Rabu, 09 Desember 2015

Hidup Menurut Pimpinan Roh Kudus

Hidup Menurut Pimpinan Roh Kudus:
Sebuah studi Alkitab tentang Roh Kudus dan orang Kristen

Oleh: Wahyu A. Setiadi




I..Pendahuluan

            Kehidupan dari belum percaya Kristus hingga kemudian menjadi percaya dan bertobat serta menjalani kehidupan sebagai anak-anak Allah memiliki berbagai macam proses yang sangat kompleks dan memperlihatkan berbagai macam siklus yang menarik untuk dipelajari atau dipahami. Faktanya telah banyak artikel dan buku-buku yang membahas hal itu dan berhasil untuk mensistematiskannya dengan baik. Demikin juga paper ini mencoba untuk membahas akan hal yang serupa, yaitu bagaimana seseorang hidup menurut Roh Kudus yang berawal dari natur manusia berdosa yang tidak memiliki relasi dengan Allah, yang kemudian didiami oleh Roh Kudus dan memulihkan seluruh kehidupannya menjadi baru serta memimpinnya untuk dibentuk menjadi serupa dengan gambaran Kristus. Walaupun melalui pergumulan dimana orang percaya dituntut menghasilkan buah Roh, dan berjuang melawan sisa-sisa kedagingannya, namun Allah memberi Roh Kudus supaya manusia hidup bergantung di dalam pimpinan-Nya, sehingga dapat melawan keinginan dagingnya dan berhasil mengeluarkan buah Roh yang merupakan hasil kerja sama antara Roh Kudus dengan manusia.
     
II. Mengenal Roh Kudus

Siapakah Roh Kudus? Roh Kudus adalah Pribadi Ilahi, yaitu Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal. Roh Kudus adalah Roh Allah yang diminta oleh Yesus kepada Bapa untuk menolong kehidupan orang-orang percaya. Roh Kudus sebagai meterai atau jaminan keselamatan bagi orang percaya (Efesus 1:13). Yesus meminta kepada Bapa supaya mengirimkan Roh Kudus untuk  mendampingi orang-orang percaya selama mereka berada didunia. Ia sebagai penolong, penghibur, penasehat, yang tinggal selamanya dalam hidup orang percaya. Hadirnya Roh Kudus dalam diri orang percaya adalah suatu bukti kasih dan anugerah Allah di dalam Kristus. Roh Kudus adalah Roh Kebenaran namun tidak dikenal dan diterima oleh  dunia (Yoh 14:17). Roh Kudus yang hadir dalam kehidupan manusia selalu memuliakan Kristus dan meneguhkan pekerjaan yang telah dilakukan-Nya dan Ia saksikan ini di dalam hati orang percaya (Yoh. 16:14). Pentingnya mengenal Roh Kudus adalah untuk memahami betapa karya anugerah Allah itu berlimpah untuk manusia-manusia berdosa, yang oleh Allah, Roh Kudus sendiri dijadikan sebagai jaminan meterai keselamatan orang percaya (2 Kor. 1:22). Pengenalan akan Roh Kudus secara pribadi disisi lain juga menjadikan orang percaya juga semakin menyadari bahwa ada Pribadi Ilahi yang berdiam dalam tubuh yang fana ini, yang setia di dalam segala keadaan dan tidak pernah meninggalkannya. Oleh karna tubuh manusia menurut Paulus adalah bait Allah tempat dimana Roh Kudus berdiam, maka dengan kesadaran seperti ini orang percaya dituntut menghargai, mengasihi, mencintai Roh kudus sebagai Pribadi yang berkuasa untuk memimpin arah kehidupan, menolong orang percaya mengalahkan dan mematikan dosa, berjuang dan bergumul untuk setia melayani Kristus.

III. Natur Manusia berdosa

            Manusia adalah manusia yang telah rusak oleh dosa dan ia tidak dapat berbuat sesuatu yang menyenangkan atau memuliakan Allah, bahkan ia sendiri telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Jatuhnya Adam di dalam dosa telah membuat seluruh manusia yang merupakan keturunan dari Adam tidak terhindarkan dari pencemaran dosa. Dosa ini biasa disebut dengan dosa asal. Raja Daud telah menyadari hal ini dan ia sendiripun mengatakan bahwa sejak dikandung ia sudah ada dalam kesalahan atau dosa (mazmur 51:5). Hal ini menunjukkan bahwa manusia telah mewarisi natur berdosa sejak awalnya ia dilahirkan. Menurut Antony A. Hoekema dosa asal adalah keadaan dan kondisi berdosa manusia yang didalamnya setiap manusia dilahirkan.[1] Dosa asal ini sendiri berbeda dengan dosa aktual. Dan yang dimaksud dengan dosa aktual adalah dosa-dosa yang berasal dari tindakan, perkataan, atau pikiran yang manusia lakukan. Jadi ada dua macam dosa yaitu dosa asal dan dosa aktual dan keduanya memang sama-sama dosa, namun yang pertama adalah sebagai penyebab sedangkan yang kedua adalah manifestasinya. Seseorang yang masih dalam status  berdosa atau lebih tepatnya hidup dibawah kuasa dosa tidak dapat memilih sesuatu yang benar yang dapat menyenangkan hati Tuhan. Ia akan diperbudak untuk melakukan segala kecemaran, oleh karena pikiran dan kehendaknya masih dalam kuasa dosa. Hoekema menjelaskan pengertian dosa asal atau yang biasa disebut dengan “kerusakan total” sebagai berikut:
a.       Kerusakan akibat dosa asal menjangkau setiap aspek natur manusia: termasuk rasio, kehendak, selera, dan dorongan-dorongannya.
b.      Secara natur, tidak ada kasih kepada Allah di dalam diri manusia sebagai prinsip yang memotivasi hidupnya.[2]
Dosa asal ini menjadi penyebab seluruh manusia tidak mempunyai kemampuan untuk datang kepada Allah, tidak mampu melihat kerajaan Allah. Oleh karena itu Yesus berkata pada Nikodemus bahwa ia harus dilahirkan kembali. Yesus dengan tegas menekankan kebenaran ini oleh karena Ia tahu ketidakmampuan manusia diperkenan Allah oleh karena kuasa daging dan kuasa dosa yang membelenggu kehidupannya. Demikian setiap orang yang ingin melihat kerajaan Allah haruslah terlebih dahulu dilahirkan kembali dan ini hanya bisa dikerjakan oleh Roh Kudus.


IV. Roh Kudus, Manusia Berdosa dan Orang Percaya

            Manusia yang berdosa adalah manusia yang buta secara rohani. Ia tidak dapat melihat terang kasih Allah dan tidak dapat mengenal dirinya sendiri. Namun melalui kematian Yesus Kristus, keselamatan itu datang ke dalam hidup manusia berdosa. Yesus adalah bukti kasih kemurahan Allah sehingga manusia bisa berdamai kepada Allah (Yoh 3:16). Yesus adalah terang yang menerangi kegelapan hati manusia (Yohanes 1:9). Ia telah membuka suatu jalan dan dengan jalan itu orang berdosa dapat datang kepada Allah (Yoh 14:6). Roh Kudus adalah janji yang telah Yesus berikan kepada orang berdosa supaya mereka bertobat dan dilahirkan kembali.  Roh Kudus yang berdiam dalam diri orang yang berdosa akan menginsyafkan orang tersebut dari dosa dan dengan kuasa-Nya melahirbarukan kehidupan orang tersebut sehingga ia dapat melihat terang keselamatan Allah. Roh Kudus ini akan memberikan iman sehingga orang berdosa tersebut dapat percaya kepada Yesus dan bertobat dari dosa-dosanya. Kelahiran baru inilah yang merupakan awal dari kehidupan baru yang akan dijalani oleh seorang berdosa yang relasinya dengan Allah telah dipulihkan. Ketika seseorang dilahirkan baru maka ia juga menjadi ciptaan baru (2 Kor 5:17); ia menjadi anak-anak Allah oleh karena Roh Kuduslah yang memberikan kuasa untuk hal itu (Yohanes 1:12). Kelahiran baru merupakan suatu peristiwa yang terjadi sekali dalam hidup orang-orang percaya. Pengertian kelahiran baru (regeneration) sendiri menurut Stephen Pribble  berkaitan erat dengan konsep panggilan yang efektif dari Roh Allah yang mengantar orang berdosa ke dalam suatu hubungan dengan Allah dengan iman.[3] Panggilan Allah yang hadir dalam hidup manusia itu bekerja memberikan kehendak yang baru, sikap hati yang baru, perspektif yang baru serta dorongan baru yang cenderung untuk menggerakkan manusia semakin merindukan Allah dan mengasihi Allah. Setelah manusia berdosa dipanggil (calling) dan dilahirbarukan (regeneration),  sehingga dengan hal tersebut ia dapat meresponinya dengan iman dan menunjukkan pertobatan (repentance), maka ia juga menerima pembenaran (justification) serta menerima kuasa sebagai anak-anak Allah (adoption). Arti pembenaran menurut Calvin merujuk kepada diterimanya kita oleh Allah ke dalam anugerah-Nya dan penilaian-Nya terhadap kita sebagai orang yang benar dan pembenaran itu terletak dalam pengampunan dosa serta diperhitungkannya kebenaran Kristus kepada kita.[4] Sedangkan Adoption merupakan tindakan kasih anugerah Allah yang mengangkat status orang berdosa tetapi yang telah dilahirbarukan tersebut menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah berarti memiliki akses kapan saja untuk datang kepada Allah, dan oleh Roh Kudus yang tinggal dalam hidup orang percaya, maka ia dapat memanggil Allah dengan sebutan Bapa (Roma 8:15). Memiliki status sebagai anak-anak Allah tentunya ada sesuatu hal yang hendaknya tidak boleh dilupakan oleh orang percaya, yaitu bahwa mengetahui bahwa kita diangkat menjadi anak-anak Allah adalah satu hal, sedangkan bertindak sebagai anak-anak Allah dengan kesadaran penuh tentang ketergantungan sepenuhnya kepada Allah dan mengasihi Allah sebagai Bapa adalah hal lain yang harus diterapkan dalam kehidupan orang-orang percaya dan hal ini adalah sulit untuk dilakukan tanpa pertolongan Roh Kudus.[5] Kemudian tahapan selanjutnya dari pekerjaan Allah bagi keselamatan manusia  adalah Sanctification atau Pengudusan. Louis Berkhof mendefinisikan sanctification sebagai that gracious and continuous operation of Holy Spirit by which He purifies the sinner from the pollution of sin, renews his whole nature in the image of God, and enables him to perform good works.[6] Apa yang ditekankannya adalah bahwa Roh Kudus menyucikan seorang pendosa dari polusi dosa dan dengan demkian juga memperbaharui atau memulihkan keseluruhan naturnya ke dalam gambar Allah. Sebetulnya proses penyucian oleh Roh Kudus sendiri telah dimulai sejak seseorang dilahirkan baru, dan Roh Kudus terus menerus melanjutkan pekerjaan-Nya dalam diri orang percaya supaya ia diubahkan menjadi semakin seperti Kristus. Kemudian, akhir dari pekerjaan keselamatan Allah adalah pemuliaan atau glorification. Glorification merupakan penyempurnaan karya Allah dalam diri orang percaya dan hal tersebut berkaitan dengan kedatangan Kristus kedua kelak untuk menyelamatkan semua orang percaya yang merindukan kedatangan-Nya. Dalam beberapa uraian ini dapat ditarik sebuah prinsip bahwa ada suatu urutan atau tahap-tahapan di dalam keselamatan yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam diri orang percaya. Hal ini adalah prinsip Alkitab yang telah diajarkan oleh Rasul Paulus (Roma 8:29-30), dan oleh para teolog hal ini diistilahkan dengan sebutan Ordo Salutis.
Roh Kudus yang telah berdiam dalam diri manusia berdosa menjadi sumber anugerah untuk menolongnya merdeka dari kuasa dosa. Ia membimbing, mengajar, dan memimpin hidup manusia supaya manusia melakukan kebenaran. Ia bertindak dalam diri orang percaya dengan tidak memaksa manusia berbuat apa yang dikehendaki-Nya, melainkan dengan suara-suara lembut yang penuh kesabaran, Roh Kudus selalu mengingatkan orang percaya supaya mereka mau menyerahkan hidupnya untuk dipimpin dan dikuasai oleh Roh Kudus melakukan segala kebenaran.
 Manusia bukanlah robot yang digerakkan oleh Roh Kudus, tetapi manusia memiliki kehendak (will) untuk bertanggung jawab meresponi pertolongan Roh Kudus. Masalahnya adalah manusia bisa saja mendukacitakan Roh Kudus (Efesus 4:30). Roh Kudus berdukacita karena manusia tidak mau meresponi anugerah pertolongan-Nya dan memilih untuk melakukan kehendaknya sendiri. Rasul Paulus menegaskan bahwa orang percaya hendaknya tidak mendukakan Roh Kudus sebab ketika seseorang mendukakan Roh Kudus maka ia tidak dapat mengalami kasih dan anugerah Allah yang dinyatakan melalui Roh Kudus-Nya yang berdiam dalam dirinya. Roh Kudus itu juga diibaratkan seperti api, dan ketika api itu dipadamkan maka jalan kehidupan orang percaya akan tersesat, dalam artian ketika orang percaya mengabaikan peringatan dan bimbingan Roh Kudus maka ia gampang sekali jatuh ke dalam dosa baik dalam pikiran maupun perbuatan. Pada waktu orang percaya memadamkan api tersebut atau Roh, sebetulnya ia tidak menginjinkan Roh Kudus mengungkapkan diri-Nya dengan cara yang diinginkan-Nya.[7] Padahal peranan Roh Kudus begitu penting dalam setiap pergumulan yang dialami oleh orang percaya, jadi adalah suatu kerugian bilamana orang percaya terus-menerus mendukakan Roh Kudus.

Pergumulan hidup orang percaya memang perlu sekali dimengerti sebagai kehidupan yang bergumul akan dua natur. Di satu sisi orang percaya tidak pernah berhenti bergumul untuk terus-menerus menyadari akan adanya natur dosa yang masih selalu memungkinkan orang percaya untuk jatuh dalam dosa meskipun ia telah dilahirbarukan. Oleh karena walaupun status orang percaya menurut Rasul Paulus disebut sebagai orang-orang Kudus namun realitanya ia masih tinggal dalam tubuh yang fana yang telah terkontaminasi dosa. Perbedaan antara orang yang belum dilahirbarukan dengan orang yang telah mengalami kelahiran baru yaitu pada orang percaya −− orang yang dilahirbarukan, kuasa daging atau dosa itu tidak mengikatnya, sebab kuasa daging tersebut telah disalibkan ketika orang percaya mati dalam persatuan dengan kematian Kristus di dalam baptisan. Sedangkan di sisi lain orang percaya tentunya juga memahami akan adanya kehadiran Roh Ilahi di dalam dirinya yang mendorongnya untuk berpikir dan bertindak dengan benar. Masalahnya adalah kedua natur itu seringkali menjadi sumber pemicu konflik di dalam diri orang percaya, sehingga kadang-kadang dua hal tersebut menjadi pergumulan yang sangat sulit bagi orang percaya.

V. Konflik dalam diri orang percaya

           
Kehidupan orang percaya setelah dilahirbarukan dan mendapatkan jaminan kemenangan atas dosa bukanlah berarti bahwa hidup orang percaya akan selalu dalam sejahtera dalam pengertian tidak ada kesulitan dengan masalah dosa. Orang percaya tetap berjuang dan bergumul dengan hal yang sama yaitu dosa, oleh sebab hidup sebagai orang Kristen adalah sebuah perjuangan untuk mematikan dosa setiap hari. Hal ini juga dipahami dengan tepat oleh John Owen ketika ia berkata bahwa orang percaya sejati, yang secara pasti terbebas dari kuasa dosa yang menyebabkan penghukuman, masih harus bergumul seumur hidup untuk mematikan sisa-sisa kuasa dosa yang masih ada di dalam diri mereka.[8] Demikian juga di dalam Roma 7 Paulus menuliskan mengenai pergumulan di dalam dirinya akan sisa-sisa dosa yang dapat berpotensi membuahkan dosa. John Owen kemudian melanjutkan bahwa,
           
“Demikian pula setiap orang percaya mendapati ada peperangan ketika dia berusaha melakukan perbuatan yang baik. Inilah sebabnya Paulus benar-benar mengeluhkan hal ini dalam Roma 7. Setiap hari orang percaya menemukan dirinya berkonflik dengan dosa. Dosa selalu aktif, selalu membuat rencana, selalu memikat dan mencobai. Kemungkinannya hanyalah dosa yang mengalahkan kita, atau kita yang mengalahkan dosa. Dan keadaan akan terus seperti ini sampai kita mati. Tidak ada jaminan keamanan terhadap dosa kecuali dengan terus-menerus berperang melawannya.”[9]

 Sekarang, di dalam diri orang percaya selain masih terdapat natur keberdosaannya, juga terdapat natur ilahi yang telah diberikan oleh Allah baginya dan kedua natur itu selalu bertentangan sifatnya. Rasul Paulus, di dalam suratnya yang ditujukan kepada jemaat di Galatia, menegaskan bahwa di dalam diri orang percaya terdapat dua hal yang saling bertentangan, yaitu daging dengan Roh (Gal. 5:17). Hal itu akan selalu dihadapi oleh orang percaya selama hidupnya, dan tidak menutup kemungkinan bahwa orang percaya terkadang membiarkan keinginan daging untuk menghancurkan hidupnya. Kedua hal itu adalah seperti dua kekuatan yang berada dalam diri manusia. Scot McKnight mengatakan “But this life is a war between the Spirit and the flesh. But this war is not some “personal psychological struggle” or the struggle within a person’s soul.” Rather, as E.P Sanders has said, “The war…has to do with which power one—body and soul—belongs to”. The powers are “flesh” and “Spirit”.[10] Istilah “daging” yang dipakai oleh Paulus dalam suratnya berasal dari akar kata Yunani “σαρξ”. Pengertian daging tersebut bukanlah menunjuk kepada hal yang bersifat fisik, melainkan merupakan keseluruhan manusia dalam kemakhlukannya, kelemahannya dan keberdosaannya.[11] Sedangkan Leon Morris menyatakan “pengertian daging” menunjuk pada seluruh kepribadian manusia yang diorganisasi kearah yang salah, yang lebih diarahkan kepada pengejaran hal-hal duniawi ketimbang pelayanan kepada Allah.[12] William Barclay juga mendefinisikan pengertian “daging” sebagai tabiat manusia dalam segala kelemahannya yang mudah jatuh ke dalam dosa, yang merupakan pangkal dari dosa, dan yang mengikat manusia kepada dunia dan tidak kepada Allah.[13] Jadi kedagingan itu akan sangat mengganggu kehidupan orang percaya dalam menjalani kehidupannya sebagai perwujudan atas anak-anak Allah yang telah ditebus oleh Kristus. Dan ketika Paulus memikirkan tentang kehidupan manusia yang dikuasai “sarx” maka yang ia maksudkan bukanlah hanya dosa seksual dan dosa perbuatan jasmani.[14] Oleh sebab di dalam Galatia 5:16 Paulus mendaftarkan hal-hal seperti: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, dan kedengkian. Semua hal ini adalah dosa yang sifatnya rohani dan berpusat kepada kedagingan. Dengan demikian, orang percaya memang seharusnya tidak tinggal diam begitu saja oleh karena sudah tahu bahwa dirinya telah dimerdekakan dari kuasa dosa dan mendapatkan kelimpahan anugerah di dalam Kristus Yesus. Melainkan harus ada suatu kesadaran yang terus-menerus mengingatkan dirinya bahwa ia masih tinggal dalam realita hidup yang masih tetap mendapatkan serangan-serangan daging selama hidupnya untuk menjauhkannya dari relasi kepada Allah. Pernyataan “bebas dari dosa”  tidaklah bermakna bahwa orang percaya akan hidup tanpa dosa lagi. Jikalau demikian apakah arti hidup bebas dari dosa? Sinclair Ferguson, seorang Teolog, mengatakan bahwa bebas dari dosa bukan berarti berhenti bergumul dengan dosa dan berhenti berbuat dosa lagi, bukan juga telah secara sempurna mengalami kemenangan.(182) Kehidupan yang dibebaskan dari dosa menurut Paulus adalah kehidupan yang tidak lagi diperbudak oleh dosa. Arti tidak diperbudak oleh dosa sendiri merujuk kepada pengertian dosa yang digambarkan Paulus sebagai suatu kuasa yang mengikat atau memerintah dalam kehidupan manusia sehingga bilamana Roh Kudus telah berdiam dalam diri orang percaya maka Ia memberikan kehidupan baru kepada orang percaya tersebut dengan tujuan supaya orang percaya memiliki suatu kemenangan atas perbudakan dosa. Dengan hal ini maka implikasinya bagi kehidupan kita adalah kita tidak lagi terus menerus hidup atau berkanjang dalam dosa. Kemudian Ferguson menambahkan bahwa kemerdekaan atas dosa bukanlah akhir dari suatu perjuangan melawan kuasa dosa, melainkan merupakan  babak baru dimana kita akan terlibat konflik dengan dosa dan oleh karenanya kita harus terus-menerus memerangi segala usaha dosa tersebut untuk menjerat kita kembali jatuh kedalam perangkapnya.(187)

Faktanya banyak kasus kegagalan yang telah dialami oleh orang percaya bahwa mereka tidak sanggup melawan kedagingannya dan kembali terjerat dalam dosa-dosa lamanya. Hal ini memang suatu fakta yang menyedihkan bila ditinjau dari perspektif kebenaran Alkitab. Sebab Alkitab mendeklarasikan dengan jelas bahwa orang percaya tidak lagi dikuasai oleh dosa. Oleh kebenaran ini berarti orang percaya seharusnya mampu untuk melawan dan mematikan dosa-dosanya. Namun permasalahannya adalah mematikan dosa tidak bisa hanya dengan mengandalkan kemampuan diri sendiri, tetapi haruslah mengandalkan pertolongan Roh Kudus. Ketika orang percaya hidup menurut pimpinan Roh Kudus maka ia sanggup untuk melawan godaan-godaan kedagingannya.

VI. Hidup menurut pimpinan Roh Kudus

            Salah satu hal yang seringkali dilupakan oleh orang percaya adalah hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Hal ini mungkin karena orang percaya terlalu puas dengan apa yang telah diterimanya yaitu jaminan keselamatan atau karena menganggap dirinya sudah percaya kepada Kristus sehingga tidak lagi mengutamakan hal tersebut. Banyak juga kesaksian-kesaksian dari orang percaya yang memperlihatkan kenyataan kurangnya pengenalan akan Pribadi Roh Kudus sehingga menjadi asing dengan-Nya. Disisi lain juga ada kesaksian-kesaksian yang menyatakan bahwa orang-orang percaya tersebut mengklaim mendapatkan pengilhaman dari Roh Kudus, sehingga yang terjadi adalah menyelewengkan peran utama Roh Kudus itu sendiri. Roh Kudus selain berperan memberi karunia-karunia kepada orang percaya, terutama juga berfungsi sebagai penolong bagi orang percaya, supaya orang percaya diubahkan untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus melalui pimpinan dan pekerjaan-Nya di dalam diri orang percaya. Roh Kudus tidak pernah bekerja dengan menggunakan cara yang memaksa, tetapi Dia meminta respon dari orang percaya untuk bergantung kepada pertolongan-Nya. John Owen juga menggumulkan masalah ini dan berkata dalam bukunya bahwa:
 “Roh Kudus tidak mematikan dosa di dalam orang percaya tanpa ketaatan dan kerja sama dari orang percaya tersebut. Dia bekerja di dalam kita dan pada kita sesuai dengan natur manusia Dia tetap memelihara kebebasan dan ketaatan bebas kita dan Dia bekerja di dalam kita bukan melawan kita atau tanpa kita.”27-28

            Jadi peran Roh Kudus begitu penting dan orang percaya wajib memiliki respon ketaatan atas pimpinan-Nya. Hanya hidup sesuai dengan pimpinan-Nyalah, orang percaya dapat melawan segala keinginan dagingnya. Hidup dengan dipimpin Roh Kudus berarti  menyerahkan tubuh, jiwa, dan roh kita untuk mengikuti apa yang Roh Kudus kehendaki untuk kita lakukan. Ketika kita dipimpin oleh Roh Kudus maka kita juga telah hidup di dalam Roh. Sebab pengertian hidup dalam Roh itu sendiri ialah hidup yang telah dilahirbarukan oleh Roh Kudus, artinya sudah menerima suatu kehidupan rohani yang baru, yang berasal dari Tuhan.  Roh Kudus menolong kita untuk melawan segala macam kedagingan yang ingin mencobai kita. Ia memberi anugerah di dalam hati orang percaya sehingga memampukannya melihat dosa sebagai sesuatu yang ia benci. Ia memberi anugerah sehingga orang percaya berjuang dengan berani mematahkan segala keinginan kedagingan. Rasul Paulus menyatakan bahwa orang percaya hendaknya tidak hanya hidup oleh Roh saja namun juga wajib menyerahkan hidupnya untuk dipimpin Roh Kudus (Gal. 5:25). Dengan demikian jika manifestasi dari perbuatan daging adalah hal-hal seperti, “…percabulan, kecemaran, hawa nafsu, iri hati, perseteruan…” (Gal. 5:19-20), maka manifestasi dari pimpinan Roh Kudus adalah buah Roh yaitu, “… kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri…” (Gal. 5:22-23). Buah Roh adalah karya Roh Kudus yang berkaitan dengan proses “sanctification”, namun proses menghasilkannya membutuhkan kerjasama dari orang percaya yaitu dengan cara menyerahkan dirinya kepada pimpinan Roh Kudus. Dan juga buah Roh tidak dapat diusahakan dengan kekuatan sendiri, melainkan tumbuh seiring perjalanan orang percaya dipimpin oleh Roh Kudus.  Dalam hal ini Wesley L. Gerig juga mengatakan hal yang sama bahwa:

“Naturally good fruit is produced without any effort by a good tree; however, the fruit of the Spirit does not come into being that automatically. Regularly it requires effort on the Christian's part. It demands a heeding of the commands of Scripture and a cooperation with the Holy Spirit in his work in the believer's life.”

 VII. Kesimpulan
           
            Kehidupan orang percaya diawali dengan kelahiran baru oleh Roh Kudus yang sebelumnya dikuasai oleh dosa namun yang kemudian dimerdekakan dari dosa. Dengan kelahiran baru tersebut, maka orang berdosa diberi iman dan dituntun menuju kepada pertobatan sekaligus dipulihkan relasinya dengan Allah. Ia menerima status yang baru sebagai anak-anak Allah dan dengan itu ia memiliki kewajiban untuk hidup sturut sesuai statusnya yang baru. Namun, dalam mewujudkan statusnya tersebut orang percaya masih dihambat dengan sisa-sisa dosa atau kedagingannya. Sebab, kehidupan yang dimerdekakan dari dosa ketika seseorang telah dilahirkan kembali bukanlah berarti hidup tanpa bergumul dengan dosa lagi. Oleh karena itu, setiap orang percaya harus mengandalkan pertolongan Roh Kudus dan bersedia untuk dipimpin oleh-Nya. Karena, hanya anugerah dari pertolongan Roh Kuduslah kita mampu melawan segala kedagingan dan sisa-sisa dosa dan akhirnya mampu mewujudkan status kita sebagai anak-anak Allah. Dengan demikian kita tidak lagi menuruti keinginan daging yang memanifestasikan hal-hal buruk, melainkan menuruti pimpinan Roh yang akan memanifestasikan buah Roh, dan dari buah Roh itulah merupakan tanda bahwa orang percaya telah menjalani proses “pengudusan” yang bermaksud menjadikannya semakin serupa dengan Kristus.






















[1] Anthony A. Hoekema, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, terj. Irwan Tjulianto (Surabaya: Momentum, 2000), 183.
[2] Ibid., 192.
[3] Stephen Pribble, Born Again, (southfield, MI: Shouthfield Reformed Presbyterian Church, 1996), http://www. reformed.com/publications/bornagain.php (diakses 28 Maret 2013).
[4] Yohanes Calvin, Institutio: Pengajaran Agama Kristen, ed. Th van den End, terj. Ny. Winarsih et al (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), III.xi.2.
[5] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2: misi Kristus, Roh Kudus, kehidupan Kristen, terj. Jan S. Aritonang (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 190.
[6] Louis Berkhof, Manual of Christian Doctrine (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1991), 267.
[7] Got Questions Ministries, Mendukakan Roh Kudus, http:// http://www.gotquestions.org/ Indonesia/ mendukakan-Roh-Kudus.html (diakses 30 Maret 2013).
[8] John Owen, Mematikan Dosa: Suatu Pengajaran Alkitabiah Praktis, terj. Ina Elia Gani (Surabaya: Momentum, 2002), 4.
[9] Ibid., hal. 12
[10] Scot McKnight, The NIV Application Commentary: Galatians (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1995), 268-69.
[11] Sinclair B. Ferguson, Kehidupan Kristen: Sebuah Pengantar Doktrinal, terj. Lanna Wahyuni dan Selena C. Wijaya (Surabaya: Momentum, 2007), 208.
[12] The New Bible Dictionary, ed. J. D. Douglas (London: Inter-Varsity Press, 1965),426. Dikutip dalam Sinclair B. Ferguson, Kehidupan Kristen: Sebuah Pengantar Doktrinal, terj. Lanna Wahyuni dan Selena C. Wijaya (Surabaya: Momentum, 2007), 209.
[13] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Roma, terj. Nanik Harjono dan Jakub Susabda (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 155.
[14] Ibid., 156.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar