Rabu, 09 Desember 2015

A Narrative Reading: Yohanes 2:12-25



Yohanes 2:12-25Sebuah Bacaan Narasi

Oleh Pdt. Armand Barus Ph.D
                                              Diterjemahkan oleh Wahyu A. Setiadi  

Berbeda dengan E.P Sanders (1985), yang menyatakan bahwa tragedi Bait Allah adalah suatu nubuatan simbolik tentang penghancuran Bait Allah, dan Richard Bauckham (1988), yang menyatakan bahwa itu adalah sebuah simbolis “penyerangan terhadap tata pengaturan keuangan bagi sistem pengorbanan,” tulisan ini akan mengusulkan bahwa pesan utama dari tragedi Bait Allah dalam Yohanes adalah keuniversalitasan tubuh Kristus sebagai Bait Allah yang baru dimana orang Yahudi dan non-Yahudi disatukan. Pembacaan narasi kritis akan digunakan untuk menghasilkan penafsiran yang baru dari tragedi Bait Allah. Hal ini berarti bahwa berbagai ciri (fitur) narasi akan ditelusuri untuk menyingkapkan pesan utama teks.

Naratif Yohanes Tentang Tragedi Bait Allah
Pembacaan naratif kritis menelusuri sebuah tema dengan menganalisa isi cerita (karakter/pengkarakterisasian, alur) di dalam konteks tekstual dan narasi (hubungan intra-tekstual, setting), mempertimbangkan bagaimana sebuah cerita diceritakan (narrator dan pandangannya, alat-alat literature) dengan menganalisanya pada dua level cerita dan wacana di dalam konteks pembacanya. Karakter-karakter, yang adalah fokus dari analisis narasi, adalah pembawa tema narasi. Karakter-karakter yang mengisi dunia narasi telah dipilih oleh penulis untuk menyampaikan pesan kepada pembaca. Selebihnya, pemilihan dari karakter-karakter dalam dunia narasi dapat dilihat sebagai sebuah refleksi konsep teologis dari penulis yang berhubungan dengan kepentingan penggembalaan pembaca, yaitu sejak karakter-karakter disusun oleh penulis sendiri. Analisis berikut akan mempertimbangkan 7 dimensi yang saling terjalin dari yang digambarkan keempat Injil mengenai tragedy Bait Allah: Hubungan intra-tekstual, desain sastra, setting, narator dan pandangannya, karakter dan pengkarakterisasian, alur, alat-alat literatur. Sebuah pertimbangan dari beberapa elemen ini akan menawarkan petunjuk-petunjuk kepada tema utama dari narasi ini.
         Yohanes 2:12-25 berbentuk sebuah perpaduan, suatu unit yang berhubungan erat. Bukti untuk mendukung pengamatan ini mungkin dapat diuraikan seperti ini. (1) Yohanes 2:23-25 berfungsi sebagai sebuah ringkasan pernyataan. Keempat Injil (FG) secara eksplisit mengungkapkan tujuannya dalam Yohanes 20:31: “tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” Pernyataan tujuan itu berfungsi sebagai kesimpulan kitab dan menyediakan sebuah petunjuk untuk menentukan kontur dari narasi. Narator meringkas narasi, sebagaimana adanya, bersama berbagai respon karakter-karakter kepada tokoh utama. Dan sama, ringkasan pada 2:23-25 mengindikasikan akhir dari unit narasi yang lebih kecil.
(2) Frase yang diterjemahkan “after this” (Yoh. 2:21 – NRSV), dimana terdapat juga dalam 11:7, 11 dan 19:28, seharusnya dibedakan dari “after these” yang terdapat pada 3:22, 5:1, 14, 6:1, 7:1, 13:7, 19:38, dan 21;1. Bentuk (“after this”)mengindikasikan keduanya yaitu kronologis dan urutan narasi, sedangkan yang kedua (“after these”) menunjukkan hanya urutan narasi. Kemudian frase “after this” pada 2:12 tidak hanya mengindikasikan sebuah adegan baru tetapi juga menggabungkan unit ini dengan yang sebelumnya.  
(3) Pengaturan itu berubah dari Kana sampai kepada Kapernaum. Pengaturan yang berubah disertai oleh perubahan suasana narasi, dari momen untuk bergembira pada pernikahan di Kana sampai kepada suasana konflik  yang dibayangkan oleh kematian tokoh utama. Pengaturan tempat Kapernaum dan pengaturan sementara dari perayaan Paskah mengindikasikan bagian narasi yang baru.
(4) Alur, seperti yang didiskusikan dibawah ini, menegaskan suatu unit yang koheren atau terpadu. Sebuah ayat berbentuk sebuah unit yang berpadu tetapi terhubung dekat kepada narasi yang sebelumnya melalui tema-tema umum (iman, kesaksian) dan karakter-karakter (Yesus, Murid-murid, Keluarga Yesus, dan Para pemimpin agama). Meskipun secara kronologis terhubung diantara Yoh. 2:23-25 dan 3:1 tidaklah jelas, motif iman, Yesus, dan murid-murid terikat keduanya unit-unit naratif bersama-sama. Di dalam konteks yang lebih luas dari keempat Injil, unit-unit yang kompleks ini berfungsi sebagai sebuah kunci untuk membuka ruangan yang lebih besar dimana secara ontologis dan fungsionalis natur tokoh utama ditunjukkan guna memperoleh iman dalam Yesus dan untuk memperdalam dan memperkaya hubungan orang-orang percaya dengan Dia. Di dalam dan melalui perbuatan dan perkataan, sang tokoh utama menggenapi misi-Nya untuk menunjukkan siapa dirinya dan Bapa-Nya (1:18) sehingga setiap orang dapat percaya kepada-Nya. Dalam 1:19-2:11, tokoh utama memulai kesaksian-Nya dengan berbicara, tetapi dalam 2:12-25 Dia memulai dengan sebuah tindakan yang diikuti oleh sebuah perkataan. Keduanya, dalam bersaksi (melalui perkataan dan perbuatan) menyingkapkan siapa diri sang Tokoh Utama.
Desain Literer
Kegiatan bersaksi oleh Tokoh utama, baik melalui perkataan dan perbuatan, menerima dua tanggapan perlawanan dari berbagai macam karakter yang terlibat dalam bagian narasi Yoh. 2:12-25. Tanggapan-tanggapan ini, dimana adalah berbeda dari mereka seperti yang ada pada Yoh. 1:35-51, yang adalah umum dalam naturnya. Dimensi umum motif iman yang ada dalam Yoh 1:12 didramatisir oleh kemunculan berbagai macam karakter yang terlibat dalam dunia narasi. Desain narasi yang berhubungan dengan berbagai macam respon yang Yesus terima adalah sebagai berikut:
            1. Yoh 2:12: tanggapan murid-murid dan keluarga Yesus
            2. Yoh. 2:13-22: tanggapan para pemimpin agama di Bait Allah
            3. Yoh. 2:23-25: tanggapan dari orang-orang
            Perpindahan dari lingkungan keluarga, narator membawa tokoh utama ke dalam pemerintahan pusat Yahudi. Tragedi Bait Allah menempatkan pelayanan umum tokoh utama dalam suasana perayaan di pusat kehidupan sosial, politik dan agama orang Yahudi. Narator menggambarkan dengan sungguh-sungguh permulan dan akhir kegiatan tokoh utama dalam bersaksi dalam konteks Paskah. (Yoh 2:13, 2:1) dan kota kudus Yerusalem, menciptakan sebuah inklusio dalam narasi yang lebih besar. Kesaksian tokoh utama dalam salah satu bagian Bait Allah menghasilkan 3 macam respon: sebuah respon diam dari keluarga-Nya, penjual-penjual, dan para penukar uang; sebuah respon penolakan dari para pemimpin agama, dan sebuah respon percaya dari para murid dan orang banyak. Narator pada dasarnya menyediakan kedua hal yaitu respon yang tercatat dan respon yang tidak tercatat. Dalam adegan pertama (2:12), narator tidak mengatakan apapun dari apa yang telah terjadi di Kapernaum atau selama perjalanan menuju Yerusalem, sebuah perjalanan yang kira-kira memakan waktu tiga hari. Dalam adegan yang kedua (2:13-22), dua respon perlawanan kepada perbuatan dan perkataan tokoh utama diceritakan. Narator tidak mencatat respon dari respon dari para penjual dan para penukar uang. Dalam adegan yang ketiga (2:23-25), orang-orang banyak merespon dengan positif. Macam-macam respon ini menyoroti aspek komunal dari tekstur naratif, dengan berfokus pada 2:13-22.
Setting
Adegan pertama dalam bagian ini (Yoh 2:12) diletakkan dalam rumah di Kapernaum. Di Kapernaum tokoh utama, keluarga-Nya, dan murid-murid-Nya tinggal untuk beberapa hari lamanya. Meskipun yang satu juga tidak dapat dipastikan jumlah yang tepay (itu estimasi jumlah diperkirakan oleh para pengajar modern). Tetapi masuk akal bahwa perayaan Paskah itu adalah sebuah perayaan Internasional. Keinklusivitasan kesaksian tokoh utama adalah kemudian disoroti oleh orang-orang yang berasal dari berbagai penjuru tersebut.
Pengaturan dari tragedy Bait Allah dalam Yohanes menekankan sebuah kepemilikan umum, bukan sesuatu yang untuk kalangan sendiri atau pendiskriminasian yang lain. Sementara penekanan ditempatkan lebih dari dimensi komunal dan non-deskriminasi, dimensi internasional dan ketiga kondisi itu menekankan sebuah tema universal. Pengaturan membantu untuk memperkuat tekstur universal dari narasi.


Narrator dan Pandangannya
Melalui jalan perbandingan, peranan narator adalah lebih terbukti dalam tragedy Bait Allah daripada unit narasi yang sebelumnya (Yoh. 1:19-51). Kisah diceritakan sebagian besar dalam orang ketiga, daripada dalam kalimat-kalimat langsung. Sebagai pengamat kesaksian, narator hilang dari tindakan narasi (heterodiegetic narator). Kehadiran akan wacana dialogis adalah sedikit di dalam dunia narasi (2:16, 18, 19, 20). Narator bahkan mempertimbangkan dialog diantara karakter-karakter yang tidak penting, sejak berfokus kepada karakter tokoh utama. Karakter2 yang dilibatkan di dalam dunia narasi berinteraksi secara langsung dengan tokoh utama. Kehandalan narator digambarkan ketika dia bertindak sebagai penafsir Yesus yang memiliki otoritas, dengan menjelaskan hal-hal yang membingungkan (2:19, 21). Narator sebagai pengamat menginterupsi narasi pada momen kritis dengan memberikan sebuah pandangan yang dalam tokoh utama. Ini adalah mungkin karena posisi narator dalam dunia narasi adalah diantara penulis asli dan karakter-karakter, memampukannya untuk bergerak secara dinamis kepada satu dan lain orang.
            Narator menghadirkan sebuah narasi anisochoronous dimana durasi cerita dan durasi teks bervariasi. Peristiwa-peristiwa di Kapernaum dan selama perjalanan di Yerusalem, yang berada disana beberapa hari, ditekan ke dalam ruang tekstual yang sangat pendek, sebuah teknik yang yang disebut dengan “ellipsis”. Narator mengabaikan peristiwa-peristiwa selama perjalanan ke Yerusalem dan membawa tokoh utama ke pusat pemerintahan Yahudi; disana, sebuah peristiwa terjadi dalam waktu yang sangat singkat – pengusiran para pedagang dan penukar uang dan respon para pemimpin agama – mendapat ruang tekstual yang lebih. Dalam hal sastra, fenomena ini disebut “decelaration” (perlambatan). Secara kontras, adegan ketiga (2:23-25), dimana terjadi melebihi jangka waktu yang lama, diberikan ruang tekstual yang sangat pendek. Pergantian dalam kecepatan narasi disebut “acceleration” (pecepatan). Bila digabungkan, dua fenomena sastra ini mengindikasikan kepentingan dan keutamaan: sebuah peristiwa yang lebih penting dan utama diberikan dalam ruangan tekstual yang lebih. Ini mengindikasikan bahwa fokus dari narasi adalah pada adegan kedua (2:13-22).
            Adegan kedua (3:13-22) berperan sebagai fokus dari narasi yang ditingkatkan melalui pengulangan referensi terhadap suatu peristiwa yang terjadi hanya sekali. Pengusiran para pedagang dan penukar uang (2:16) muncul kembali dalam 2:17, dan 2:22 mengingatkan sebuah dialog diantara tokoh utama dan pemimpin Yahudi. Bentuk pengulangan disebut “analepsis”, sedangkan yang kedua disebut sebagai “prolepsis”. Penggulangan analepsis kempali kepada peristiwa lampau, sehingga mengungkapkan sebuah kemahatahuan narator dengan membawa pembaca kedalam pemikiran murid-murid yang terdalam. Pengulangan prolepsis membawa pembaca ke dalam peristiwa masa depan, yang menyediakan mereka sebuah informasi mengenai apa yang belum terjadi di dalam dunia narasi yang tidak dapat sebalinya disediakan. Prolepsis menciptakan sebuah sikap antisipasi dan harapan dalam proses membaca: ….Setelah kebangkitan tokoh utama murid-murid akan mengerti kesaksian-Nya di dalam perbuatan (mengusi para pedangang dan penukar uang) dan perkataan  (berdialog dengan pemimpin agama). Kata kerja emnesthesan juga menggambarkan perpaduan dua sudut pandang: peristiwa dari sebelum dan sesudah kebangkitan diganbungkan ke dalam perpaduan narasi yang tunggal.
Karakter dan Karakterisasi
Tercatat, semua komuikasi dalam  tragedy Bait Allah berpusat pada tokoh utama. Berbeda dari unit narasi yang sebelumnya ( Yoh. 1;19-2;11), tidak ada interaksi diantara satu karakter dengan karakter yang lainnya.  Ini secara jelas menyatakan kesentralitasan dari tokoh utama di dalam dunia narasi.
            Jika dalam narasi yang sebelumnya karakter-karater sebagian besar adalah individual (….), Karakter-karakter dalam Yohanes 2:12-25 adalah komunal, berbagai kelompok orang. Ada 5 grup kartakter yang hadir dalam narasi ini yang berinteraksi dengan tokoh utama: Keluarga Yesus, murid-murid, para pedagang dan penukar uang, para pemimpin agama, dan orang-orang yang ada dalam perayaan. Setiap dari kelompok2 karakter itu akan dianalisa dalam rangka penampilan mereka di dalam suatu adegan.
            Yesus, sang tokoh utama, adalah pertama yang disebutkan dalam 2;12. Berbeda dari narasi yang sebelumnya, Yesus memulai kesaksian-Nya dengan tindakan daripada berbicara. Dalam narasi, ada 2 bentuk komunikasi kesaksian (perbuatan dan perkataan) yang berjalan dengan seimbang. Kata-kata tanpa tindakan mengirimkan pesan yang lemah dan tidak cocok, sedangkan perbuatan tanpa perkataan menciptakan keambiguan. Tindakan Yesus dalam daerah Non Yahudi tidak dapat dianggap sebagai pemicu kerusuhan, sejak dia tidak melakukan tindakan yang menarik perhatian tentara Romawi, ataupun Dia berlaku sebagai penyebab kehilangan permanen investasi dari para pedagang dan penukar uang. Yesus dengan sederhana mengusir, menggunakan cambuk, sapi, domba, merpati yang digunakan sebagai korban persembahan di tempat Non-Yahudi dan menyebarkan koin-koin. Kedua binatang-binatang dan koin-koin dapat dengan mudah dikumpulkan lagi.
            Kesaksian Yesus di tempat bagian Non Yahudi, mengusir pedagang dan penukar uang diikuti dialog dengan para pemimpin agama, tidak dimengerti oleh para murid-Nya. Hanya setelah kebangkitan Yesus dari kematian barulah murid-murid mengerti arti dan tujuan perbuatan dan perkataan Yesus.
            Yesus tampaknya berbuat memalukan di Bait Allah dimengerti sebagai sebuah ekspresi semangat. Sebelum kebangkitan, sekumpulan kecil dari murid-murid yang menemani Yesus ke Yerusalem melihat perbuatan-Nya sebagai pengabdian yang penuh kepada Bait Allah atau sebuah sikap komitmen kepada Allah, bukan sebagai ekspresi perlawanan kepada hewan-hewan korban atau Bait Allah. Semangat Yesus memaksa-Nya dengan berani untuk mengembalikan tembat bagian Non-Yahudi dari sebuah tempat perdagangan kepada tempat untuk beribadah dengan mengarahkan para penjual itu keluar dan menunjukkan pada banyak orang kesaksian-Nya. Tindakan Yesus bukanlah sebuah penyerangan pada tata sistem pengorbanan. Apa yang Yesus prihatinkan adalah penggunaan tempat Non-Yahudi sebagai tempat untuk perdagangan. Perdagangan ini sebetulnya boleh dimanapun asalkan tidak di dalam salah satu bagian Bait Allah. Tokoh Utama seperti yang ditunjukkan oleh “setting narasi” berada di Bait Allah bagian tempat Non-Yahudi. Yesus kemudian memanggil tempat Non-Yahudi sebagai “rumah Bapa-Ku”. Rumah Bapa termasuk tempat Non Yahudi dan Yahudi. Yesus datang bukan hanya untuk orang Yahudi, tetapi juga Non-yahudi. Tanpa kematian Yesus, persatuan dari Yahudi dan Yunani ke dalam satu komunitas tidak dapat terjadi. Kematian Yesus diungkapkan seperti dalam Mazmur 68:10. Murid-murid-Nya mnafsirkan teks ini secara Kristologis setelah kebangkitan Yesus, yang menyebabkan sebuah perubahan dari masa lampau “telah dikonsumsi” kepada masa depan “akan dikonsumsi. Perubahan ini, yang menciptakan makna nubuatan dalam dunia narasi, adalah perlu, sejak narator menyusun peristiwa penting dari pandangan sesudah kebangkitan. Bentuk waktu masa depan dalam dunia narasi menyatakan kematian Yesus. Yesus akan mati agar membangun Bait Allah yang baru dimana Orang Yahudi dan Orang Non Yahudi bertemu dan berdiam dengan sempurna.
            Perkataan Yesus kepada para pemimpin agama dalam Bait Allah dimengerti oleh murid-murid setelah kebangkitan. Hanya pada waktu itulah murid-murid memiliki pemahaman baru akan kesaksian Yesus di dalam dan melalui perkataan, bahwa Bait Allah adalah tubuh Kristus (2:21). Tubuh Kristus adalah sebuah bait yang nyata dimana Allah berdiam dengan sempurna (1:14) dan dimana Allah dan manusia bertemu (1:51). Perubahan dari pembangunan pribadi menuntut “konsumsi” dari tubuh tokoh utama sendiri. Mengapakah kebangkitan Yesus mengubah pemahaman murid-murid? Penjelasan dari perbuatan Yesus yang dramatis melalui dialog dengan orang Yahudi menggambarkan natur ontologis tokoh utama. Kata kerja aktif egero “saya akan membangun kembali” mengindikasikan bahwa tokoh utama memiliki kuasa kebangkitab dan bahwa menurut diri-Nya sendiri adalah sumber kehidupan. Kematian tidak dapat menahan sang pemberi hidup. Yesus, sumber kehidupan, membangkitkan diri-Nya sendiri dari kematian. Kuasa kebangkitan-Nya tidak bergantung pada kuasa dari luar. Pembaca yang telah membaca prolog Yohanes adalah sekarang mampu untuk mengerti lebih jelas pernyataan narator dalam 1:4”dalam Dia ada hidup”. Yesus adalah Allah dimana kehiudpan ada dan oleh-Nya itu diberikan. Lebih lagi, narator berbicara juga tentang kebangkitan Yesus sebagai pekerjaan Allah yang menggunakan kata kerja pasif (dia telah dibangkitkan) dalam 2;22. Yesus tidak hanya membangkitan diri-Nya tetapi juga dibangkitkan oleh Allah dari kematian. Kemudian kebangkitan Yesus adalah manifestasi kuasa Allah yaitu dari Yesus dan Allah.
            Peristiwa kebangkitan membuka mata spiritual para murid untuk melihat Perjanjian Lama dengan mata yang baru dan untuk mengerti signifikansi kesaksian Yesus melalui perbuatan dan perkatan.  Mengapa? Kebangkitan menyingkapkan keilaihan tokoh utama. Kebangkitan menunjukkan kesaksian Yesus sebagai rupa Allah yang tidak kelihatan.
            Dengan pemahaman ini, pembaca tidak akan diherankan oleh pernyataan narator bahwa banyak orang di Yerusalem percaya kepada Yesus (2:23) dan bahwa “Yesus mengenal apa yang ada dalam hati manusia” (2:25). Yesus adalah Allah, sejak Dia mengenal hati manusia dengan sempurna. Yesus dikarakteristikkan sebagai figur yang mahatau yang mengetahui segala sesuatu dalam hati manusia. (Kej. 6:5, Maz. 7:10; 26:2; 44:21, Yer 11:20, 12;3). Pengetahuan ilahi milik Yesus menggambarkan bahwa Dia tidak hanya manusia tetapi juga yang Ilahi. Pembaca yang hidup dalam tradisi Yahudi dan diterangkan kepada pengetahuan ilahi tokoh utama memaksa untuk mempercayai keilahian yesus dengan segenap hati.
            Keluarga Yesus pertama-tama muncul dalam adegan pada Yoh. 2:12, sebagimana Yesus, ibu-Nya, dan saudara-saudara-Nya tinggal selama beberapa hari di Kapernaum. Narator tidak menceritakan pada pembaca apa yang terjadi disana. Fakta bahwa Ibu Yesus telah melihat banyak tanda yang Yesus nyatakan, pembaca secara alami mengharapkannya untuk percaya kepada Yesus. Tetapi narrator kembali diam atas itu itu. Tidak ada juga indikasi bahwa saudara2 Yesus percaya kepada-Nya. Tidaklah jelas apakah saudara2 Yesus menemaninya sebelum dan sesudah perayaan Paskah dan sejak melihat dan mendengar perbuatan-Nya di tempat Non-Yahudi, dialog-Nya dengan orang-orang Yahudi, dan manifestasi dari banyak mujizat. Ketika mereka kembali muncul dalam dunia narasi (7:2-10) itu dinyatakan bahwa mereka tidak percaya kepada-Nya. Ini menunjukkan bahwa peristiwa di Yerusalem tidak memiliki dampak langsung terhadap kehidupan mereka. Dalam Yoh 2:11, mungkin masuk akal mengasumsikan bahwa hubungan antara Yesus dan keluarga-Nya adalah tetap tidak dapat diputuskan. Terlebih lagi, narasi tentang keluarga Yesus, dimana secara tekstual pendek, mengindikasikan maksud narrator untuk menunjukkan bahwa keluarga Yesus tidak dibatasi pada hubungan darah.
            Kebangkitan Yesus secara radikal mengubah kelompok karakter kedua dalam narasi, yaitu murid-murid. Sebelum kebangkitan mereka tidak secara penuh mengerti makna tindakan dan dialog Yesus dalam Bait Allah. Murid-murid yang disebutkan dalam Yoh 2:11 adalah Andreas, murid yang tidak bernama, Pilipus, Petrus dan Nathanel. Mereka adalah orang-orang pertama yang menerima dan percaya di dalam Dia. Kehadiran murid-murid dalam Bait Allah untuk merayakan Paskah sebagai orang Yahudi yang saleh diisyaratkan dengan bahasa “going down” (2:12) dan “going up” ke Yerusalem (2:13). Meskipun melihat perbuatan Yesus di tempat Non-Yahudi, murid-murid tampak tidak sadar akan misi universalitas dari tokoh utama, dimana termasuk orang Yahudi dan Non-Yahudi. Meskipun mereka mendengar kata-kata Yesusdalam Bait Allah, mereka tampaknya kehilangan manifestasi atas kemuliaan sebagai kehadiran Allah di dalam dunia. Tetapi peristiwa kebangkitan membuka mata dan telinga mereka. Dengan keberadaan narasi yang disusun dari sebuah perspektif sesudah kebangkitan, mengingat tema yang tak terhindarkan muncul (2:17, 22), menunjukkan bahwa murid-murid dalam Yoh 2:17, 22 lebih besar daripada jumlah yang disebutkan dalam Yoh. 2:12. Murid-murid setelah kebangkitan ini adalah komunitas Yohanes. Apa yang terjadi pada mereka? Komunitas Yohanes diingatkan akan kesaksian Yesus dalam perbuatan dan perkataan. Ayat 17 menjadi sebuah momen untuk komunitas untuk melihat dengan jelas makna perkataan Yesus. Kata kerja pasif  emnesthesen (“they were reminded”) mengindikasikan, bahwa komunitas Yohanes diingatkan. Oleh siapa? Pengingatan tema sesuai dengan janji yesus mengenai pekerjaan Roh Kudus dalam hidup para murid setelah kenaikan-Nya (7:39; 14:26). Roh Kudus menolong komunitas untuk mengingatkan perkataan dan pebuatan Yesus dan memampukan mereka untuk memaknai secara teologis peristiwa2  Kristus dengan penuh makna. Kebangkitan Yesus membuka mata komunitas untuk melihat Perjanjian Lama secara Kristologis dan untuk memahami lebih dalam perkataan dan perbuatan Yesus sebagai penggambaran kehadiran Allah di dalam dunia. Melalui ini berarti, komunitas Yohanes dimampukan untuk memahami secara mendalam siapa Yesus secara ontologism dan fungsional.
            Narator menyatakan bahwa komunitas Yohanes mengerti tubuh yesus sebagai Bait Allah setelah kebangkitan. Yesus tidak menempatkan atau bahkan memusnahkan bait itu tetapi mempersonalisasikannya. Bait Allah di yerusalem hanya sebuah bayangan dari bait yang nyata dan sempurna. Yesus adalah bait yang nyata dimana Allah secara sempurna berdiam (Yoh 1:14). Dengan pengertian ini, kesaksian Yesus melalui perbuatan dan perkataan di tempat Non-Yahudi menyatakan bahwa tidak ada dinding pemisah antara orang Yahudi dan Non Yahudi di dalam yesus sebagai Bait Allah. Keuniversalitasan bait Allah, yang adalah tubuh Kristus, muncul sebagai poin kesaksian Yesus yang penting.
            Meskipun murid2 kemungkinan hadir selama perayaan Paskah ketika Yesus menampilkan banyak tanda (2:23), narrator tidak mencatat dampaknya secara eksplisit dalam hidup para murid. Jika banyak orang merespon dengan percaya kepada Yesus, murid-murid diam ketika melihat mujizat. Respon dari mpara murid, seperti dijelaskan diatas, hanya muncul setelah kebangkitan. Para murid, seperti yang telah digambarkan oleh narrator dalam 2:22, percaya kepada Yesus. Ini adalah bukan moment kelahiran iman dari para murid tetapi sebuah pembangunan pemahaman iman. Membaca peristiwa2 dri tragedy Bait Allah dalam Yoh 2:11 dan 20;30, hal itu masuk akal dapat diduga bahwa iman para murid semakin diperdalam saat mereka melihat banyak tanda. Tidaklah terlalu jauh untuk menyatakan bahwa pengingatan tema menolong murid-murid mengerti kesaksian yesus selama paskah di Yerusalem (2:23).
            Pedagang binatang dan penukar uang, kelompok karakter ketiga dalam adegan ini, menggunakan tempat Non-Yahudi di Bait Allah, dengan izin dari para pemimpin agama, sebagai pasar perdagangan. Bisnis mereka secara praktis menghalangi orang Non-Yahudi yang akan beribadah kepada Allah. Orang Non-Yahudi merasa terganggu oleh keramaian para pedagang itu, suara burung dan sapi. Sebagaimana dicatat diata, koin2 para penukar uang, meskipun tersebar, dapat dengan mudah dikumpulkan kembali, dan Yesus mengusir merpati yang dijual tanpa menerbangkannya dari sangkarnya. Kemudian tidak ada maksud untuk membawa bahaya bagi binatang2. Para pedagang melihat tindakan Yesus sebagai sebuah tindakan kejahatan, kemudian mereka segera mengajukan protes kepada pemerinta Romawi. Yesus secara sederhana melarang mereka menggunakan tempat ibadah untuk semua bangsa sebagai pasar perdagangan. Tindakan Yesus dengan jelas menggambarkan bahwa tempat orang Non-Yahudi adalah sebagai tempat kudus yang penting, keduanya (tempay Yahudi dan Non Yahudi) adalah rumah Bapa. Sebaliknya, para pedagang dan penukar uang menghalangi semua orang dari berbagai bangsauntuk menyembah Allah. Tindakan2 mereka mengimplikasikan bahwa Orang Non-Yahudi bukanlah umat Allah, tetapi Yesus menegaskan bahwa ibadah oleh orang-orang dari semua bangsa adalah penting sama seperti orang-orang Yahudi. Yesus juga menyaksikan kepada para pedagang dan penukar uang bahwa dia memiliki sebuah relasi yang unik dan pribadi dengan Allah yang Ia sebut sebagai Bapa-Nya (2:16). Jelas sebagaimana yang tokoh utama saksikan, para pedagang binatang dan penukar uang tidak memberikan bayak respon yang positif. Mereka dapat disebut sebagai orang-orang yang tidak percaya karena mereka tidak memahami makna dari mujizat.
            Respon langsung terhadap ambisi Yesus datang dari para pemimpin agama (bukan dari otoritas pemerintahan Romawi), sebuah kelompok karakter yang mungkin takut kehilangan pendapatan financial (Bauckham 1988, 72-79). Mereka mempertanyakan makna dibalik tindakan Yesus, sebuah otoritas yang dapat dibuktikan hanya melalui menunjukkan tanda mujizat. Pertanyaan tentang otoritas yang berbentuk tuntutan atas tanda menunjukkan bahwa para pemimpin agama menutup mata spiritualitas mereka terhadap kesaksian Yesus di tempat Non Yahudi. Meskipun tidak ada indikasi secara jelas suatu permusuhan yang diungkapkan oleh para pemimpin agama, namun bibit konflik dengan mereka telah muncul. Konflik muncul bukan karena Yesus memiliki sikap anti-imam atau sebuah rencana untuk memusnahkan bait Allah tetapi karena ketidakpercayaan mereka. Tuntutan dari para pemimpin agama atas suatu tanda, faktanya, diperoleh dengan segera melalui Yesus dalam bentuk sebuah acuan kepada kebangkitan-Nya (2:19). Kemudian kebangkitan dapat dipahami sebagai tanda yang supernatural dan klimaks dalam keempat Injil. Itu adalah sebuah tanda komunitas universal yang terwujud dimana Orang Yahudi dan Non Yahudi dipersatukan. Kebangkitan adalah tanda dalam hal menghasilkan iman bahwa Yesus adalah Mesias, anak Allah.
            Tetapi mungkinkah memikirkan tindakan Yesus di dalam Bait allah itu sendiri sebagai sebuah tanda? Itu memang sebuah tanda, karena empat alasan. Pertama, tindakan menghasilkan iman dalam Yesus (2:22). Tindakan Yesus memperdalam iman murid-murid. Kedua, pengingatan tema (2:17, 22) memiliki dampak memperdalam iman para murid. Ketiga, Yoh. 4:48 dan 6:30, diantara yang lain, menunjukkan bahwa tanda-tanda mampu melahirkan iman. Terakhir, pernyataan penutup narasi mengindikasikan bahwa tanda yang terdapat dalam keempat Injil berarti memperoleh dan meneguhkan iman dalam yesus (20:30-31). Tanda adalah kemudian kesaksian Yesus dalam perkataan dan perbuatan yang menggambarkan gambar Allah. Poin ini akan didiskusikan kemudian.
            Narator tidak mencatat secara detail kesaksian Yesus melalui banyak orang, kelompok karakter terakhir disebutkan dalam episode tersebut, datang untuk percaya kepada-Nya. Kesaksian Yesus di Yerusalem selama perayaan Paskah diringkas dalam kata “tanda-tanda”: banyak orang percaya kepada Yesus sebagai hasil dari melihat tanda-tanda. Meskipun polloi (“banyak orang”), adalah laki-laki, itu tampaknya tidak tepat untuk meilhat kumpulan orang banyak itu hanya terdiri dari laki-laki saja. Adalah penting untuk dicatat bahwa narator tidak menyebutkan natur dari tanda-tanda itu atau latar belakang orang-orang percaya kepada-Nya. Tetapi seperti Paskah yang adalah perayaan internasional, itu seharusnya diperhatikan oleh orang-orang dari berbagai belahan dunia. Karena itu, itu tampak mungkin untuk menyatakan bahwa orang banyak terlibat dalam kumpulan besar orang-orang, yang bersifat internasional.
            Narator melaporkan dalam 4:45 bahwa Orang Galilea berpartisipasi dalam perayaan Paskah di Yerusalem dan melihat semua yang Yesus lakukan di Yerusalem. Tetapi tidak ada respon eksplisit percaya kepada Yesus. Mereka datang kepada Yesus dengan antusias. Ini masuk akal ada sebuah indikasi dari persepsi mereka bahwa tindakan Yesus sebelumnya di dalam bait Allah, diantara yang lain, adalah sebuah protes melawan komersialisasi dari sistem pengorbanan, sebuah sistem yang membawa keuntungan ekonomi kepada Yerusalem sementara menjadi sesuatu yang bersifat menindas dengan beban finansial kepada orang-orang dari negara lain (Bauckam 1988, 78-79). Peringatan penerimaan orang-orang Galilea ketika Yesus kembali adalah juga sebuah respon dari melihat dan mendengar kesaksian Yesus. Mereka menyambut Yesus, tetapi tidak memberi-Nya penghormatan dengan percaya kepada-Nya. Pengecualian orang-orang Galilea dari orang-orang yang percaya kepada Yesus lebih lanjut menguatkan sifat internasional dari orang-orang banyak.
Plot
Alur – Penstrukturan dan pengelompokkan garis suatu cerita -- adalah bergerak maju. Ini adalah logika dan pembentukan dari narasi. Jika suatu alur adalah tubuh dari suatu narasi, karakter adalah jiwanya (Bar-Efrat 200, 93). Sebagaimana Yesus membawa kesaksian, karakter-karakter bereaksi dalam dua cara yang berbeda. Gambaran dari dua perlawanan karakter-karakter secara diametris dalam narasi (orang-orang percaya dan orang-orang tidak percaya) secara jelas menghubungkan peristiwa berseri ke dalam sebuah kesatuan unit narasi. Lebih jauh, kehadiran keduanya, yaitu orang-orang percaya dan orang-orang tidak percaya dalam dunia narasi menunjukkan bahwa alur didorong oleh konflik. Alur dibangun pada sebuah konflik dari yang percaya dan tidak percaya. Sebagaimana dicatat diatas, karakter-karakter yang merespon dengan tidak percaya termasuk saudara-saudara Yesus, para pedagang dan penukar uang, para pemimpin agama, dan banyak orang yang tidak percaya. Para murid dan orang lain yang percaya mendramatisir orang-orang percaya. Banyak orang yang memulai hubungan mereka dengan Yesus, karena mengindikasikan tujuan dari tindakan penginjilannya, sementara itu murid-murid memperdalam relasi mereka dengan Yesus, sejak pengungkapan tujuan pendidikan. Karakter-karakter mencakup alur sejauh sebagaimana respon mereka, salah satu yang percaya Yesus atau yang tidak percaya.
Alat-alat sastra
Dalam proses komunikasi, pesan disampaikan dan diterima secara eksplisit dan implicit. Seringkali pesan yang implicit lebih kuat daripada pesan eksplisit. Sejauh Yoh. 2:12-25 dikaitkan, ada dua tipe pesan implisit yang ditemui: simbol dan kesalahpahaman. Alat-alat sastra ini muncul dalam fokus narasi, adegan kedua di bait Allah (2:13-25) penulis dan pembaca ditetapkan dan dipertahankan untuk meyakinkan pembaca dari tujuan penulisan penulis: yaitu memperoleh dan mendidik iman dalam Yesus.
            Sebuah “simbol” menggunakan realitas di bumi untuk menyatakan realitas yang lain. Pembaca mencari untuk menyusun dua realitas ke dalam satu arti, sebuah arti dimana karakter2 dalam teks mungkin tidak menyadarinya. Dalam Alkitab Ibrani bait Allah menyimbolkan kehadiran Allah. Narator memberi tanggapan dalam Yoh. 2:21 menyatukan symbol dan apa yang disimbolkan. Bait Allah sebagai symbol dari kehadiran Allah dibumi tidak lagi dibatasi dengan sebuah bangunan tetapi dipusatkan kepada Yesus.  Yesus adalah Allah yang hadir di bumi, sejak Bapa telah memusatkan Dia untuk menjadi bait Allah yang hidup. Ide untuk mempersonalisasi dari bait Allah tidaklah dikenal diluar keempat Injil. Komunitas Qumran percaya bahwa kehadiran Allah tidak lagi terikat pada bait Allah di Yerusalem tetapi murni merepresentasikan Israel oleh Qumran. Dalam pandangan mereka, bait Allah di Yerusalem telah dirusak oleh para pemimpin agama dan orang-orang (lihat Gartner 1965, 16-44).
            Perangkat kesalahpahaman dihubungkan kepada symbol karena karakter-karakter gagal untuk memahami symbol yang kemudian diklarifikasi oleh narator. Kesalahpahaman terjadi dalam bagain pusat dari narasi (Yoh. 2:13-22) supaya meningkatkan perhatian pembaca terhadap tokoh utama. Dialog antara Yesus dan para pemimpin agama menciptakan kesalahpahaman yang total. Dalam persepsi para pemimpin agama, Yesus sedang menghancurkan bait Allah, sedangkan Yesus bermaksud penghancuran tubuh-Nya oleh para pemimpin agama, dimana kemudian Dia akan bangkit. Narator mampu untuk menyelesaikan kesalahpahaman sehingga pembaca tidak akan gagal untuk mengerti kata-kata Yesus. Sekarang bait Allah dibangkitkan dalam tubuh Yesus. Narator membimbing pembaca, yang melihat pengrusakan bait Allah tahun 70, kepada kebangkitan Yesus sebagai bait Allah yang nyata dank arena itu memaksa pembaca untuk mengarahkan lagi sikap mereka kepada bait Allah. Pusat kehidupan dan penyembahan yang baru bukanlah bait Allah, melainkan Yesus sendiri. Yesus sebagai personalisasi bait Allah sekarang secara spiritual hadir diantara komunitas orang-orang percaya. Bait Allah yang baru tidak lagi terbatas pada tempat istimewa atau orang-orang. Bait Allah yang baru adalah tubuh Kristus yang sekarang menjadi universal. Kegagalan untuk memahami perkatan Yesus mungkin memimpin pembaca untuk jatuh ke dalam pengorbanan narasi dari para pemimpin agama yang tidak percaya kepada Yesus. Para pemimpin agama dikorbankan oleh kegagalan mereka untuk mengerti. Pembaca, karena itu, didorong untuk mengikuti langkah-langkah para murid melalui pembacaan Kitab Suci secara Kristologis dan dengan memperdalam pemahaman mereka tentang siapa Yesus, seperti yang tersingkap melalui perkataan dan perbuatan-Nya.
            Dua alat sastra ini, yaitu symbol dan kesalahpahaman, diletakkan dalam adegan kedua (Yoh. 2:13-22), dimana itu adalah fokus dari narasi. Alat-alat ini berupaya membujuk pembaca mengindentifikasi dengan baik para pemimpin agama atau para murid. Pembaca tidak dapat tetapi mencakup perspektif ideology narator, yang dinyatakan dalam Yoh 20:31. Pembaca diundang untuk bergabung dengan komunitas internasional orang-orang percaya. Dampak keseluruhan dyang iciptakan oleh narator melalui alat-alat ini adalah signifikansi kematian tokoh utama dan sehingga menginternasionalisasikan komunitas orang-orang percaya.
Tanda-Tanda dan Iman
Seperti yang telah dicatat diatas, kelompok karakter-karakter dimasukkan dalam naratif Yohanes tragedi bait Allah membawa tema-tema naratif. Seperti dua tema akan disorot disini: iman dan komunitas universal; dan hubungan diantara iman dan tanda-tanda.

Iman dan Komunitas Universal
Interaksi diantara Yesus dan bermacam-macam kelompok karakter dalam Yoh. 2:12-25 menjelaskan aspek komunal iman. Hasil-hasil interaksi tersebut membangkitkan dan memperdalam kepercayaan komunal, pendidikan iman dan penginjilan iman.
            Marilah kita mengarahkan kembali perhatian pertama kepada pendidikan iman. Murid-murid digambarkan sebagai orang-orang percaya dalam Yoh. 2:11, tetapi mereka tidak mengerti perbuatan Yesus di tempat Non Yahudi di bait Allah. Bagaimanapun juga, perspektif baru tentang kebangkitan Yesus membuka pemahaman baru sebagaimana Roh Kudus mengingatkan mereka tentang arti dan tujuan dari perkataan dan perbuatan Yesus. Karena itu, para murid menyadari sifat keuniversalan kesaksian Yesus. Orang Yahudi dan orang Yunani dipersatukan ke dalam satu tubuh dalam Kristus. Penyatuan orang Yahudi dan Non Yahudi tidak terhindarkan membawa Yesus kepada salib. Kematian Yesus pada salibmenghancurkan tembok pemisah antara orang Yahudi dan Non Yahudi. Dalam tubuh Kristus sebagai bait Allah yang baru, tidak ada lagi ras yang terasing dan bermusuhan tetapi sebuah kesatuan dan orang-orang yang berdamai. Semua kelompok etnik adalah sama posisinya dihadapan Allah. Pemaham yang baru para murid ini diungkapkan, seperti diskusi diatas, yang terambil dalam Maz. 69:9 dalam Yoh 2:17. Penyatuan orang Yahudi dan Non Yahudi ke dalam umat Allah “mengkonsumsi” tubuh Yesus.  Motivasi ini, didramatisir dalam tragedy bait Allah, dimana Yesus membayar dengan hidup-Nya sendiri. Melalui kematian-Nya pada salib, Yesus menyatukan kelompok2 etnik ke dalam bait yang sempurna, yaitu tubuh-Nya. Itu jelas, karena itu betapa iman para murid diperdalam secara komunal. Para murid secara komunal melihat Yesus dengan mata yang baru. Tetapi pertumbuhan ini tidak berhenti. Para murid melanjutkan membangun iman mereka melalui tubuh Yesus dan peristiwa kebangkitan. Narator memberi tanggapan dalam Yoh 2:21 menegaskan bahwa tubuh Yesus adalah tempat yang sempurna Allah berdiam. Itu sempurna karena tidak ada pemisahan diantara orang Yahudi dan Non Yahudi atau pemisahan kelompok etnik dari Allah. Dalam masa sesudah kebangkitan, Roh Kudus menolong komunitas universal orang-orang percaya untuk mengingat dialog diantara Yesus dengan para pemimpin agama, sementara itu pada waktu yang sama mendapatkan penjelasan akan signifikansinya. Komunitas orang percaya mulai mengerti bahwa dari mulanya rencana kekal Allah adalah mempersatukan orang Yahudi dan orang Non yahudi menjadi satu umat.
            Penafsiran dialog diantara Yesus dan para pemimpin agama dari perspektif kebangkitan, komunitas orang percaya sekarang mempunyai hubungan baru dengan Perjanjian Lama. Komunitas orang percaya dimampukan untuk membaca Kitab Suci secara Kristologis. Yesus adalah Mesias seperti yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama, dan melalui-Nya sendirilah satu-satunya kunci untuk membukan pemahaman yang benar. Roh Kudus lebih lanjut menolong murid-murid untuk mengerti signifikansi dari perkataan Yesus. Dari pandangan kebangkitan, komunitas orang percaya mulai memahami perkataan Yesussebagai gambaran akan kehadiran Allah. Komunitas orang percaya kemudian tidak mempunyai sikap mendua seperti bagaiamana untuk mengkaitkan perjanjian Lama dan perkataan Yesus dengan menempatkan mereka dalam satu tempat. Komunitas iman orang percaya lebih lanjut dikuatkan oleh peranan Roh Kudus seperti yang mereka baca pada Kitab Suci secara kristologis dan menafsirkan perkataan Yesus secara teologis. Kemudian keduanya Perjanjian Lama dan perkataan Yesus memperdalam iman komunal.
            Interaksi diantara Yesus dan berbagai macam karakter juga berfungsi untuk memperdalam iman penginjilan. Dalam Yoh 1:35-51 orang-orang datang untuk beriman, tetapi dalam tragedi bait Allah narator  diperihatinkan dengan kelahiran iman secara komunal. Orang-orang datang untuk beriman pada Yesus secara masal. Tanda-tanda di tempat Non Yahudi di bait Allah dan peristiwa kebangkitan mendidik iman para murid, tetapi tanda tanda-tanda yang ditunjukkan selama perayaan Paskah menyebabkan banyak orang percaya kepada-Nya dan mengisyaratkan bahwa banyak orang juga tidak percaya kepada-Nya. Hal itu dapat diduga, karena itu, bahwa banyak orang yang percaya adalah komunitas internasional. Selemah bukti yang terlihat, pembacaan narasi kritis menunjukkan bahwa itu tidaklah masuk akal bahwa banyak orang yang percaya menyandiwarakan keuniversalitasan tubuh Yesus.
            Banyak orang percaya kepada Yesus, tetapi Yesus tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka. Mengapa? Narator memberi dua alasan. Pertama, Yesus tahu semua orang secara langsung dan bersamaan(2:24). Kedua, Yesus tidak perlu banyak informasi mengenai natur dan kepribadian manusia, sejak ia mengetahui segala sesuatu dalam hati manusia. Dua catatan menegaskan bahwa orang-orang yang percaya kepada Yesus, secara masal tidak perlu setiap orang memperkenalkan dirinya secara pribadi kepada Yesus. Juga, orang-orang yang percaya tidak perlu secara fisik mengikuti-Nya. Yesus mengenal mereka semuasecara komprehensif dan bersamaan. Dengan kata lain, narator membedakan orang-orang yang percaya dalam 1:19-2:11 dari mereka yang percaya dalam 2:12-25: dalam ayat yang sebelumnya, murid-murid yang pertama mengikuti Yesus sebagai guru. Orang-orang percaya yang baru tidak disebutkan dalam ayat-ayat yang selanjutnya. Jika berhubungan dengan Yesus tidak berarti mengikuti-Nya secara fisik kemanapun Dia pergi, pertanyaan muncul seperti bagaimana komunitas orang-orang percaya selanjutnya membangun hubungan dengan Yesus. Apakah secara individual atau dalam jumlah yang banyak, tokoh utama mengenal mereka semua secara serentak. Sebuah catatan bahwa menyatakan kehadiran spiritual Yesus diantara komunitas orang percaya. Bahwa Yesus “tidak mempercayakan diri-Nya”  kepada komunitas orang percaya (2:24). Berarti bahwa Yesus tidak mengkaitkannya secara fisik kepada mereka yang percaya. Yesus tidak perlu jenis hubungan fisik, sejak Dia mengenal komunitas orang percaya universal secara penuh. Narator tidak merujuk kepada kedekatan Yesus secara fisik tetapi kepada relasi spiritual-Nya dengan orang-orang percaya secara komunal. Poin ini dijelaskan dalam Yoh. 6:56 dan 10:14-16. Kehadiran spiritual Yesus diantara orang-orang percaya melintasi pembatas ruang dan sementara.
            Tetapi bagaimanakah orang-orang percaya secara komunal menguatkan iman mereka tanpa mengikut Yesus secara fisik? Dalam hal ini, fungsi dari Perjanjian Lama dan perkataan Yesus memainkan peran yang penting, yang menjelaskan alasan karena keduanya terlibat di dalam narasi. Meskipun Yesus tidak mempercayakan dirinya kepada orang-orang percaya-itu adalah, tidak berhubungan secara fisik dengan mereka – iman mereka dapat diperdalam melalui penyingkapan Perjanjian Lama dan perkatan-Nya. Kemudia, banyak orang dapat berhubungan dengan Yesus dengan serentak, memasuki sebuah komunitas orang-orang percaya, yang diciptakan oleh kematian Yesus, ditetapkan dan dikuatkan oleh Perjanjian Lama dan perkatan-Nya dan diterangi oleh Roh Kudus.
Iman dan Tanda-Tanda
Sementara tanda-tanda diberikan kepada para pedagang, penukar uang, dan para pemimpin agama, karakter2 ini tidak melihat maknanya dan, sebagaimana hasilnya adalah tidak percaya kepada Yesus. Hanya setelah kebangkitan arti tanda-tanda itu dimengerti oleh para murid, menghasilkan hubungan yang mendalam dengan Yesus Komunitas orang percaya dengan jelas melihat tragedy bait Allah sebagai penyataan keuniversalan orang-orang percaya yang tercipta melalui kematian Yesus.
            Orang-orang di Yerusalem selama perayaan Paskah datang untuk percaya kepada Yesus. Mengapa? Melihat tanda-tanda yang Narator ceritakan menyebabkan bayak orang percaya kepada-Nya. Tetapi apakah tanda-tandanya? Banyak professor melihat Yohanes, semeia sebagai mujizat. Banyak professor menyimpulkan bahwa jenis kepercayaan adalah didasarkan pada mujizat yang dipertimbangkan tidak cukup dalam keempat Injil. Scnackenburg, seperti yang lain mengambil pandangan ini, menyimpulkan bahwa “kepercayaan orangn banyak” ‘di dalam nama-Nya’ (2:23)… dikarakteristikkan sebagai sebuah ketidakcukupan kepercayaan yang menempel pada mujizat, dimana Yesus dengan sengaja menolaknya” (1968, 341, 358). Iman, sesuai dengan Scnackenburg dan yang lain, harus didasarkan pada perkataan yesus sendiri, semenjak mujizat sebagai bukti secara luas ditolak, khususnya setelah zaman pencerahan. Tetapi apakah “semeia” berarti “mujizat”? Semeia dalam Yohanes tidak memerlukan perbuatan-perbuatan yang ajaib, semenjak mereka dapat juga menjadi kata-kata atau tindakan. “tanda-tanda” sedang disaksikan melalui perkataan dan tindakan yang menyingkapkan siapa pribadi Yesus. Meskipun semeia disebutkan dalam Yoh. 2:23 tidak perlu merujuk pada Yoh 2:18, itu jelas bahwa semeia menyatakan perkataan dan tindakan Yesus. Kemudian, perbuatan Yesus di dalam tempat orang Non Yahudi di bait Allah dan kebangkitan yesus dilihat sebagai “tanda-tanda”. Tanda-tanda dalam naratid menyatakan keuniversalan tubuh Kristus. Menariknya, narrator membuat sebuah perbedaan diantara semeia dan terata (mujizat) dalam Yoh 4:48. Ini adalah dua hal yang mewakili dua perbedaan tipe-tipe akan fenomena tersebut. Selebihnya, sejalan dengan Yoh 20:30-31, semeia dalam keempat Injil dimaksudkan terutama untuk memimpin orang-orang supaya percaya kepada Yesus. Mereka secara dekat berhubungan dengan tema kepercayaan. Karena itu, itu akan tampak menyesatkan untuk menyatakan bahwa iman dihasilkan oleh tanda-tanda yang tidak cukup. Semeia merujuk kepada perkatan dan perbuatan Yesus, salah satu darinya dapat menciptakan dan menguatkan iman.
            Orang banyak yang percaya kepada nama Yesus memiliki sebuah iman yang tidak cukup, meskipun bibitnya, didasarkan pada kesaksian Yesus sendiri. Iman ini, seperti iman para murid, perlu diperdalam, tetapi kecukupan iman tersebut diungkapkan dalam fakta bahwa Yoh 2:23 menggunakan penyusunan gramatikal yang sama seperti Yoh 1:12, dimana kepercayaan di dalam Yesus memperoleh kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Pembacaan Schnackenburg atas Yoh 2::23 akan menyerang Yoh 1:12, kemudian mengusulkan bahwa narator berkontradiksi dan tidak terpercaya. Yesus sendir berbica dengan jelas, “dia yang datang kepada-Ku Aku tidak akan membuangnya” (6:37). Kemudian, penting untuk menegaskan bahwa narrator tidak menggambarkan penolakan Yesus atas iman orang-orang. Tidak seperti semeia dalam 2:11 yang menguatkan iman orang-orang percay, dalam Yoh 2:23 tanda-tanda menjadi daar dari kepercayaan. tanda-tanda dalam 2:11 tidak diberikan kepada semua orang, hanya kepada komunitas orang percaya. Iman ditemukan dalam pengamatan tanda-tanda bukanlah rendahan, sejak narrator menggambarkan semeia berfungsi untuk menciptakan dan menguatakan iman.
            Kemudian, untuk orang-orang percaya tanda-tanda berfungsi untuk menguatkan iman, sedangkan untuk orang-orang tidak percaya mereka membangkitkan kepercayaan di dalam Dia. Semeia dihubungkan dengan tindakan dramatis dan dengan perbuatan ajaib Yesus dan kebangkitan. Tanda-tanda menandakan siapa Yesus dan menciptakan, dampaknya, sebuah pembagian sudut pandang dalam kehidupan manusia dimana beberapa orang datang untuk percaya dalam nama-Nya (Yoh 4:53-54) sementara itu yang lain menolak-Nya (11:47). Semeia menandakan kehadiran ilahi di bumi kepada semua kelompok etnik, kesaksian yesus yang universal.
Kesimpulan
Pembacaan naratif mengungkapkan bahwa keuniversalan tubuh yesus sebagai bait Allah yang baru dimana orang Yahudi dan Non yahudi bersatu yang adalah pesan utama dari Yoh. 2;12-25. Keuniversalan ini diperkuat oleh tekstur teks dan kehadiran kelompok karakter-karakter yang dimasukkan dalam dunia naratif. Dinding permusuhan yang memisahkan kedua kelompok etnis dihancurkan oleh kematian dan kebangkitan Yesus. Keuniversalan komunitas orang percaya lebih jauh didramatisir dalam 3;1-4:54 melalui pemilihan karakter dari jenis kelamin yang berbeda, status sosial, dan latar belakang etnis. Ketika seorang percaya kepada Yesus, ia dimasukkan ke dalam komunitas yang sifatnya adalah universal. Salah satu relasi dengan Yesus menyebabkan seorang percaya mengkaitkan kepada komunitas universal orang-orang percaya ini.
            Analisis karakter-karakter diatas juga menggambarkan bahwa keempat injil disusun untuk memulai iman dalam yesus dan untuk memperdalam iman komunitas orang percaya. Karakter2 yang dimasukkan dalam dunia naratif mendramatisir aspek-aspek penginjilan dan pendidikan iman. Pembacaan naratif menolong menyingkapkan, lebih dan diatas pembacaan bahasa dan historis, dua tujuan dari keempat Injil seperti yang dinyatakan dalam Yoh. 20;31. Apakah arti dari penginjilan? Apakah keempat injil dianggap sederhana seperti traktat agama? Apakah keempat Injil beredar bebas diantara orang-orang yang tidak percaya? Kita hanya bisa menduga jawabannya. Semakin besar kemungkinan scenario adalah bahwa FG digunakan dalam ibadah Kristen di mana orang tidak percaya hadir. Permintamaafan pertama Justin menjelaskan Ibadah Minggu umum oleh orang-orang percaya di kota atau pedesaan dan menyebutkan pembacaan Kitab Suci, termasuk “kenangan akan rasul2), sebagai poin focus kebersaman. Inklusivness dari kebersamaan orang-orang percaya yang diperhatikan oleh orang-orang tak percaya, diisyaratkan pada tulisan Justin. Dari era permulaan, kehadiran orang-orang tak percaya pada kebersamaan orang-orang percaya secara eksplisit melaporkan dalam 1 Kor 14:23-24. Kemudian, keempat Injil ini cenderung dibaca dan digunakan komunitas Yohanes dimana orang-orang tak percaya hadir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar