh mereka yang menderita juga.
Carl Ellis menolong kita mengetahui bahwa penderitaan etnik ada di dalam kedaulatan Allah. Dia meliput juga asal mula penderitaan; misteri, dasar, pengetahuan Allah, tanggapan manusia terhadap penderitaan.
Bagian ketiga:
David Powlison berbicara bagaimana menjumpai Allah dalam penderitaan.
Dustin Shramek mengatakan kita bisa menunggu sukacita yang datang di waktu pagi karena iman dalam Allah yang berdaulat dan baik. Shramek membahas mengenai penderitaan kesakitan lewat Mazmur. Kesakitan adalah hal normal pasca kejatuhan. Maka bila kita mengecilkan kesakitan itu adalah kegagalan mengasihi Allah dan menghormati Allah.
Joni Eareckson Tada berpusat pada tema menemukan penderitaan dan sukacita dalam terminologi Allah.

Seluruh Aspek Kedaulatan Allah atas Penderitaan dan Tangan Iblis di dalamnya – John Piper

Piper menjelaskan bahwa motivasi dalam menulis buku datang dari kenyataan bahwa Allahlah pribadi yang paling mutlak dan memiliki nilai tertinggi. Lalu dibandingkan, kenapa Allah mengizinkan bencana alam seperti tsunami, gempa, bahkan tragedi 11 September di Amerika dapat terjadi? Bagaimana respons penulis buku ini yang semuanya mengalami penderitaan yang begitu berat terhadap kedaulatan Allah?
Pendekatan yang digunakan dalam buku ini adalah bukan menyelesaikan masalah secara langsung, melainkan merayakan kedaulatan Allah atas Iblis dan seluruh hal. Dalam kedaulatan Allah, Dia mengatur semua hal demi kebijaksanaan dan maksud-Nya yang kudus.
Allah berdaulat atas pemerintahan Iblis atas dunia yang didelegasikan. Tanpa izin Allah, pemerintahan tidak dapat berbuat apa-apa. Semua pemerintah ada di dalam izin Allah.
Allah berkuasa atas malaikat-malaikat Iblis. Iblis taat kepada perintah Yesus Kristus.
Allah berkuasa atas tangan Iblis di dalam penganiayaan. Allah mengizinkan Iblis untuk melakukan rencana-Nya menyalibkan Yesus Kristus.
Allah berkuasa atas kuasa Iblis untuk mengambil hidup. Allah berdaulat atas kehidupan dan kematian seseorang.
Allah berkuasa atas tangan Iblis dalam bencana alam. Di sini Ayub mengalami malapetaka baik dari alam maupun kematian. Semuanya itu dilakukan oleh Iblis atas seizin Allah.
Allah berkuasa atas kuasa Iblis mendatangkan penyakit. Iblis tidak berdaulat atas penyakit, meskipun dia bisa mendatangkan penyakit. Semua diizinkan oleh Allah.
Allah berkuasa atas penggunaan binatang dan tumbuh-tumbuhan oleh Iblis. Iblis bisa memakai binatang atau tumbuhan untuk mencelakakan manusia, tapi dia tidak berdaulat atasnya, Allah yang berdaulat.
Allah berkuasa atas godaan Iblis untuk berbuat dosa. Segala godaan Iblis yang dia lakukan kepada manusia, semuanya dikendalikan oleh Allah.
Allah berkuasa atas kuasa Iblis untuk pembutaan pikiran. Iblis ingin mengacaubalaukan ajaran Injil yang Alkitab nyatakan. Namun, kedaulatan Allah menopang kita sehingga kita masih tetap mengerti Injil yang benar.
Allah berkuasa atas jerat rohani Iblis. Senjata Iblis ada dua: a) Kesengsaraan dan penderitaan. b) Kesenangan dan kemakmuran.
Semua Kebaikan Kita dalam Kristus: Melihat Kemurahan Tangan Allah di Tengah Luka yang Orang Lain Sebabkan pada Kita – Mark R. Talbot
Talbot memulai bab ini dengan tulisan Elie Wiesel mengenai kamp pembunuhan orang-orang Yahudi di Auschwitz. Betapa banyak orang-orang yang tidak bersalah, menderita, disiksa, dan dibunuh. Dalam bagian ini digambarkan mengenai orang-orang yang mengalami penderitaan begitu berat, begitu keji, dan tak berperikemanusiaan. Talbot membawa pembaca untuk maju ke sebuah pertanyaan, di manakah Allah yang Mahabaik itu? Bukankah Dia dapat mencegah dosa terjadi? Kenapa Dia mengizinkan dan membiarkan hal-hal mengerikan terjadi kepada umat manusia?
Talbot menjawab pertanyaan ini dengan jelas dan tegas, bahwa ketika Allah membiarkan atau mengizinkan, Allah juga menghendaki dan menetapkan hal tersebut terjadi, sekalipun itu dosa yang mengerikan. Di samping Allah secara aktif menetapkannya demikian, Allah bukanlah pencipta dosa. Allah tetap kudus. Namun Allah merencanakan segala sesuatu tersebut, dan tidak menjadi penonton yang berpangku tangan saja.
Lalu muncullah kaum Theis yang mengatakan Allah tidak terlibat dengan kejahatan yang terjadi di dunia. Allah tidak mencegah kejahatan yang manusia lakukan karena Dia memandang kebebasan kita begitu berharga. Padahal, seluruh hal yang terjadi di dunia, sebaik ataupun seburuk apa pun hal tersebut, asalnya adalah dari tangan Allah.
Bagi Talbot, permasalahan mengenai kebebasan dan tanggung jawab manusia adalah makanan yang keras bagi orang Kristen. Karena hal ini sulit dipahami. Karena bila segala sesuatu yang terjadi adalah di dalam kehendak Allah, Allah yang menetapkannya, maka bagaimana tindakan manusia bisa bebas? Jika manusia tidak bebas, bagaimana tanggung jawab manusia? Bagaimana bisa memuji/menyalahkan, memberi upah/hukuman kepada orang?
Kitab Suci menuliskan tentang tanggung jawab manusia di Roma 1:18-3:20. Meskipun Allah sudah menetapkan segala tindakan manusia, manusia tetap harus bertanggung jawab atas tindakannya.
Pilihan manusia hanya ada dua, apakah menjadi hamba dosa atau menjadi hamba Allah. Pasca kejatuhan, semua manusia adalah hamba dosa karena warisan ketidaktaatan Adam. Namun setelah dilahirkan oleh Allah, kita menjadi hamba Allah. Namun masih tetap dapat memilih melakukan dosa.
Seluruh sejarah dibahas melalui dua penjelasan:
Ketetapan sebelumnya dari Allah
Apa yang dipilih manusia
Allah tidak pernah absen atau tidak aktif ketika manusia melakukan sebuah tindakan, termasuk tindakan kejahatan. Allah bukanlah sumber dosa, bukanlah pencipta dosa. Manusialah penciptanya, manusialah sumber dosa, karena dosa keturunan oleh Adam. Namun meskipun begitu, Allah menopang, menciptakan, menyuruh, mengizinkan, bahkan menggerakkan orang lain untuk berbuat dosa tanpa Ia sendiri menjadi sumber dosa orang. Di bagian akhir bab ini, Talbot mengungkapkan begitu banyak kesedihan dan kekejaman yang terjadi, begitu banyak orang kejam hidup dan memperlakukan orang tidak sesuai dengan hak asasi manusia, tetapi di atas semuanya Allah yang menopang dan menetapkan hal tersebut. Semua adalah demi kebaikan kita. Talbot sendiri menunjukkan contoh-contoh penderitaan yang dialami oleh Raja Daud, Ayub, dan Rasul Paulus. Dia juga memberi kesaksian bahwa kedukaan begitu banyak terjadi di dunia ini, bahkan melebihi kelumpuhannya sendiri. Namun kedukaan yang manusia ketahui, itu bisa menjadi anugerah-anugerah Allah.
Talbot menegaskan bahwa di balik semua peristiwa terjadi, ada kebaikan Allah di dalamnya. Manusia sering kali tidak mempunyai jawaban untuk masalah besar yang dialami. Tugas kita ketika menghadapi masalah besar adalah tetap beriman kepada Allah, bahwa Allah merancangkan kebaikan, dan kita harus tetap memandang Yesus muka dan muka, barulah kita dapat melihat kemuliaan Allah yang besar.
Penderitaan Kristus dan Kedaulatan Allah – John Piper
Penderitaan memang ada di dunia ini dan manusia tidak perlu menyangkali eksistensinya. Seluruh alam semesta ini ada untuk menunjukkan kebesaran dan kemuliaan anugerah Allah. Piper mengatakan penderitaan merupakan bagian yang dapat mengungkapkan kebesaran Allah sepenuh-penuhnya dan merupakan jalinan alam semesta sehingga tenunan anugerah itu dapat dilihat sebagaimana adanya. Allah tidak mempunyai rencana B, Allah menunjukkan kebesaran Allah di atas Kalvari.

Bagian ini juga menekankan begitu besarnya peran penderitaan di dalam keselamatan manusia. Tanpa tahap penderitaan yang dialami Kristus, maka rencana keselamatan Allah tidak mungkin terjadi. Bagian akhir ditutup dengan alasan ultimat, kenapa harus ada penderitaan. Alasan ada penderitaan dalam alam semesta ini adalah supaya Kristus dapat memamerkan kebesaran kemuliaan anugerah Allah dengan menderita dalam diri-Nya sendiri untuk mengatasi penderitaan kita dan mendatangkan pujian bagi kemuliaan anugerah Allah.
Mengapa Allah Menentukan Penderitaan untuk Hamba-hamba-Nya – John Piper
Dalam bab ini Piper menyebutkan enam alasan, mengapa Gereja dan hamba-Nya berlangsung melalui penderitaan.
Penderitaan memperdalam iman dan kekudusan. Dia menghajar kita, demi kebaikan kita. Allah Bapa pun memberikan penderitaan kepada Kristus, bukan dari tidak taat jadi taat, melainkan dari taat menjadi semakin taat. Inilah proses penderitaan, membuat orang taat. Penderitaan membuat iman orang meningkat.
Penderitaan membuat cawan kita bertambah isinya. Menanggung penderitaan dengan sabar akan memberikan upah pengalaman kita dengan Allah meningkat.
Penderitaan adalah harga yang membuat orang menjadi berani. Kematian dan penderitaan para misionaris, membangkitkan keberanian orang Kristen lainnya.
Penderitaan menggenapkan apa yang kurang pada penderitaan Kristus. Penderitaan Kristus di atas salib tidak dialami oleh Gereja Tuhan. Inilah yang kurang.
Penderitaan mempertegas perintah misioner untuk pergi.
Penderitaan menyatakan supremasi Kristus. Bagaimana bahwa penderitaan dapat memunculkan sukacita akan kemuliaan Kristus. Dan kita tidak perlu merasa sedih ketika menderita, di dalam penderitaan juga ada sukacita sorgawi.
Kedaulatan, Penderitaan, dan Pekerjaan Misi – Stephen F. Saint
Saint menjelaskan bahwa penderitaan adalah hal yang relatif, sama dengan kekayaan. Belum tentu hal yang dianggap penderitaan ataupun kekayaan bagi orang lain, dianggap sama dengan orang yang lain.
Ada beberapa alasan penderitaan:
Hukuman atas dosa yang sudah dilakukan
Pertunjukan kuasa Allah
Membangun watak yang tekun dan kuat
Membuat manusia rendah hati
Dua penderitaan yang menyakitkan yang dialami Saint adalah: pertama, ayahnya meninggal waktu dia berumur lima tahun. Saint merupakan salah satu anak dari lima misionaris yang mati martir di pulau Amazon demi mengabarkan Injil kepada suku Waodani. Ketika menyadari seluruh kehidupannya, Saint mengambil kesimpulan bahwa kematian ayahnya sendiri merupakan rencana Allah. Allah yang sudah merencanakan kematian Anak-Nya sendiri, bagaimana mungkin Allah tidak merencanakan kematian anak-anak-Nya yang lain. Kedua, Saint menyadari bahwa Allah juga merencanakan kematian putrinya.
Kedaulatan Allah dan Penderitaan Berdasarkan Etnik – Carl Ellis, Jr.
Pertama, Allah memberikan kepada manusia kovenan kerja, yaitu apabila taat pada Allah kita akan mendapatkan berkat dari Allah. Ketika tidak taat, kita akan berada di bawah kutuk. Ketika manusia berdosa, kita sudah menerima kutuk, tapi Allah menahannya dengan memberikan kovenan keselamatan. Kovenan ini menjadi solusi manusia diselamatkan dari kutuk karena pelanggaran kita. Kovenan ini belum kita terima seutuhnya.
Masalah pertama yang timbul bagi manusia saat kejatuhan adalah perebutan kekuasaan, saling dominasi yang menimbulkan perselisihan. Manifestasi pertamanya terlihat dalam pernikahan. Perempuan ingin menguasai laki-laki. Dan muncul ke masyarakat yang berbeda secara etnik, budaya, dan bahasa. Hal ini menghasilkan ketidaksetaraan dan perebutan kekuasaan di antara mereka. Masalah kedua adalah penganiayaan karena terjadinya permusuhan antara keturunan perempuan dan keturunan laki-laki.
Anugerah Allah dan Penderitaan Anda – David Powlison
Powlison mengajak pembaca untuk benar-benar mendapatkan solusi dari segala penderitaan yang sedang dialami. Bila pembaca tidak sungguh-sungguh mengerti penderitaannya, maka pembaca sangat sulit untuk mengerti bab ini.
Powlison mengatakan bahwa kebutuhan utama orang yang menderita adalah mendengarkan pembicaraan Allah dan mengalami Dia bekerja dengan sengaja. Orang yang menderita, harus melihat Allah dalam penderitaannya, dan mengerti bahwa Allah bekerja demi kebaikan mereka. Powlison memberikan penjelasan mengenai sebuah lagu himne yang ditujukan kepada orang yang menderita. Dia membahas kelima baitnya dengan rinci agar orang yang menderita dikuatkan, dan terus mengalami pertumbuhan iman.

Menantikan Pagi selama Malam Panjang Tangisan – Dustin Shramek
Shramek menjelaskan betapa pentingnya sebuah theologi yang baik. Ketika memiliki theologi yang baik, kita mampu melewati penderitaan dengan baik. Dia punya dua harapan yaitu bagi mereka yang tidak mengalami penderitaan, belajar untuk memahami dalamnya rasa sakit orang yang menderita. Dengan demikian, mereka bisa menangis bersama orang yang menangis. Kedua, bagi mereka yang sedang berada di tengah penderitaan yang mengerikan, biarlah tetap melihat bahwa Allah tidak meninggalkan mereka. Dia siap sedia menjadi tali penolong kepada kita yang sedang di dalam liang.
Dia memulai membahas Mazmur 88 di mana di dalam mazmur itu seolah-olah Tuhan tidak memberikan jawaban, Tuhan menjauh, Tuhan menghilang ketika penulis mazmur sedang mengalami penderitaan yang berat. Secara intelektual kita dapat mengetahui bahwa Allah tidak mungkin meninggalkan umat-Nya, tidak lupa beranugerah. Namun ada saat-saat di mana manusia merasakan Allah begitu jauh karena rasa sakit yang begitu dalam sehingga kebenaran dalam otak kita kelihatannya tidak menembus kegelapan yang menyelimuti hati kita.
Shramek memberi kesaksian yang memedihkan mengenai keluarganya sendiri, bahwa anak yang baru saja dilahirkan, akhirnya meninggal setelah 20 menit. Bagi mereka itu merupakan penderitaan yang sangat besar yang membuat mereka bertanya kenapa Allah mengizinkan hal itu dan apa tujuan Allah dalam peristiwa tersebut. Namun mereka senantiasa dikuatkan oleh firman Allah, dan menyadari bahwa Allah adalah Allah yang sejati dan beserta dengan mereka ketika mereka dalam penderitaan.
Pengharapan, Hal yang Terbaik – Joni Eareckson Tada
Tada menjelaskan mengenai pengharapan adalah sebuah hal yang sangat penting, tapi sulit untuk dijumpai. Dia menceritakan mengenai keberadaan dirinya yang penuh dengan penderitaan saat badannya mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kelumpuhan. Di dalam perawatan, dia hanya bisa mengeluh kenapa Tuhan mengizinkan dia mengalami hal yang sulit ketika imannya masih baru bertumbuh. Dalam menghadapi penderitaan, dia pernah goncang dan imannya lemah. Namun di atas semua itu, dia belajar mengenal Allah dan kembali bangkit sebab Tuhan yang menguatkannya.

Oleh: Nathanael Marvin Santino
Mahasiswa STT Reformed Injili Internasional