KOTBAH EKSPOSISI
Hakim-Hakim 2:6-23
“Kasih dan Keadilan
Allah”
oleh: Wahyu A. Setiadi
oleh: Wahyu A. Setiadi
I. Pendahuluan
Kitab
Hakim-hakim adalah kitab yang digolongan dalam kategori kitab sejarah. Sejarah
yang diceritakannya adalah mengenai kisah pendudukan Kanaan yang belum selesai
dan para pahlawan yang dipanggil Allah untuk meneruskan perjuangan itu.[1]
Kitab Hakim-hakim kemungkinan dituliskan oleh Samuel namun para sarjana sendiri
pun juga belum dapat menyatakannya secara pasti oleh sebab tidak ada keterangan
yang jelas mengenai siapa penulis kitab tersebut. Yang pasti kitab ini
dituliskan dalam suatu konteks dimana bangsa Israel pada waktu itu sedang
mengalami kekosongan pemimpin dan kemudian Tuhan membangkitkan orang-orang yang
dipilih-Nya untuk melepaskan umat-Nya dari penindasan bangsa-bangsa lain.
Pemimpin ini bukanlah pemimpin seperti Raja atau seperti Musa maupun Yosua,
melainkan seorang pemimpin yang menolong Israel untuk melepaskan diri dari
penjajahan bangsa-bangsa lain. Pemimpin tersebut tidaklah memimpin keseluruhan
umat Israel seperti yang dilakukan oleh Musa dan Yosua, melainkan hanya di
salah satu daerah bagian saja, sedangkan di bagian daerah yang lain dipegang
oleh pemimpin yang lain, dan pemimpin-pemimpin ini disebut sebagai “Hakim”.
Walaupun kitab ini disebut sebagai kitab sejarah tetapi isi di dalam kitab ini
penuh dengan pesan-pesan teologis yang menunjuk kepada hubungan antara Allah
dengan kondisi umat-Nya pada zaman itu.
Alkitab
menggambarkan Allah adalah Allah yang penuh kasih, namun disisi lain Allah juga
adalah Allah yang kudus sehingga oleh kekudusan-Nya, setiap dosa dan
pemberontakan tidak pernah lepas begitu
saja dari penghukuman-Nya. Meskipun demikian penghukuman Allah itu selalu di
dasarkan atas tindakan kasih, yaitu seperti kasih bapa yang memberikan hukuman
kepada anaknya jika anaknya tersebut melakukan perbuatan yang salah. Kitab
Hakim-hakim adalah salah satu kitab yang menunjukkan hal-hal tersebut, dimana
kemurahan dan belas-kasihan Allah ditunjukkan walaupun umat-Nya telah
memberontak dan menyakiti hati-Nya. Penulis kitab secara khusus juga ingin
memberitahukan bahwa Allah akan
memberkati umat-Nya jika mereka taat dan setia kepada-Nya. Namun kemudian akan
menghukum jika mereka mengabaiakan segala perintah Tuhan.
II. Struktur dan Latar
belakang perikop
A. Struktur
Perikop
1. Kilas
balik (6-10)
2. Pemurtadan
umat Allah (11-13)
3. Murka
Yahweh kepada umat-Nya (14-15)
4. Anugerah
yang tidak layak diterima (16)
5. Perbudakan
yang terus berkelanjutan (17-19)
6. Hasil
dari permurtadan yang berkelanjutan (20-23)
Menurut W. Gary Philips pasal 1
kitab Hakim-hakim memberitahukan fakta-fakta kemerosotan bangsa Israel selama
zaman kegelapan pada masa Hakim-hakim yaitu sejarah-sejarah apa yang terjadi. Sedangkan
Hakim-hakim pasal 2 adalah menunjuk pada maksud theologisnya, dan memberikan
alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi sekaligus sebagai pengantar untuk
memasuki siklus awal yaitu hakim Otniel.[2] Hakim-hakim
2 diawali dengan komunikasi antara Bangsa Israel dengan Allahnya, yang melihat
kembali pada masa Yosua dimana sebuah teladan telah ditetapkan, dan merupakan
gambaran dari apa yang akan terjadi di masa mendatang, serta berakhir dengan
apa yang terjadi ketika orang Israel melakukan hal-hal yang dilarang oleh
Tuhan.[3] Komunikasi
perjumpaan dengan Tuhan tersebut berada di Bokhim, dimana Tuhan mengingatkan
kembali mengenai perjanjian yang telah dibuat-Nya dengan mereka yang telah
dilanggarnya. Hal tersebut terjadi setelah Yosua meninggal, dimana pada waktu
itu munculah generasi-generasi baru yang tidak takut akan Tuhan dan memberontak
kepada-Nya (ay. 6-10). Oleh karena itu Tuhan tidak mau menghalau musuh-musuh
mereka dan membiarkan musuh-musuh tersebut hidup di tengah-tengah mereka dengan
tujuan untuk menguji ketaatan mereka yaitu apakah mereka tetap hidup sesuai
jalan yang diajarkan oleh nenek moyang mereka (ay. 22-23).
III. Eksposisi
Bangsa Israel adalah umat pilihan
Allah dimana Allah menyatakan interaksi dan yang berkomunikasi secara dekat
kepada mereka. Namun Bangsa Israel sendiri terkadang kurang menyadari bahwa
mereka adalah umat yang istimewa sehingga tidak mengindahkan kasih dan
kemurahan Allah yang telah diberikan kepada mereka. Salah satu bagian Alkitab
yang menggambarkan keadaan tersebut adalah dalam kitab Hakim-hakim (2:6-23).
Dalam perikop ini ada hal-hal penting yang menggambarkan kasih setia Tuhan
kepada bangsa yang tegar tengkuk.
Ayat 6-10
“6 When Joshua had dismissed the people, the sons of
Israel went each to his inheritance to possess the land. 7 The people served the Lord all the days of Joshua, and all the days of the elders who [d]survived
Joshua, who had seen all the great work of the Lord which He
had done for Israel. 8 Then Joshua the
son of Nun, the servant of the Lord, died at
the age of one hundred and ten. 9 And
they buried him in the territory of his inheritance in Timnath-heres, in the
hill country of Ephraim, north of Mount Gaash. 10 All
that generation also were gathered to their fathers; and there arose another
generation after them who did not know the Lord, nor yet
the work which He had done for Israel.” NASB.
“When Joshua had dismissed the
people…” Setelah Yosua telah berhasil dalam melakukan
penakhlukannya, maka orang Israel disuruh untuk pergi ke daerah yang telah
menjadi bagian mereka masing-masing, namun demikian mereka masih harus
menghalau sisa-sisa musuh yang ada yang tidak terbunuh pada waktu peperangan
dan menduduki daerah tersebut. Namun ternyata hanya beberapa suku yang
menghalau sisa-sisa musuh dan berhasil menduduki daerah mereka. Dalam bagian
ini diceritakan mengenai kondisi umat Tuhan yang tetap setia selama pada zaman Yosua
dan para tua-tua hidup. Menurut Gary Philips, bagian ini megingatkan kembali
apa yang telah ditulis dalam Yosua 24:28-30 (ay. 6-9).[4] … who did not know the Lord, nor yet
the work which He had done for Israel.” Generasi
baru tersebut hanya mengenal Tuhan secara pengetahuan, dan belum pernah melihat
sendiri karya Tuhan seperti yang Tuhan sendiri tunjukkan kepada
generasi-generasi yang sebelumnya. Disini ada suatu ketidaklancaran dalam
meneruskan kebenaran firman Tuhan kepada generasi yang selanjutnya. Para imam
gagal mengajarkan semua ketetapan-ketetapan Tuhan yang diberikan melalui Musa
kepada bangsa Israel (ay.10).[5]
Ayat 11-13
“11 Then the sons of Israel did evil in the sight of the Lord and served the Baals, 12 and they forsook the Lord, the God of their fathers, who had brought them out of the land of Egypt, and followed other gods from among the gods of the peoples who were around them, and bowed themselves down to them; thus they provoked the Lord to anger. 13 So they forsook the Lord and served Baal and the Ashtaroth.” NASB
Then the sons of Israel did
evil in the sight of the Lord. Frase
tersebut digunakan sebanyak enam puluh kali dalam Perjanjian Lama, dan delapan
kali dalam Kitab Hakim-hakim. Frase ini juga dihubungkan di dalam Maleakhi
2:17, dimana Nabi menuduh sekelompok orang yang disebut orang percaya. Ia
mengatakan bahwa mereka telah menyusahi Tuhan dengan anggapan mereka bahwa
setiap orang yang berbuat jahat di mata Tuhan adalah baik. Istilah “kejahatan”
disini mengacu kepada pelanggaran terhadap perintah Allah yang disengaja, dan
bukan karena melanggar sesuatu yang di luar kesadarannya, melainkan melanggar
apa yang sebelumnya ia sendiri berjanji untuk tidak melanggarnya.[6] And served the Baals. Baal
adalah dewa kesuburan yang dengan menyembahnya dianggap akan mendatangkan
kesuburan bagi manusia, hewan, dan hasil ladang (ay. 11). Forsook the Lord, the God of their fathers.
Umat Israel telah melupakan apa yang telah diajarkan oleh nenek moyangnya.
Mereka meninggalkan Tuhan yang telah membawa nenek moyang mereka keluar dari
Mesir. Frase “Followed other gods from among the gods” berarti Bangsa
Israel telah berpaling kepada allah-allah lain, Leon Morris mengatakan bahwa
seharusnya semua bukti-bukti dari tradisi mereka membuat mereka untuk setia,
tetapi mereka malah berpaling kepada para dewa dari orang-orang yang ada di
tengah-tengah mereka, yang agamanya terkesan langsung memperhatikan
kesejahteraan mereka.[7] “Provoked the Lord to anger” berarti perilaku
bangsa Israel tersebut membangkitkan kemarahan Tuhan. Hal yang ironi adalah
bangsa Israel menyembah allah bangsa kanaan yang hanya terbuat dari logam, batu
dan kayu, sementara itu Tuhan sendiri adalah pencipta dari material-material
itu, dan hal ini menyebabkan Tuhan menjadi marah (ay. 12).[8] Bangsa Israel “....served
Baal and the Ashtaroth”. Ashtaroth adalah
dewi kesuburan pasangan Baal (ay.13).
Ayat 14-15
14 The anger of the Lord burned against Israel, and He gave them into the hands of plunderers who plundered them; and He sold them into the hands of their enemies around them, so that they could no longer stand before their enemies. 15 Wherever they went, the hand of the Lord was against them for evil, as the Lord had spoken and as the Lord had sworn to them, so that they were severely distressed.” NASB
Perbuatan bangsa
Israel menjadikan TUHAN murka sehingga menghukum mereka dengan cara
diserahkan kepada musuh-musuhnya yang
ada ditengah-tengah mereka yaitu bangsa yang tidak dihalau oleh mereka. TUHAN
memakai bangsa itu sebagai alat untuk melampiaskan murka-Nya (ay 14). Ia
bertindak sesuai dengan keadilan-Nya dan menunjukkan kepada umat-Nya bahwa
ketidaktaatan yang mereka lakukan sesungguhnya selalu membawa mereka kepada
penghukuman Tuhan. Bangsa yang tidak dihalau oleh mereka ternyata menjadi lawan
yang menindas mereka dan penindasan yang dilakukan kepada bangsa Israel adalah
akibat dari perbuatan mereka sendiri yang memilih menjauh dari segala
perintah-perintah-Nya (ay. 15). Dalam perlawanan terhadap musuh-musuh-Nya,
bangsa Israel selalu mengalami kekalahan, oleh sebab Tuhan sendirilah yang
membuat kekalahan itu, bahkan Tuhan yang menyerahkan umat-Nya kepada para musuh
mereka. Penghukuman Tuhan begitu keras hingga mereka tertekan dan terjepit di
dalam keadaannya. Wiersbe mengatakan bahwa hal ini adalah merujuk kepada apa
yang pernah dikatakan oleh Musa dan akan terjadi yaitu musuh-musuh Israel pada
akhirnya menjadi tuan atas mereka (Ul. 28:25). Tuhan mengijinkan satu demi satu
bangsa untuk menyerang tanah perjanjian dan memperbudak umat-Nya yang membuat
hidup mereka begitu sengsara hingga mereka berteriak minta tolong kepada-Nya.[9]
Ayat 16
16 Then the Lord raised up
judges who delivered them from the hands of those who plundered them.
Perbuatan yang
telah dilakukan bangsa Israel yaitu beribadah kepada berhala mengakibatkan
mereka jatuh ke dalam pengadilan Allah. Di dalam penghukuman itu mereka
mengalami tekanan yang akhirnya membuat mereka sadar dan membutuhkan Allah. Allah
menolong mereka dengan membangkitkan hakim-hakim dan dalam hal ini mengingatkan
bahwa Tuhan memberikan anugerah-Nya kepada orang yang tidak layak menerimanya.
Demikian pula menurut W.L Alexander yang mengatakan bahwa ini adalah tanda dari
kekayaan belas kasihan Allah.[10] Dalam bahasa Ibrani kata
“judge” memiliki arti “to save, to rescue”. Para hakim yang adalah penyelamat
memenangkan kemenangan militer yang besar dan pertolongan Tuhan dan para hakim
ini jugalah yang menjadi pemimpin yang menolong orang Israel menyelesaikan
masalahnya.[11] Menariknya penulis menempatkan ayat 16 tersebut yang berbicara
tentang belas kasihan Allah setelah di ayat 15 yang konteksnya adalah hukuman
Allah yang sedang diberikan kepada bangsa Israel. Kedua ayat ini begitu kontras
dan secara eksplisit menggambarkan karakter Allah sendiri dimana di satu sisi
Ia adalah adil sedangkan di sisi yang lain Ia juga mengasihi.
Ayat 17-19
“17 Yet they did not listen to their judges, for
they played the harlot after other gods and bowed themselves down to them. They
turned aside quickly from the way in which their fathers had walked in obeying
the commandments of the Lord; they did not do as their
fathers. 18 When the Lord raised up judges for them, the Lord was with
the judge and delivered them from the hand of their enemies all the days of the
judge; for the Lord was moved to pity by their groaning because of those who oppressed
and afflicted them. 19 But it came
about when the judge died, that they would turn back and act more corruptly
than their fathers, in following other gods to serve them and bow down to them;
they did not abandon their practices or their stubborn ways.”
Keterlibatan bangsa
Israel dalam penyembahan berhala merupakan salah satu dosa yang dianggap Tuhan
sebagai perzinahan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mengabaikan segala
perintah yang telah diberikan Tuhan kepada nenek moyang mereka (ay. 17).
Pertolongan Tuhan ternyata tidaklah membuat mereka semakin takut kepada-Nya.
Hal ini dibuktikan dalam tindakan mereka yang semakin jahat ketika hakim yang
memimpin mereka telah meninggal (ay. 19). Padahal Tuhan telah berbelas kasihan
terhadap mereka dimana hakim yang dipakai Tuhan tersebut menyelamatkan mereka dari
tangan musuh-musuhnya (ay. 18), namun sayangnya mereka tidak lagi menghargai
akan hal itu dan cenderung mengikui keinginan mereka sendiri. Perbuatan bangsa
Israel ini memicu murka Tuhan yang akan menghukum mereka kembali oleh karena
ketidaktaatan yang mereka pilih sendiri. Akibatnya bangsa Israel tetap dalam
belenggu penindasan musuh-musuhnya.
Ayat 20-23
“20 So the anger of the Lord burned against Israel, and He said, “Because this nation has
transgressed My covenant which I commanded their fathers and has not listened
to My voice, 21 I also will no longer
drive out before them any of the nations which Joshua left when he died,
22 in order to test Israel by them, whether
they will keep the way of the Lord to walk in
it as their fathers did, or not.” 23 So
the Lord allowed those nations to remain, not driving them out quickly; and
He did not give them into the hand of Joshua.
Akibat dari
kebebalan bangsa Israel adalah Tuhan tidak mau menolong bangsa Israel untuk
menghalau musuh-musuh mereka lagi. Bangsa Israel telah melanggar perjanjian
terhadap Tuhan karena itu Tuhan membiarkan musuh-musuh yang tinggal di
tengah-tengah mereka untuk mencobai mereka. Sedangkan F. Duane Linsey
mengatakan bahwa ada empat alasan mengapa Tuhan membiarkan bangsa Kanaan tetap
tinggal di tengah-tengah umat Israel, yaitu: Untuk menghukum Israel atas
kemurtadannya dalam penyembahan berhala, untuk menguji kesetiaan iman mereka
kepada Tuhan, Tuhan memberikan pengalaman kepada mereka dalam berperang, untuk
mencegah tanah Kanaan menjadi padang gurun sebelum penduduk Israel meningat dan
cukup untuk menempati seluruh negeri.[12]
Poin Homilitik
Kondisi bangsa
Israel pada waktu setelah meninggalnya Yosua adalah ditunjukkan dengan semakin
merosotnya kehidupan moral mereka dan tentang mereka dikatakan bahwa mereka
melakukan apa yang jahat dimata Tuhan (Hak. 2:11). Tindakan mereka menimbulkan
murka Tuhan namun disisi lain Tuhan memiliki belas kasihan terhadap mereka oleh
karena mereka adalah umat-Nya dan Tuhan telah memegang perjanjian dengan nenek
moyang mereka yang tentunya tidak akan pernah diingkari oleh-Nya. Kesetiaan
Tuhan tersebut menunjukkan integritas-Nya bahwa Ia adalah Allah yang memegang
teguh perjanjian yang telah dibuat-Nya (Maz 89:28). Dalam Hakim-hakim pasal 2
ini ada pelajaran penting untuk diambil yaitu mengenai kasih dan keadilan
Allah. Persoalannya berangkat dari sebuah pandangan yang terlalu menekankan sisi
kasih Allah dan mengabaikan sisi keadilan Allah. Padahal Alkitab dengan jelas
mengungkapkan bahwa Allah yang kasih bukan berarti Allah yang tidak pernah
menghukum. Kasih dan keadilan Allah selalu berjalan dengan seimbang dan tidak
pernah terpisah-pisah.
A. Allah yang kasih bukanlah Allah yang memanjakan (ay 6-15)
Bangsa Israel
adalah bangsa yang mendapatkan hak istimewa daripada bangsa-bangsa yang lain.
Tuhan telah mengikat suatu perjanjian terhadap nenek moyang bangsa Israel yaitu
Abraham. Di dalam perjanjian itu terdapat berkat-berkat yang dijanjikan Tuhan
untuk diberikan kepada keturunan Abraham yaitu Israel. Kemudian, bukti kasih
setia dan pemeliharaan Tuhan adalah ketika Ia mengeluarkan bangsa Israel dari
perbudakan bangsa Mesir dan waktu itu
banyak sekali mujizat-mujizat yang telah Tuhan lakukan untuk menunjukkan bahwa
Ia adalah Allah yang menyelamatkan dan memelihara mereka. Sebagai umat Allah,
mereka mendapatkan perlakuan yang khusus. Namun perjanjian Tuhan selain tidak
bersyarat, juga mengandung syarat. Yaitu
jikalau mereka taat maka mereka akan diberkati, sedangkan jika tidak mereka
akan mendapat hukuman. Berkaitan dengan kondisi umat Israel setelah
meninggalnya Yosua, dimana umat Israel melakukan apa yang jahat dan melupakan
Tuhan (Hak. 10-11) maka Tuhan harus menyatakan keadilan-Nya. Ia tetap menjaga
integritas-Nya sebagai Allah. Akhirnya, Tuhan mememberikan hukuman kepada
bangsa Israel dengan menyerahkan mereka kepada musuh-musuh mereka, sehingga
mereka tertindas dan menderita melalui hal itu.
B. Belas kasihan yang diberikan pada umat yang tidak layak (ay. 16).
TUHAN adalah Allah
yang mengerti keadaan dan kebutuhan umat-Nya. Ia mengetahui apa yang dirasakan
umat-Nya ketika mereka sedang menderita. Dalam konteks perikop tersebut
walaupun Ia murka melihat kejahatan yang dilakuakan oleh umat-Nya yaitu mereka
telah berzinah dengan menyembah berhala namun Tuhan tetap menunjukkan belas
kasihan kepada umat Israel. Ia membangkitkan orang-orang yang dipilih-Nya untuk
menyelamatkan mereka dari musuh-musuh mereka (ay. 16). Ia menyatakan
pertolongan-Nya disaat mereka betul-betul tidak berdaya untuk menghadapi
lawan-lawan mereka. Bangsa Israel sebagai umat-Nya tentunya harus meresponi
kebaikan Tuhan ini melalui ketaatan terhadap segala perintah-Nya, mereka harus
mau bertobat dan kembali beribadah kepada Tuhan.
C. Kasih yang mendidik yang tercermin dalam keadilan-Nya (ay.
17-23).
Segala sesuatu
pelanggaran memiliki konsekuensinya. Dalam hal ini umat Israel telah melanggar
perjanjian dengan Tuhan. Allah yang adil, adalah Allah yang menghukum akan
setiap pelanggaran yang mencoba untuk mengabaikan kekudusan Allah. Hukuman
Allah ada karena akibat dari dosa. D.A Carson mengatakan bahwa hukuman Allah
adalah implikasi kekudusan Allah melawan dosa. Tuhan menghukum Israel dengan
cara tidak mau menolong menghalau musuh-musuhnya (Hak. 2:21). Namun ini adalah
sebuah tujuan Allah untuk mendidik bangsa Israel. Didikan itu diwujudkan
melalui ujian melalui bangsa-bangsa disekitarnya yang akan mempengaruhi mereka
beribadah kepada allah-allah lain. Yaitu apakah mereka tetap setia atau tidak
memagang imannya.
KESIMPULAN
Allah adalah Allah yang kasih sekaligus adil. Dalam kasih-Nya, Ia
memelihara dan menyelamatkan umat-Nya, Dalam PB Kasih Allah dinyatakan melalui
anak-Nya yang tunggal. Disi lain, keadilan Allah dinyatakan melalui
hukuman-hukuman kepada umat-Nya. Hukuman juga merupakan suatu didikan, dan
didikan adalah suatu bukti kasih Allah kepada umat-Nya (Ibrani 12:6). Ketika
Allah mengasihi bukan berarti Ia tidak menghukum, dan sebaliknya juga ketika
Allah menghukum Ia tidak pernah kehilangan kasih-Nya. Jadi kasih dan keadilan
Allah itu selalu berjalan seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, W.L. The
Book of Judges dalam The Pulpit
Commentary ed. H. D. M. Spence dan Joseph S. Exell. Peabody, Massachusets:
Hendrickson Publisher, n.d.
Baker, David L. Mari Mengenal Perjanjia Lama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2008.
Cundall, Arthur E. dan
Moris, Leon. Tyandale Old Testament
Commentary: Judges. Downers Grove: InterVarsity, 1968.
Linsey, F. Duane. Judges dalam The Bible Knowledge Commentary: Old Testament ed. John F. Warvood
dan Roy B. Zuck. Colorado Springs, CO:
David C. Cook, 1983.
Philips, W. Gary. Holman
Old Testament Commentary: Judges. ed. Max Anders. Nasville, Tennesse:
Broadman & Holman Publisher
Schneider, Tammi J.
Judges dalam Studies in Hebrew
Narrative and Poetry ed. David W. Cotter
(Collegeville, Minnesota: The Order of
St. Benedict, Inc., 2000
Wiersbe, Warren W. The Wiersbe
Bible Commentary: The Complete Old Testament. Colorado Springs, CO: David C. Cook, 2007.
[1]
David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjia Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008), 59.
[2]
W. Gary Philips, Holman Old Testament Commentary:
Judges , ed. Max Anders(Nasville, Tennesse: Broadman & Holman
Publisher), 12.
[3]
Tammi J. Schneider, Judges dalam Studies
in Hebrew Narrative and Poetry ed. David W. Cotter (Collegeville, Minnesota: The Order of St. Benedict, Inc., 2000), 25.
[4]
W. Gary Philips, Holman Old Testament
Commentary: Judges, Hal 42
[5]
Ibid., hal 43
[6]
Ibid., Hal 44
[7]
Judges and Ruth, Arthur E. Cundall dan Leon Moris, Tyandale Old Testament
Commentary: Judges, (Downers Grove: InterVarsity, 1968), 68.
[8]
W. Gary Philips, Holman Old Testament
Commentary: Judges , 44.
[9]
Warren W. Wiersbe, The
Wiersbe Bible Commentary: The Complete Old Testament (Colorado Springs, CO:
David C. Cook, 2007), 431.
[10]
W.L. Alexander, The Book of Judges dalam The Pulpit Commentary ed. H. D. M.
Spence dan Joseph S. Exell (Peabody, Massachusets: Hendrickson Publisher, n.d),
24.
[11]
Wiersbe, The
Wiersbe Bible Commentary: The Complete Old Testament, 431.
[12]
F. Duane Linsey, Judges dalam The Bible Knowledge Commentary:
Old Testament ed. John F. Warvood dan Roy B. Zuck, (Colorado Springs, CO: David C.
Cook, 1983), 384.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar