Yohanes
2:12-25Sebuah
Bacaan Narasi
Oleh Pdt. Armand Barus Ph.D
Diterjemahkan oleh Wahyu A. Setiadi
Berbeda
dengan E.P Sanders (1985), yang menyatakan bahwa tragedi Bait Allah adalah
suatu nubuatan simbolik tentang penghancuran Bait Allah, dan Richard Bauckham
(1988), yang menyatakan bahwa itu adalah sebuah simbolis “penyerangan terhadap
tata pengaturan keuangan bagi sistem pengorbanan,” tulisan ini akan mengusulkan
bahwa pesan utama dari tragedi Bait Allah dalam Yohanes adalah
keuniversalitasan tubuh Kristus sebagai Bait Allah yang baru dimana orang
Yahudi dan non-Yahudi disatukan. Pembacaan narasi kritis akan digunakan untuk
menghasilkan penafsiran yang baru dari tragedi Bait Allah. Hal ini berarti
bahwa berbagai ciri (fitur) narasi akan ditelusuri untuk menyingkapkan pesan
utama teks.
Naratif Yohanes Tentang Tragedi Bait
Allah
Pembacaan naratif kritis menelusuri sebuah tema
dengan menganalisa isi cerita (karakter/pengkarakterisasian, alur) di dalam
konteks tekstual dan narasi (hubungan intra-tekstual, setting),
mempertimbangkan bagaimana sebuah cerita diceritakan (narrator dan
pandangannya, alat-alat literature) dengan menganalisanya pada dua level cerita
dan wacana di dalam konteks pembacanya. Karakter-karakter, yang adalah fokus
dari analisis narasi, adalah pembawa tema narasi. Karakter-karakter yang
mengisi dunia narasi telah dipilih oleh penulis untuk menyampaikan pesan kepada
pembaca. Selebihnya, pemilihan dari karakter-karakter dalam dunia narasi dapat
dilihat sebagai sebuah refleksi konsep teologis dari penulis yang berhubungan
dengan kepentingan penggembalaan pembaca, yaitu sejak karakter-karakter disusun
oleh penulis sendiri. Analisis berikut akan mempertimbangkan 7 dimensi yang
saling terjalin dari yang digambarkan keempat Injil mengenai tragedy Bait
Allah: Hubungan intra-tekstual, desain sastra, setting, narator dan
pandangannya, karakter dan pengkarakterisasian, alur, alat-alat literatur.
Sebuah pertimbangan dari beberapa elemen ini akan menawarkan petunjuk-petunjuk
kepada tema utama dari narasi ini.
Yohanes 2:12-25
berbentuk sebuah perpaduan, suatu unit yang berhubungan erat. Bukti untuk
mendukung pengamatan ini mungkin dapat diuraikan seperti ini. (1) Yohanes
2:23-25 berfungsi sebagai sebuah ringkasan pernyataan. Keempat Injil (FG) secara
eksplisit mengungkapkan tujuannya dalam Yohanes 20:31: “tetapi semua yang
tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias,
Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” Pernyataan
tujuan itu berfungsi sebagai kesimpulan kitab dan menyediakan sebuah petunjuk
untuk menentukan kontur dari narasi. Narator meringkas narasi, sebagaimana adanya,
bersama berbagai respon karakter-karakter kepada tokoh utama. Dan sama,
ringkasan pada 2:23-25 mengindikasikan akhir dari unit narasi yang lebih kecil.
(2) Frase yang diterjemahkan “after this”
(Yoh. 2:21 – NRSV), dimana terdapat juga dalam 11:7, 11 dan 19:28, seharusnya
dibedakan dari “after these” yang terdapat pada 3:22, 5:1, 14, 6:1, 7:1, 13:7,
19:38, dan 21;1. Bentuk (“after this”)mengindikasikan keduanya yaitu kronologis
dan urutan narasi, sedangkan yang kedua (“after these”) menunjukkan hanya
urutan narasi. Kemudian frase “after this” pada 2:12 tidak hanya
mengindikasikan sebuah adegan baru tetapi juga menggabungkan unit ini dengan
yang sebelumnya.
(3) Pengaturan itu berubah dari Kana
sampai kepada Kapernaum. Pengaturan yang berubah disertai oleh perubahan
suasana narasi, dari momen untuk bergembira pada pernikahan di Kana sampai
kepada suasana konflik yang dibayangkan
oleh kematian tokoh utama. Pengaturan tempat Kapernaum dan pengaturan sementara
dari perayaan Paskah mengindikasikan bagian narasi yang baru.
(4) Alur, seperti yang didiskusikan
dibawah ini, menegaskan suatu unit yang koheren atau terpadu. Sebuah ayat
berbentuk sebuah unit yang berpadu tetapi terhubung dekat kepada narasi yang
sebelumnya melalui tema-tema umum (iman, kesaksian) dan karakter-karakter
(Yesus, Murid-murid, Keluarga Yesus, dan Para pemimpin agama). Meskipun secara
kronologis terhubung diantara Yoh. 2:23-25 dan 3:1 tidaklah jelas, motif iman,
Yesus, dan murid-murid terikat keduanya unit-unit naratif bersama-sama. Di
dalam konteks yang lebih luas dari keempat Injil, unit-unit yang kompleks ini
berfungsi sebagai sebuah kunci untuk membuka ruangan yang lebih besar dimana
secara ontologis dan fungsionalis natur tokoh utama ditunjukkan guna memperoleh
iman dalam Yesus dan untuk memperdalam dan memperkaya hubungan orang-orang
percaya dengan Dia. Di dalam dan melalui perbuatan dan perkataan, sang tokoh
utama menggenapi misi-Nya untuk menunjukkan siapa dirinya dan Bapa-Nya (1:18)
sehingga setiap orang dapat percaya kepada-Nya. Dalam 1:19-2:11, tokoh utama
memulai kesaksian-Nya dengan berbicara, tetapi dalam 2:12-25 Dia memulai dengan
sebuah tindakan yang diikuti oleh sebuah perkataan. Keduanya, dalam bersaksi
(melalui perkataan dan perbuatan) menyingkapkan siapa diri sang Tokoh Utama.
Desain Literer
Kegiatan
bersaksi oleh Tokoh utama, baik melalui perkataan dan perbuatan, menerima dua
tanggapan perlawanan dari berbagai macam karakter yang terlibat dalam bagian
narasi Yoh. 2:12-25. Tanggapan-tanggapan ini, dimana adalah berbeda dari mereka
seperti yang ada pada Yoh. 1:35-51, yang adalah umum dalam naturnya. Dimensi
umum motif iman yang ada dalam Yoh 1:12 didramatisir oleh kemunculan berbagai
macam karakter yang terlibat dalam dunia narasi. Desain narasi yang berhubungan
dengan berbagai macam respon yang Yesus terima adalah sebagai berikut:
1. Yoh 2:12: tanggapan murid-murid
dan keluarga Yesus
2. Yoh. 2:13-22: tanggapan para
pemimpin agama di Bait Allah
3. Yoh. 2:23-25: tanggapan dari
orang-orang
Perpindahan dari lingkungan
keluarga, narator membawa tokoh utama ke dalam pemerintahan pusat Yahudi.
Tragedi Bait Allah menempatkan pelayanan umum tokoh utama dalam suasana
perayaan di pusat kehidupan sosial, politik dan agama orang Yahudi. Narator
menggambarkan dengan sungguh-sungguh permulan dan akhir kegiatan tokoh utama
dalam bersaksi dalam konteks Paskah. (Yoh 2:13, 2:1) dan kota kudus Yerusalem,
menciptakan sebuah inklusio dalam
narasi yang lebih besar. Kesaksian tokoh utama dalam salah satu bagian Bait
Allah menghasilkan 3 macam respon: sebuah respon diam dari keluarga-Nya,
penjual-penjual, dan para penukar uang; sebuah respon penolakan dari para
pemimpin agama, dan sebuah respon percaya dari para murid dan orang banyak. Narator
pada dasarnya menyediakan kedua hal yaitu respon yang tercatat dan respon yang
tidak tercatat. Dalam adegan pertama (2:12), narator tidak mengatakan apapun
dari apa yang telah terjadi di Kapernaum atau selama perjalanan menuju
Yerusalem, sebuah perjalanan yang kira-kira memakan waktu tiga hari. Dalam
adegan yang kedua (2:13-22), dua respon perlawanan kepada perbuatan dan
perkataan tokoh utama diceritakan. Narator tidak mencatat respon dari respon
dari para penjual dan para penukar uang. Dalam adegan yang ketiga (2:23-25),
orang-orang banyak merespon dengan positif. Macam-macam respon ini menyoroti
aspek komunal dari tekstur naratif, dengan berfokus pada 2:13-22.
Setting
Adegan
pertama dalam bagian ini (Yoh 2:12) diletakkan dalam rumah di Kapernaum. Di
Kapernaum tokoh utama, keluarga-Nya, dan murid-murid-Nya tinggal untuk beberapa
hari lamanya. Meskipun yang satu juga tidak dapat dipastikan jumlah yang tepay
(itu estimasi jumlah diperkirakan oleh para pengajar modern). Tetapi masuk akal
bahwa perayaan Paskah itu adalah sebuah perayaan Internasional.
Keinklusivitasan kesaksian tokoh utama adalah kemudian disoroti oleh
orang-orang yang berasal dari berbagai penjuru tersebut.
Pengaturan
dari tragedy Bait Allah dalam Yohanes menekankan sebuah kepemilikan umum, bukan
sesuatu yang untuk kalangan sendiri atau pendiskriminasian yang lain. Sementara
penekanan ditempatkan lebih dari dimensi komunal dan non-deskriminasi, dimensi
internasional dan ketiga kondisi itu menekankan sebuah tema universal. Pengaturan
membantu untuk memperkuat tekstur universal dari narasi.
Narrator dan
Pandangannya
Melalui
jalan perbandingan, peranan narator adalah lebih terbukti dalam tragedy Bait
Allah daripada unit narasi yang sebelumnya (Yoh. 1:19-51). Kisah diceritakan
sebagian besar dalam orang ketiga, daripada dalam kalimat-kalimat langsung.
Sebagai pengamat kesaksian, narator hilang dari tindakan narasi (heterodiegetic
narator). Kehadiran akan wacana dialogis adalah sedikit di dalam dunia narasi
(2:16, 18, 19, 20). Narator bahkan mempertimbangkan dialog diantara
karakter-karakter yang tidak penting, sejak berfokus kepada karakter tokoh
utama. Karakter2 yang dilibatkan di dalam dunia narasi berinteraksi secara
langsung dengan tokoh utama. Kehandalan narator digambarkan ketika dia
bertindak sebagai penafsir Yesus yang memiliki otoritas, dengan menjelaskan
hal-hal yang membingungkan (2:19, 21). Narator sebagai pengamat menginterupsi
narasi pada momen kritis dengan memberikan sebuah pandangan yang dalam tokoh
utama. Ini adalah mungkin karena posisi narator dalam dunia narasi adalah
diantara penulis asli dan karakter-karakter, memampukannya untuk bergerak
secara dinamis kepada satu dan lain orang.
Narator menghadirkan sebuah narasi
anisochoronous dimana durasi cerita dan durasi teks bervariasi.
Peristiwa-peristiwa di Kapernaum dan selama perjalanan di Yerusalem, yang
berada disana beberapa hari, ditekan ke dalam ruang tekstual yang sangat
pendek, sebuah teknik yang yang disebut dengan “ellipsis”. Narator mengabaikan
peristiwa-peristiwa selama perjalanan ke Yerusalem dan membawa tokoh utama ke
pusat pemerintahan Yahudi; disana, sebuah peristiwa terjadi dalam waktu yang
sangat singkat – pengusiran para pedagang dan penukar uang dan respon para
pemimpin agama – mendapat ruang tekstual yang lebih. Dalam hal sastra, fenomena
ini disebut “decelaration” (perlambatan). Secara kontras, adegan ketiga
(2:23-25), dimana terjadi melebihi jangka waktu yang lama, diberikan ruang
tekstual yang sangat pendek. Pergantian dalam kecepatan narasi disebut
“acceleration” (pecepatan). Bila digabungkan, dua fenomena sastra ini
mengindikasikan kepentingan dan keutamaan: sebuah peristiwa yang lebih penting
dan utama diberikan dalam ruangan tekstual yang lebih. Ini mengindikasikan
bahwa fokus dari narasi adalah pada adegan kedua (2:13-22).
Adegan kedua (3:13-22) berperan
sebagai fokus dari narasi yang ditingkatkan melalui pengulangan referensi
terhadap suatu peristiwa yang terjadi hanya sekali. Pengusiran para pedagang
dan penukar uang (2:16) muncul kembali dalam 2:17, dan 2:22 mengingatkan sebuah
dialog diantara tokoh utama dan pemimpin Yahudi. Bentuk pengulangan disebut
“analepsis”, sedangkan yang kedua disebut sebagai “prolepsis”. Penggulangan
analepsis kempali kepada peristiwa lampau, sehingga mengungkapkan sebuah
kemahatahuan narator dengan membawa pembaca kedalam pemikiran murid-murid yang
terdalam. Pengulangan prolepsis membawa pembaca ke dalam peristiwa masa depan,
yang menyediakan mereka sebuah informasi mengenai apa yang belum terjadi di dalam
dunia narasi yang tidak dapat sebalinya disediakan. Prolepsis menciptakan
sebuah sikap antisipasi dan harapan dalam proses membaca: ….Setelah kebangkitan
tokoh utama murid-murid akan mengerti kesaksian-Nya di dalam perbuatan (mengusi
para pedangang dan penukar uang) dan perkataan
(berdialog dengan pemimpin agama). Kata kerja emnesthesan juga menggambarkan perpaduan dua sudut pandang:
peristiwa dari sebelum dan sesudah kebangkitan diganbungkan ke dalam perpaduan
narasi yang tunggal.
Karakter
dan Karakterisasi
Tercatat,
semua komuikasi dalam tragedy Bait Allah
berpusat pada tokoh utama. Berbeda dari unit narasi yang sebelumnya ( Yoh.
1;19-2;11), tidak ada interaksi diantara satu karakter dengan karakter yang
lainnya. Ini secara jelas menyatakan
kesentralitasan dari tokoh utama di dalam dunia narasi.
Jika dalam narasi yang sebelumnya
karakter-karater sebagian besar adalah individual (….), Karakter-karakter dalam
Yohanes 2:12-25 adalah komunal, berbagai kelompok orang. Ada 5 grup kartakter
yang hadir dalam narasi ini yang berinteraksi dengan tokoh utama: Keluarga
Yesus, murid-murid, para pedagang dan penukar uang, para pemimpin agama, dan
orang-orang yang ada dalam perayaan. Setiap dari kelompok2 karakter itu akan
dianalisa dalam rangka penampilan mereka di dalam suatu adegan.
Yesus, sang tokoh utama, adalah
pertama yang disebutkan dalam 2;12. Berbeda dari narasi yang sebelumnya, Yesus
memulai kesaksian-Nya dengan tindakan daripada berbicara. Dalam narasi, ada 2
bentuk komunikasi kesaksian (perbuatan dan perkataan) yang berjalan dengan
seimbang. Kata-kata tanpa tindakan mengirimkan pesan yang lemah dan tidak
cocok, sedangkan perbuatan tanpa perkataan menciptakan keambiguan. Tindakan
Yesus dalam daerah Non Yahudi tidak dapat dianggap sebagai pemicu kerusuhan,
sejak dia tidak melakukan tindakan yang menarik perhatian tentara Romawi,
ataupun Dia berlaku sebagai penyebab kehilangan permanen investasi dari para
pedagang dan penukar uang. Yesus dengan sederhana mengusir, menggunakan cambuk,
sapi, domba, merpati yang digunakan sebagai korban persembahan di tempat
Non-Yahudi dan menyebarkan koin-koin. Kedua binatang-binatang dan koin-koin
dapat dengan mudah dikumpulkan lagi.
Kesaksian Yesus di tempat bagian Non
Yahudi, mengusir pedagang dan penukar uang diikuti dialog dengan para pemimpin
agama, tidak dimengerti oleh para murid-Nya. Hanya setelah kebangkitan Yesus
dari kematian barulah murid-murid mengerti arti dan tujuan perbuatan dan
perkataan Yesus.
Yesus tampaknya berbuat memalukan di
Bait Allah dimengerti sebagai sebuah ekspresi semangat. Sebelum kebangkitan,
sekumpulan kecil dari murid-murid yang menemani Yesus ke Yerusalem melihat
perbuatan-Nya sebagai pengabdian yang penuh kepada Bait Allah atau sebuah sikap
komitmen kepada Allah, bukan sebagai ekspresi perlawanan kepada hewan-hewan
korban atau Bait Allah. Semangat Yesus memaksa-Nya dengan berani untuk
mengembalikan tembat bagian Non-Yahudi dari sebuah tempat perdagangan kepada
tempat untuk beribadah dengan mengarahkan para penjual itu keluar dan menunjukkan
pada banyak orang kesaksian-Nya. Tindakan Yesus bukanlah sebuah penyerangan
pada tata sistem pengorbanan. Apa yang Yesus prihatinkan adalah penggunaan
tempat Non-Yahudi sebagai tempat untuk perdagangan. Perdagangan ini sebetulnya
boleh dimanapun asalkan tidak di dalam salah satu bagian Bait Allah. Tokoh
Utama seperti yang ditunjukkan oleh “setting narasi” berada di Bait Allah
bagian tempat Non-Yahudi. Yesus kemudian memanggil tempat Non-Yahudi sebagai
“rumah Bapa-Ku”. Rumah Bapa termasuk tempat Non Yahudi dan Yahudi. Yesus datang
bukan hanya untuk orang Yahudi, tetapi juga Non-yahudi. Tanpa kematian Yesus,
persatuan dari Yahudi dan Yunani ke dalam satu komunitas tidak dapat terjadi. Kematian
Yesus diungkapkan seperti dalam Mazmur 68:10. Murid-murid-Nya mnafsirkan teks
ini secara Kristologis setelah kebangkitan Yesus, yang menyebabkan sebuah
perubahan dari masa lampau “telah dikonsumsi” kepada masa depan “akan
dikonsumsi. Perubahan ini, yang menciptakan makna nubuatan dalam dunia narasi,
adalah perlu, sejak narator menyusun peristiwa penting dari pandangan sesudah
kebangkitan. Bentuk waktu masa depan dalam dunia narasi menyatakan kematian
Yesus. Yesus akan mati agar membangun Bait Allah yang baru dimana Orang Yahudi
dan Orang Non Yahudi bertemu dan berdiam dengan sempurna.
Perkataan Yesus kepada para pemimpin
agama dalam Bait Allah dimengerti oleh murid-murid setelah kebangkitan. Hanya
pada waktu itulah murid-murid memiliki pemahaman baru akan kesaksian Yesus di
dalam dan melalui perkataan, bahwa Bait Allah adalah tubuh Kristus (2:21).
Tubuh Kristus adalah sebuah bait yang nyata dimana Allah berdiam dengan
sempurna (1:14) dan dimana Allah dan manusia bertemu (1:51). Perubahan dari
pembangunan pribadi menuntut “konsumsi” dari tubuh tokoh utama sendiri. Mengapakah
kebangkitan Yesus mengubah pemahaman murid-murid? Penjelasan dari perbuatan
Yesus yang dramatis melalui dialog dengan orang Yahudi menggambarkan natur ontologis
tokoh utama. Kata kerja aktif egero “saya akan membangun kembali”
mengindikasikan bahwa tokoh utama memiliki kuasa kebangkitab dan bahwa menurut
diri-Nya sendiri adalah sumber kehidupan. Kematian tidak dapat menahan sang
pemberi hidup. Yesus, sumber kehidupan, membangkitkan diri-Nya sendiri dari
kematian. Kuasa kebangkitan-Nya tidak bergantung pada kuasa dari luar. Pembaca
yang telah membaca prolog Yohanes adalah sekarang mampu untuk mengerti lebih
jelas pernyataan narator dalam 1:4”dalam Dia ada hidup”. Yesus adalah Allah
dimana kehiudpan ada dan oleh-Nya itu diberikan. Lebih lagi, narator berbicara
juga tentang kebangkitan Yesus sebagai pekerjaan Allah yang menggunakan kata
kerja pasif (dia telah dibangkitkan) dalam 2;22. Yesus tidak hanya membangkitan
diri-Nya tetapi juga dibangkitkan oleh Allah dari kematian. Kemudian
kebangkitan Yesus adalah manifestasi kuasa Allah yaitu dari Yesus dan Allah.
Peristiwa kebangkitan membuka mata
spiritual para murid untuk melihat Perjanjian Lama dengan mata yang baru dan
untuk mengerti signifikansi kesaksian Yesus melalui perbuatan dan
perkatan. Mengapa? Kebangkitan
menyingkapkan keilaihan tokoh utama. Kebangkitan menunjukkan kesaksian Yesus
sebagai rupa Allah yang tidak kelihatan.
Dengan pemahaman ini, pembaca tidak
akan diherankan oleh pernyataan narator bahwa banyak orang di Yerusalem percaya
kepada Yesus (2:23) dan bahwa “Yesus mengenal apa yang ada dalam hati manusia”
(2:25). Yesus adalah Allah, sejak Dia mengenal hati manusia dengan sempurna. Yesus
dikarakteristikkan sebagai figur yang mahatau yang mengetahui segala sesuatu
dalam hati manusia. (Kej. 6:5, Maz. 7:10; 26:2; 44:21, Yer 11:20, 12;3).
Pengetahuan ilahi milik Yesus menggambarkan bahwa Dia tidak hanya manusia
tetapi juga yang Ilahi. Pembaca yang hidup dalam tradisi Yahudi dan diterangkan
kepada pengetahuan ilahi tokoh utama memaksa untuk mempercayai keilahian yesus
dengan segenap hati.
Keluarga Yesus pertama-tama muncul
dalam adegan pada Yoh. 2:12, sebagimana Yesus, ibu-Nya, dan saudara-saudara-Nya
tinggal selama beberapa hari di Kapernaum. Narator tidak menceritakan pada
pembaca apa yang terjadi disana. Fakta bahwa Ibu Yesus telah melihat banyak
tanda yang Yesus nyatakan, pembaca secara alami mengharapkannya untuk percaya
kepada Yesus. Tetapi narrator kembali diam atas itu itu. Tidak ada juga
indikasi bahwa saudara2 Yesus percaya kepada-Nya. Tidaklah jelas apakah
saudara2 Yesus menemaninya sebelum dan sesudah perayaan Paskah dan sejak
melihat dan mendengar perbuatan-Nya di tempat Non-Yahudi, dialog-Nya dengan
orang-orang Yahudi, dan manifestasi dari banyak mujizat. Ketika mereka kembali
muncul dalam dunia narasi (7:2-10) itu dinyatakan bahwa mereka tidak percaya
kepada-Nya. Ini menunjukkan bahwa peristiwa di Yerusalem tidak memiliki dampak
langsung terhadap kehidupan mereka. Dalam Yoh 2:11, mungkin masuk akal
mengasumsikan bahwa hubungan antara Yesus dan keluarga-Nya adalah tetap tidak
dapat diputuskan. Terlebih lagi, narasi tentang keluarga Yesus, dimana secara
tekstual pendek, mengindikasikan maksud narrator untuk menunjukkan bahwa
keluarga Yesus tidak dibatasi pada hubungan darah.
Kebangkitan Yesus secara radikal
mengubah kelompok karakter kedua dalam narasi, yaitu murid-murid. Sebelum
kebangkitan mereka tidak secara penuh mengerti makna tindakan dan dialog Yesus
dalam Bait Allah. Murid-murid yang disebutkan dalam Yoh 2:11 adalah Andreas,
murid yang tidak bernama, Pilipus, Petrus dan Nathanel. Mereka adalah
orang-orang pertama yang menerima dan percaya di dalam Dia. Kehadiran
murid-murid dalam Bait Allah untuk merayakan Paskah sebagai orang Yahudi yang
saleh diisyaratkan dengan bahasa “going down” (2:12) dan “going up” ke
Yerusalem (2:13). Meskipun melihat perbuatan Yesus di tempat Non-Yahudi,
murid-murid tampak tidak sadar akan misi universalitas dari tokoh utama, dimana
termasuk orang Yahudi dan Non-Yahudi. Meskipun mereka mendengar kata-kata
Yesusdalam Bait Allah, mereka tampaknya kehilangan manifestasi atas kemuliaan
sebagai kehadiran Allah di dalam dunia. Tetapi peristiwa kebangkitan membuka
mata dan telinga mereka. Dengan keberadaan narasi yang disusun dari sebuah
perspektif sesudah kebangkitan, mengingat tema yang tak terhindarkan muncul
(2:17, 22), menunjukkan bahwa murid-murid dalam Yoh 2:17, 22 lebih besar
daripada jumlah yang disebutkan dalam Yoh. 2:12. Murid-murid setelah
kebangkitan ini adalah komunitas Yohanes. Apa yang terjadi pada mereka?
Komunitas Yohanes diingatkan akan kesaksian Yesus dalam perbuatan dan
perkataan. Ayat 17 menjadi sebuah momen untuk komunitas untuk melihat dengan
jelas makna perkataan Yesus. Kata kerja pasif
emnesthesen (“they were
reminded”) mengindikasikan, bahwa komunitas Yohanes diingatkan. Oleh siapa?
Pengingatan tema sesuai dengan janji yesus mengenai pekerjaan Roh Kudus dalam
hidup para murid setelah kenaikan-Nya (7:39; 14:26). Roh Kudus menolong
komunitas untuk mengingatkan perkataan dan pebuatan Yesus dan memampukan mereka
untuk memaknai secara teologis peristiwa2
Kristus dengan penuh makna. Kebangkitan Yesus membuka mata komunitas
untuk melihat Perjanjian Lama secara Kristologis dan untuk memahami lebih dalam
perkataan dan perbuatan Yesus sebagai penggambaran kehadiran Allah di dalam
dunia. Melalui ini berarti, komunitas Yohanes dimampukan untuk memahami secara
mendalam siapa Yesus secara ontologism dan fungsional.
Narator menyatakan bahwa komunitas
Yohanes mengerti tubuh yesus sebagai Bait Allah setelah kebangkitan. Yesus
tidak menempatkan atau bahkan memusnahkan bait itu tetapi
mempersonalisasikannya. Bait Allah di yerusalem hanya sebuah bayangan dari bait
yang nyata dan sempurna. Yesus adalah bait yang nyata dimana Allah secara
sempurna berdiam (Yoh 1:14). Dengan pengertian ini, kesaksian Yesus melalui
perbuatan dan perkataan di tempat Non-Yahudi menyatakan bahwa tidak ada dinding
pemisah antara orang Yahudi dan Non Yahudi di dalam yesus sebagai Bait Allah.
Keuniversalitasan bait Allah, yang adalah tubuh Kristus, muncul sebagai poin
kesaksian Yesus yang penting.
Meskipun murid2 kemungkinan hadir
selama perayaan Paskah ketika Yesus menampilkan banyak tanda (2:23), narrator
tidak mencatat dampaknya secara eksplisit dalam hidup para murid. Jika banyak
orang merespon dengan percaya kepada Yesus, murid-murid diam ketika melihat
mujizat. Respon dari mpara murid, seperti dijelaskan diatas, hanya muncul
setelah kebangkitan. Para murid, seperti yang telah digambarkan oleh narrator
dalam 2:22, percaya kepada Yesus. Ini adalah bukan moment kelahiran iman dari
para murid tetapi sebuah pembangunan pemahaman iman. Membaca peristiwa2 dri
tragedy Bait Allah dalam Yoh 2:11 dan 20;30, hal itu masuk akal dapat diduga
bahwa iman para murid semakin diperdalam saat mereka melihat banyak tanda.
Tidaklah terlalu jauh untuk menyatakan bahwa pengingatan tema menolong
murid-murid mengerti kesaksian yesus selama paskah di Yerusalem (2:23).
Pedagang binatang dan penukar uang,
kelompok karakter ketiga dalam adegan ini, menggunakan tempat Non-Yahudi di
Bait Allah, dengan izin dari para pemimpin agama, sebagai pasar perdagangan.
Bisnis mereka secara praktis menghalangi orang Non-Yahudi yang akan beribadah
kepada Allah. Orang Non-Yahudi merasa terganggu oleh keramaian para pedagang
itu, suara burung dan sapi. Sebagaimana dicatat diata, koin2 para penukar uang,
meskipun tersebar, dapat dengan mudah dikumpulkan kembali, dan Yesus mengusir
merpati yang dijual tanpa menerbangkannya dari sangkarnya. Kemudian tidak ada
maksud untuk membawa bahaya bagi binatang2. Para pedagang melihat tindakan
Yesus sebagai sebuah tindakan kejahatan, kemudian mereka segera mengajukan
protes kepada pemerinta Romawi. Yesus secara sederhana melarang mereka
menggunakan tempat ibadah untuk semua bangsa sebagai pasar perdagangan.
Tindakan Yesus dengan jelas menggambarkan bahwa tempat orang Non-Yahudi adalah
sebagai tempat kudus yang penting, keduanya (tempay Yahudi dan Non Yahudi)
adalah rumah Bapa. Sebaliknya, para pedagang dan penukar uang menghalangi semua
orang dari berbagai bangsauntuk menyembah Allah. Tindakan2 mereka mengimplikasikan
bahwa Orang Non-Yahudi bukanlah umat Allah, tetapi Yesus menegaskan bahwa
ibadah oleh orang-orang dari semua bangsa adalah penting sama seperti
orang-orang Yahudi. Yesus juga menyaksikan kepada para pedagang dan penukar
uang bahwa dia memiliki sebuah relasi yang unik dan pribadi dengan Allah yang
Ia sebut sebagai Bapa-Nya (2:16). Jelas sebagaimana yang tokoh utama saksikan,
para pedagang binatang dan penukar uang tidak memberikan bayak respon yang
positif. Mereka dapat disebut sebagai orang-orang yang tidak percaya karena
mereka tidak memahami makna dari mujizat.
Respon langsung terhadap ambisi
Yesus datang dari para pemimpin agama (bukan dari otoritas pemerintahan
Romawi), sebuah kelompok karakter yang mungkin takut kehilangan pendapatan financial
(Bauckham 1988, 72-79). Mereka mempertanyakan makna dibalik tindakan Yesus,
sebuah otoritas yang dapat dibuktikan hanya melalui menunjukkan tanda mujizat. Pertanyaan
tentang otoritas yang berbentuk tuntutan atas tanda menunjukkan bahwa para
pemimpin agama menutup mata spiritualitas mereka terhadap kesaksian Yesus di
tempat Non Yahudi. Meskipun tidak ada indikasi secara jelas suatu permusuhan
yang diungkapkan oleh para pemimpin agama, namun bibit konflik dengan mereka
telah muncul. Konflik muncul bukan karena Yesus memiliki sikap anti-imam atau
sebuah rencana untuk memusnahkan bait Allah tetapi karena ketidakpercayaan
mereka. Tuntutan dari para pemimpin agama atas suatu tanda, faktanya, diperoleh
dengan segera melalui Yesus dalam bentuk sebuah acuan kepada kebangkitan-Nya
(2:19). Kemudian kebangkitan dapat dipahami sebagai tanda yang supernatural dan
klimaks dalam keempat Injil. Itu adalah sebuah tanda komunitas universal yang
terwujud dimana Orang Yahudi dan Non Yahudi dipersatukan. Kebangkitan adalah
tanda dalam hal menghasilkan iman bahwa Yesus adalah Mesias, anak Allah.
Tetapi mungkinkah memikirkan
tindakan Yesus di dalam Bait allah itu sendiri sebagai sebuah tanda? Itu memang
sebuah tanda, karena empat alasan. Pertama, tindakan menghasilkan iman dalam
Yesus (2:22). Tindakan Yesus memperdalam iman murid-murid. Kedua, pengingatan
tema (2:17, 22) memiliki dampak memperdalam iman para murid. Ketiga, Yoh. 4:48
dan 6:30, diantara yang lain, menunjukkan bahwa tanda-tanda mampu melahirkan
iman. Terakhir, pernyataan penutup narasi mengindikasikan bahwa tanda yang
terdapat dalam keempat Injil berarti memperoleh dan meneguhkan iman dalam yesus
(20:30-31). Tanda adalah kemudian kesaksian Yesus dalam perkataan dan perbuatan
yang menggambarkan gambar Allah. Poin ini akan didiskusikan kemudian.
Narator tidak mencatat secara detail
kesaksian Yesus melalui banyak orang, kelompok karakter terakhir disebutkan
dalam episode tersebut, datang untuk percaya kepada-Nya. Kesaksian Yesus di
Yerusalem selama perayaan Paskah diringkas dalam kata “tanda-tanda”: banyak
orang percaya kepada Yesus sebagai hasil dari melihat tanda-tanda. Meskipun polloi (“banyak orang”), adalah
laki-laki, itu tampaknya tidak tepat untuk meilhat kumpulan orang banyak itu
hanya terdiri dari laki-laki saja. Adalah penting untuk dicatat bahwa narator
tidak menyebutkan natur dari tanda-tanda itu atau latar belakang orang-orang
percaya kepada-Nya. Tetapi seperti Paskah yang adalah perayaan internasional,
itu seharusnya diperhatikan oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia. Karena
itu, itu tampak mungkin untuk menyatakan bahwa orang banyak terlibat dalam
kumpulan besar orang-orang, yang bersifat internasional.
Narator melaporkan dalam 4:45 bahwa
Orang Galilea berpartisipasi dalam perayaan Paskah di Yerusalem dan melihat
semua yang Yesus lakukan di Yerusalem. Tetapi tidak ada respon eksplisit
percaya kepada Yesus. Mereka datang kepada Yesus dengan antusias. Ini masuk
akal ada sebuah indikasi dari persepsi mereka bahwa tindakan Yesus sebelumnya
di dalam bait Allah, diantara yang lain, adalah sebuah protes melawan
komersialisasi dari sistem pengorbanan, sebuah sistem yang membawa keuntungan
ekonomi kepada Yerusalem sementara menjadi sesuatu yang bersifat menindas
dengan beban finansial kepada orang-orang dari negara lain (Bauckam 1988,
78-79). Peringatan penerimaan orang-orang Galilea ketika Yesus kembali adalah
juga sebuah respon dari melihat dan mendengar kesaksian Yesus. Mereka menyambut
Yesus, tetapi tidak memberi-Nya penghormatan dengan percaya kepada-Nya. Pengecualian
orang-orang Galilea dari orang-orang yang percaya kepada Yesus lebih lanjut
menguatkan sifat internasional dari orang-orang banyak.
Plot
Alur – Penstrukturan dan
pengelompokkan garis suatu cerita -- adalah bergerak maju. Ini adalah logika
dan pembentukan dari narasi. Jika suatu alur adalah tubuh dari suatu narasi,
karakter adalah jiwanya (Bar-Efrat 200, 93). Sebagaimana Yesus membawa kesaksian,
karakter-karakter bereaksi dalam dua cara yang berbeda. Gambaran dari dua
perlawanan karakter-karakter secara diametris dalam narasi (orang-orang percaya
dan orang-orang tidak percaya) secara jelas menghubungkan peristiwa berseri ke
dalam sebuah kesatuan unit narasi. Lebih jauh, kehadiran keduanya, yaitu
orang-orang percaya dan orang-orang tidak percaya dalam dunia narasi
menunjukkan bahwa alur didorong oleh konflik. Alur dibangun pada sebuah konflik
dari yang percaya dan tidak percaya. Sebagaimana dicatat diatas,
karakter-karakter yang merespon dengan tidak percaya termasuk saudara-saudara
Yesus, para pedagang dan penukar uang, para pemimpin agama, dan banyak orang
yang tidak percaya. Para murid dan orang lain yang percaya mendramatisir
orang-orang percaya. Banyak orang yang memulai hubungan mereka dengan Yesus, karena
mengindikasikan tujuan dari tindakan penginjilannya, sementara itu murid-murid
memperdalam relasi mereka dengan Yesus, sejak pengungkapan tujuan pendidikan. Karakter-karakter
mencakup alur sejauh sebagaimana respon mereka, salah satu yang percaya Yesus
atau yang tidak percaya.
Alat-alat
sastra
Dalam proses komunikasi,
pesan disampaikan dan diterima secara eksplisit dan implicit. Seringkali pesan
yang implicit lebih kuat daripada pesan eksplisit. Sejauh Yoh. 2:12-25
dikaitkan, ada dua tipe pesan implisit yang ditemui: simbol dan kesalahpahaman.
Alat-alat sastra ini muncul dalam fokus narasi, adegan kedua di bait Allah
(2:13-25) penulis dan pembaca ditetapkan dan dipertahankan untuk meyakinkan pembaca
dari tujuan penulisan penulis: yaitu memperoleh dan mendidik iman dalam Yesus.
Sebuah “simbol” menggunakan realitas di bumi untuk
menyatakan realitas yang lain. Pembaca mencari untuk menyusun dua realitas ke
dalam satu arti, sebuah arti dimana karakter2 dalam teks mungkin tidak
menyadarinya. Dalam Alkitab Ibrani bait Allah menyimbolkan kehadiran Allah. Narator
memberi tanggapan dalam Yoh. 2:21 menyatukan symbol dan apa yang disimbolkan.
Bait Allah sebagai symbol dari kehadiran Allah dibumi tidak lagi dibatasi
dengan sebuah bangunan tetapi dipusatkan kepada Yesus. Yesus adalah Allah yang hadir di bumi, sejak
Bapa telah memusatkan Dia untuk menjadi bait Allah yang hidup. Ide untuk
mempersonalisasi dari bait Allah tidaklah dikenal diluar keempat Injil.
Komunitas Qumran percaya bahwa kehadiran Allah tidak lagi terikat pada bait
Allah di Yerusalem tetapi murni merepresentasikan Israel oleh Qumran. Dalam
pandangan mereka, bait Allah di Yerusalem telah dirusak oleh para pemimpin
agama dan orang-orang (lihat Gartner 1965, 16-44).
Perangkat kesalahpahaman dihubungkan kepada symbol karena
karakter-karakter gagal untuk memahami symbol yang kemudian diklarifikasi oleh
narator. Kesalahpahaman terjadi dalam bagain pusat dari narasi (Yoh. 2:13-22)
supaya meningkatkan perhatian pembaca terhadap tokoh utama. Dialog antara Yesus
dan para pemimpin agama menciptakan kesalahpahaman yang total. Dalam persepsi
para pemimpin agama, Yesus sedang menghancurkan bait Allah, sedangkan Yesus
bermaksud penghancuran tubuh-Nya oleh para pemimpin agama, dimana kemudian Dia
akan bangkit. Narator mampu untuk menyelesaikan kesalahpahaman sehingga pembaca
tidak akan gagal untuk mengerti kata-kata Yesus. Sekarang bait Allah
dibangkitkan dalam tubuh Yesus. Narator membimbing pembaca, yang melihat
pengrusakan bait Allah tahun 70, kepada kebangkitan Yesus sebagai bait Allah
yang nyata dank arena itu memaksa pembaca untuk mengarahkan lagi sikap mereka
kepada bait Allah. Pusat kehidupan dan penyembahan yang baru bukanlah bait
Allah, melainkan Yesus sendiri. Yesus sebagai personalisasi bait Allah sekarang
secara spiritual hadir diantara komunitas orang-orang percaya. Bait Allah yang
baru tidak lagi terbatas pada tempat istimewa atau orang-orang. Bait Allah yang
baru adalah tubuh Kristus yang sekarang menjadi universal. Kegagalan untuk
memahami perkatan Yesus mungkin memimpin pembaca untuk jatuh ke dalam
pengorbanan narasi dari para pemimpin agama yang tidak percaya kepada Yesus. Para
pemimpin agama dikorbankan oleh kegagalan mereka untuk mengerti. Pembaca,
karena itu, didorong untuk mengikuti langkah-langkah para murid melalui
pembacaan Kitab Suci secara Kristologis dan dengan memperdalam pemahaman mereka
tentang siapa Yesus, seperti yang tersingkap melalui perkataan dan
perbuatan-Nya.
Dua alat sastra ini, yaitu symbol dan kesalahpahaman,
diletakkan dalam adegan kedua (Yoh. 2:13-22), dimana itu adalah fokus dari
narasi. Alat-alat ini berupaya membujuk pembaca mengindentifikasi dengan baik
para pemimpin agama atau para murid. Pembaca tidak dapat tetapi mencakup
perspektif ideology narator, yang dinyatakan dalam Yoh 20:31. Pembaca diundang
untuk bergabung dengan komunitas internasional orang-orang percaya. Dampak
keseluruhan dyang iciptakan oleh narator melalui alat-alat ini adalah
signifikansi kematian tokoh utama dan sehingga menginternasionalisasikan
komunitas orang-orang percaya.
Tanda-Tanda
dan Iman
Seperti yang telah dicatat
diatas, kelompok karakter-karakter dimasukkan dalam naratif Yohanes tragedi
bait Allah membawa tema-tema naratif. Seperti dua tema akan disorot disini:
iman dan komunitas universal; dan hubungan diantara iman dan tanda-tanda.
Iman
dan Komunitas Universal
Interaksi diantara Yesus
dan bermacam-macam kelompok karakter dalam Yoh. 2:12-25 menjelaskan aspek
komunal iman. Hasil-hasil interaksi tersebut membangkitkan dan memperdalam
kepercayaan komunal, pendidikan iman dan penginjilan iman.
Marilah kita mengarahkan kembali perhatian pertama kepada
pendidikan iman. Murid-murid
digambarkan sebagai orang-orang percaya dalam Yoh. 2:11, tetapi mereka tidak
mengerti perbuatan Yesus di tempat Non Yahudi di bait Allah. Bagaimanapun juga,
perspektif baru tentang kebangkitan Yesus membuka pemahaman baru sebagaimana
Roh Kudus mengingatkan mereka tentang arti dan tujuan dari perkataan dan
perbuatan Yesus. Karena itu, para murid menyadari sifat keuniversalan kesaksian
Yesus. Orang Yahudi dan orang Yunani dipersatukan ke dalam satu tubuh dalam
Kristus. Penyatuan orang Yahudi dan Non Yahudi tidak terhindarkan membawa Yesus
kepada salib. Kematian Yesus pada salibmenghancurkan tembok pemisah antara
orang Yahudi dan Non Yahudi. Dalam tubuh Kristus sebagai bait Allah yang baru,
tidak ada lagi ras yang terasing dan bermusuhan tetapi sebuah kesatuan dan
orang-orang yang berdamai. Semua kelompok etnik adalah sama posisinya dihadapan
Allah. Pemaham yang baru para murid ini diungkapkan, seperti diskusi diatas, yang
terambil dalam Maz. 69:9 dalam Yoh 2:17. Penyatuan orang Yahudi dan Non Yahudi
ke dalam umat Allah “mengkonsumsi” tubuh Yesus. Motivasi ini, didramatisir dalam tragedy bait
Allah, dimana Yesus membayar dengan hidup-Nya sendiri. Melalui kematian-Nya pada
salib, Yesus menyatukan kelompok2 etnik ke dalam bait yang sempurna, yaitu
tubuh-Nya. Itu jelas, karena itu betapa iman para murid diperdalam secara
komunal. Para murid secara komunal melihat Yesus dengan mata yang baru. Tetapi
pertumbuhan ini tidak berhenti. Para murid melanjutkan membangun iman mereka
melalui tubuh Yesus dan peristiwa kebangkitan. Narator memberi tanggapan dalam
Yoh 2:21 menegaskan bahwa tubuh Yesus adalah tempat yang sempurna Allah
berdiam. Itu sempurna karena tidak ada pemisahan diantara orang Yahudi dan Non
Yahudi atau pemisahan kelompok etnik dari Allah. Dalam masa sesudah
kebangkitan, Roh Kudus menolong komunitas universal orang-orang percaya untuk
mengingat dialog diantara Yesus dengan para pemimpin agama, sementara itu pada
waktu yang sama mendapatkan penjelasan akan signifikansinya. Komunitas orang
percaya mulai mengerti bahwa dari mulanya rencana kekal Allah adalah
mempersatukan orang Yahudi dan orang Non yahudi menjadi satu umat.
Penafsiran dialog diantara Yesus dan para pemimpin agama
dari perspektif kebangkitan, komunitas orang percaya sekarang mempunyai
hubungan baru dengan Perjanjian Lama. Komunitas orang percaya dimampukan untuk
membaca Kitab Suci secara Kristologis. Yesus adalah Mesias seperti yang
dinubuatkan dalam Perjanjian Lama, dan melalui-Nya sendirilah satu-satunya
kunci untuk membukan pemahaman yang benar. Roh Kudus lebih lanjut menolong
murid-murid untuk mengerti signifikansi dari perkataan Yesus. Dari pandangan
kebangkitan, komunitas orang percaya mulai memahami perkataan Yesussebagai
gambaran akan kehadiran Allah. Komunitas orang percaya kemudian tidak mempunyai
sikap mendua seperti bagaiamana untuk mengkaitkan perjanjian Lama dan perkataan
Yesus dengan menempatkan mereka dalam satu tempat. Komunitas iman orang percaya
lebih lanjut dikuatkan oleh peranan Roh Kudus seperti yang mereka baca pada
Kitab Suci secara kristologis dan menafsirkan perkataan Yesus secara teologis.
Kemudian keduanya Perjanjian Lama dan perkataan Yesus memperdalam iman komunal.
Interaksi diantara Yesus dan berbagai macam karakter juga
berfungsi untuk memperdalam iman penginjilan. Dalam Yoh 1:35-51 orang-orang
datang untuk beriman, tetapi dalam tragedi bait Allah narator diperihatinkan dengan kelahiran iman secara
komunal. Orang-orang datang untuk beriman pada Yesus secara masal. Tanda-tanda
di tempat Non Yahudi di bait Allah dan peristiwa kebangkitan mendidik iman para
murid, tetapi tanda tanda-tanda yang ditunjukkan selama perayaan Paskah
menyebabkan banyak orang percaya kepada-Nya dan mengisyaratkan bahwa banyak
orang juga tidak percaya kepada-Nya. Hal itu dapat diduga, karena itu, bahwa
banyak orang yang percaya adalah komunitas internasional. Selemah bukti yang
terlihat, pembacaan narasi kritis menunjukkan bahwa itu tidaklah masuk akal
bahwa banyak orang yang percaya menyandiwarakan keuniversalitasan tubuh Yesus.
Banyak orang percaya kepada Yesus, tetapi Yesus tidak
mempercayakan diri-Nya kepada mereka. Mengapa? Narator memberi dua alasan.
Pertama, Yesus tahu semua orang secara langsung dan bersamaan(2:24). Kedua,
Yesus tidak perlu banyak informasi mengenai natur dan kepribadian manusia,
sejak ia mengetahui segala sesuatu dalam hati manusia. Dua catatan menegaskan
bahwa orang-orang yang percaya kepada Yesus, secara masal tidak perlu setiap
orang memperkenalkan dirinya secara pribadi kepada Yesus. Juga, orang-orang
yang percaya tidak perlu secara fisik mengikuti-Nya. Yesus mengenal mereka
semuasecara komprehensif dan bersamaan. Dengan kata lain, narator membedakan
orang-orang yang percaya dalam 1:19-2:11 dari mereka yang percaya dalam
2:12-25: dalam ayat yang sebelumnya, murid-murid yang pertama mengikuti Yesus
sebagai guru. Orang-orang percaya yang baru tidak disebutkan dalam ayat-ayat
yang selanjutnya. Jika berhubungan dengan Yesus tidak berarti mengikuti-Nya
secara fisik kemanapun Dia pergi, pertanyaan muncul seperti bagaimana komunitas
orang-orang percaya selanjutnya membangun hubungan dengan Yesus. Apakah secara
individual atau dalam jumlah yang banyak, tokoh utama mengenal mereka semua
secara serentak. Sebuah catatan bahwa menyatakan kehadiran spiritual Yesus
diantara komunitas orang percaya. Bahwa Yesus “tidak mempercayakan
diri-Nya” kepada komunitas orang percaya
(2:24). Berarti bahwa Yesus tidak mengkaitkannya secara fisik kepada mereka
yang percaya. Yesus tidak perlu jenis hubungan fisik, sejak Dia mengenal
komunitas orang percaya universal secara penuh. Narator tidak merujuk kepada
kedekatan Yesus secara fisik tetapi kepada relasi spiritual-Nya dengan
orang-orang percaya secara komunal. Poin ini dijelaskan dalam Yoh. 6:56 dan
10:14-16. Kehadiran spiritual Yesus diantara orang-orang percaya melintasi pembatas
ruang dan sementara.
Tetapi bagaimanakah orang-orang percaya secara komunal
menguatkan iman mereka tanpa mengikut Yesus secara fisik? Dalam hal ini, fungsi
dari Perjanjian Lama dan perkataan Yesus memainkan peran yang penting, yang
menjelaskan alasan karena keduanya terlibat di dalam narasi. Meskipun Yesus
tidak mempercayakan dirinya kepada orang-orang percaya-itu adalah, tidak
berhubungan secara fisik dengan mereka – iman mereka dapat diperdalam melalui
penyingkapan Perjanjian Lama dan perkatan-Nya. Kemudia, banyak orang dapat
berhubungan dengan Yesus dengan serentak, memasuki sebuah komunitas orang-orang
percaya, yang diciptakan oleh kematian Yesus, ditetapkan dan dikuatkan oleh
Perjanjian Lama dan perkatan-Nya dan diterangi oleh Roh Kudus.
Iman
dan Tanda-Tanda
Sementara tanda-tanda
diberikan kepada para pedagang, penukar uang, dan para pemimpin agama,
karakter2 ini tidak melihat maknanya dan, sebagaimana hasilnya adalah tidak
percaya kepada Yesus. Hanya setelah kebangkitan arti tanda-tanda itu dimengerti
oleh para murid, menghasilkan hubungan yang mendalam dengan Yesus Komunitas
orang percaya dengan jelas melihat tragedy bait Allah sebagai penyataan
keuniversalan orang-orang percaya yang tercipta melalui kematian Yesus.
Orang-orang di Yerusalem selama perayaan Paskah datang
untuk percaya kepada Yesus. Mengapa? Melihat tanda-tanda yang Narator ceritakan
menyebabkan bayak orang percaya kepada-Nya. Tetapi apakah tanda-tandanya?
Banyak professor melihat Yohanes, semeia sebagai mujizat. Banyak professor
menyimpulkan bahwa jenis kepercayaan adalah didasarkan pada mujizat yang
dipertimbangkan tidak cukup dalam keempat Injil. Scnackenburg, seperti yang
lain mengambil pandangan ini, menyimpulkan bahwa “kepercayaan orangn banyak”
‘di dalam nama-Nya’ (2:23)… dikarakteristikkan sebagai sebuah ketidakcukupan
kepercayaan yang menempel pada mujizat, dimana Yesus dengan sengaja menolaknya”
(1968, 341, 358). Iman, sesuai dengan Scnackenburg dan yang lain, harus
didasarkan pada perkataan yesus sendiri, semenjak mujizat sebagai bukti secara
luas ditolak, khususnya setelah zaman pencerahan. Tetapi apakah “semeia”
berarti “mujizat”? Semeia dalam Yohanes tidak memerlukan perbuatan-perbuatan
yang ajaib, semenjak mereka dapat juga menjadi kata-kata atau tindakan.
“tanda-tanda” sedang disaksikan melalui perkataan dan tindakan yang
menyingkapkan siapa pribadi Yesus. Meskipun semeia
disebutkan dalam Yoh. 2:23 tidak perlu merujuk pada Yoh 2:18, itu jelas
bahwa semeia menyatakan perkataan dan
tindakan Yesus. Kemudian, perbuatan Yesus di dalam tempat orang Non Yahudi di
bait Allah dan kebangkitan yesus dilihat sebagai “tanda-tanda”. Tanda-tanda
dalam naratid menyatakan keuniversalan tubuh Kristus. Menariknya, narrator
membuat sebuah perbedaan diantara semeia dan
terata (mujizat) dalam Yoh 4:48. Ini
adalah dua hal yang mewakili dua perbedaan tipe-tipe akan fenomena tersebut. Selebihnya,
sejalan dengan Yoh 20:30-31, semeia dalam
keempat Injil dimaksudkan terutama untuk memimpin orang-orang supaya percaya
kepada Yesus. Mereka secara dekat berhubungan dengan tema kepercayaan. Karena
itu, itu akan tampak menyesatkan untuk menyatakan bahwa iman dihasilkan oleh
tanda-tanda yang tidak cukup. Semeia merujuk
kepada perkatan dan perbuatan Yesus, salah satu darinya dapat menciptakan dan
menguatkan iman.
Orang banyak yang percaya kepada nama Yesus memiliki
sebuah iman yang tidak cukup, meskipun bibitnya, didasarkan pada kesaksian Yesus
sendiri. Iman ini, seperti iman para murid, perlu diperdalam, tetapi kecukupan
iman tersebut diungkapkan dalam fakta bahwa Yoh 2:23 menggunakan penyusunan
gramatikal yang sama seperti Yoh 1:12, dimana kepercayaan di dalam Yesus
memperoleh kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Pembacaan Schnackenburg atas
Yoh 2::23 akan menyerang Yoh 1:12, kemudian mengusulkan bahwa narator
berkontradiksi dan tidak terpercaya. Yesus sendir berbica dengan jelas, “dia
yang datang kepada-Ku Aku tidak akan membuangnya” (6:37). Kemudian, penting
untuk menegaskan bahwa narrator tidak menggambarkan penolakan Yesus atas iman
orang-orang. Tidak seperti semeia dalam
2:11 yang menguatkan iman orang-orang percay, dalam Yoh 2:23 tanda-tanda
menjadi daar dari kepercayaan. tanda-tanda dalam 2:11 tidak diberikan kepada
semua orang, hanya kepada komunitas orang percaya. Iman ditemukan dalam
pengamatan tanda-tanda bukanlah rendahan, sejak narrator menggambarkan semeia
berfungsi untuk menciptakan dan menguatakan iman.
Kemudian, untuk orang-orang percaya tanda-tanda berfungsi
untuk menguatkan iman, sedangkan untuk orang-orang tidak percaya mereka
membangkitkan kepercayaan di dalam Dia. Semeia dihubungkan dengan tindakan
dramatis dan dengan perbuatan ajaib Yesus dan kebangkitan. Tanda-tanda menandakan
siapa Yesus dan menciptakan, dampaknya, sebuah pembagian sudut pandang dalam
kehidupan manusia dimana beberapa orang datang untuk percaya dalam nama-Nya
(Yoh 4:53-54) sementara itu yang lain menolak-Nya (11:47). Semeia menandakan
kehadiran ilahi di bumi kepada semua kelompok etnik, kesaksian yesus yang
universal.
Kesimpulan
Pembacaan naratif
mengungkapkan bahwa keuniversalan tubuh yesus sebagai bait Allah yang baru
dimana orang Yahudi dan Non yahudi bersatu yang adalah pesan utama dari Yoh.
2;12-25. Keuniversalan ini diperkuat oleh tekstur teks dan kehadiran kelompok
karakter-karakter yang dimasukkan dalam dunia naratif. Dinding permusuhan yang
memisahkan kedua kelompok etnis dihancurkan oleh kematian dan kebangkitan
Yesus. Keuniversalan komunitas orang percaya lebih jauh didramatisir dalam
3;1-4:54 melalui pemilihan karakter dari jenis kelamin yang berbeda, status
sosial, dan latar belakang etnis. Ketika seorang percaya kepada Yesus, ia
dimasukkan ke dalam komunitas yang sifatnya adalah universal. Salah satu relasi
dengan Yesus menyebabkan seorang percaya mengkaitkan kepada komunitas universal
orang-orang percaya ini.
Analisis karakter-karakter diatas juga menggambarkan
bahwa keempat injil disusun untuk memulai iman dalam yesus dan untuk
memperdalam iman komunitas orang percaya. Karakter2 yang dimasukkan dalam dunia
naratif mendramatisir aspek-aspek penginjilan dan pendidikan iman. Pembacaan
naratif menolong menyingkapkan, lebih dan diatas pembacaan bahasa dan historis,
dua tujuan dari keempat Injil seperti yang dinyatakan dalam Yoh. 20;31. Apakah
arti dari penginjilan? Apakah keempat injil dianggap sederhana seperti traktat
agama? Apakah keempat Injil beredar bebas diantara orang-orang yang tidak
percaya? Kita hanya bisa menduga jawabannya. Semakin besar kemungkinan scenario
adalah bahwa FG digunakan dalam ibadah Kristen di mana orang
tidak percaya hadir. Permintamaafan
pertama Justin menjelaskan Ibadah Minggu umum oleh orang-orang percaya di
kota atau pedesaan dan menyebutkan pembacaan Kitab Suci, termasuk “kenangan
akan rasul2), sebagai poin focus kebersaman. Inklusivness dari kebersamaan
orang-orang percaya yang diperhatikan oleh orang-orang tak percaya,
diisyaratkan pada tulisan Justin. Dari era permulaan, kehadiran orang-orang tak
percaya pada kebersamaan orang-orang percaya secara eksplisit melaporkan dalam
1 Kor 14:23-24. Kemudian, keempat Injil ini cenderung dibaca dan digunakan
komunitas Yohanes dimana orang-orang tak percaya hadir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar