Rabu, 09 Desember 2015

Kotbah Eksposisi: Kasih dan Keadilan Allah (Hakim-Hakim 2:6-23)



KOTBAH EKSPOSISI
Hakim-Hakim 2:6-23
“Kasih dan Keadilan Allah”
oleh: Wahyu A. Setiadi

I. Pendahuluan

Kitab Hakim-hakim adalah kitab yang digolongan dalam kategori kitab sejarah. Sejarah yang diceritakannya adalah mengenai kisah pendudukan Kanaan yang belum selesai dan para pahlawan yang dipanggil Allah untuk meneruskan perjuangan itu.[1] Kitab Hakim-hakim kemungkinan dituliskan oleh Samuel namun para sarjana sendiri pun juga belum dapat menyatakannya secara pasti oleh sebab tidak ada keterangan yang jelas mengenai siapa penulis kitab tersebut. Yang pasti kitab ini dituliskan dalam suatu konteks dimana bangsa Israel pada waktu itu sedang mengalami kekosongan pemimpin dan kemudian Tuhan membangkitkan orang-orang yang dipilih-Nya untuk melepaskan umat-Nya dari penindasan bangsa-bangsa lain. Pemimpin ini bukanlah pemimpin seperti Raja atau seperti Musa maupun Yosua, melainkan seorang pemimpin yang menolong Israel untuk melepaskan diri dari penjajahan bangsa-bangsa lain. Pemimpin tersebut tidaklah memimpin keseluruhan umat Israel seperti yang dilakukan oleh Musa dan Yosua, melainkan hanya di salah satu daerah bagian saja, sedangkan di bagian daerah yang lain dipegang oleh pemimpin yang lain, dan pemimpin-pemimpin ini disebut sebagai “Hakim”. Walaupun kitab ini disebut sebagai kitab sejarah tetapi isi di dalam kitab ini penuh dengan pesan-pesan teologis yang menunjuk kepada hubungan antara Allah dengan kondisi umat-Nya pada zaman itu.

Alkitab menggambarkan Allah adalah Allah yang penuh kasih, namun disisi lain Allah juga adalah Allah yang kudus sehingga oleh kekudusan-Nya, setiap dosa dan pemberontakan tidak pernah  lepas begitu saja dari penghukuman-Nya. Meskipun demikian penghukuman Allah itu selalu di dasarkan atas tindakan kasih, yaitu seperti kasih bapa yang memberikan hukuman kepada anaknya jika anaknya tersebut melakukan perbuatan yang salah. Kitab Hakim-hakim adalah salah satu kitab yang menunjukkan hal-hal tersebut, dimana kemurahan dan belas-kasihan Allah ditunjukkan walaupun umat-Nya telah memberontak dan menyakiti hati-Nya. Penulis kitab secara khusus juga ingin memberitahukan bahwa  Allah akan memberkati umat-Nya jika mereka taat dan setia kepada-Nya. Namun kemudian akan menghukum jika mereka mengabaiakan segala perintah Tuhan.
                                                                                        



II. Struktur dan Latar belakang perikop

A.    Struktur Perikop

1.      Kilas balik (6-10)
2.      Pemurtadan umat Allah (11-13)
3.      Murka Yahweh kepada umat-Nya (14-15)
4.      Anugerah yang tidak layak diterima (16)
5.      Perbudakan yang terus berkelanjutan (17-19)
6.      Hasil dari permurtadan yang berkelanjutan (20-23)

            Menurut W. Gary Philips pasal 1 kitab Hakim-hakim memberitahukan fakta-fakta kemerosotan bangsa Israel selama zaman kegelapan pada masa Hakim-hakim yaitu sejarah-sejarah apa yang terjadi. Sedangkan Hakim-hakim pasal 2 adalah menunjuk pada maksud theologisnya, dan memberikan alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi sekaligus sebagai pengantar untuk memasuki siklus awal yaitu hakim Otniel.[2] Hakim-hakim 2 diawali dengan komunikasi antara Bangsa Israel dengan Allahnya, yang melihat kembali pada masa Yosua dimana sebuah teladan telah ditetapkan, dan merupakan gambaran dari apa yang akan terjadi di masa mendatang, serta berakhir dengan apa yang terjadi ketika orang Israel melakukan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan.[3] Komunikasi perjumpaan dengan Tuhan tersebut berada di Bokhim, dimana Tuhan mengingatkan kembali mengenai perjanjian yang telah dibuat-Nya dengan mereka yang telah dilanggarnya. Hal tersebut terjadi setelah Yosua meninggal, dimana pada waktu itu munculah generasi-generasi baru yang tidak takut akan Tuhan dan memberontak kepada-Nya (ay. 6-10). Oleh karena itu Tuhan tidak mau menghalau musuh-musuh mereka dan membiarkan musuh-musuh tersebut hidup di tengah-tengah mereka dengan tujuan untuk menguji ketaatan mereka yaitu apakah mereka tetap hidup sesuai jalan yang diajarkan oleh nenek moyang mereka (ay. 22-23).

III. Eksposisi
            Bangsa Israel adalah umat pilihan Allah dimana Allah menyatakan interaksi dan yang berkomunikasi secara dekat kepada mereka. Namun Bangsa Israel sendiri terkadang kurang menyadari bahwa mereka adalah umat yang istimewa sehingga tidak mengindahkan kasih dan kemurahan Allah yang telah diberikan kepada mereka. Salah satu bagian Alkitab yang menggambarkan keadaan tersebut adalah dalam kitab Hakim-hakim (2:6-23). Dalam perikop ini ada hal-hal penting yang menggambarkan kasih setia Tuhan kepada bangsa yang tegar tengkuk.

Ayat 6-10
When Joshua had dismissed the people, the sons of Israel went each to his inheritance to possess the land. The people served the Lord all the days of Joshua, and all the days of the elders who [d]survived Joshua, who had seen all the great work of the Lord which He had done for Israel. Then Joshua the son of Nun, the servant of the Lord, died at the age of one hundred and ten. And they buried him in the territory of his inheritance in Timnath-heres, in the hill country of Ephraim, north of Mount Gaash. 10 All that generation also were gathered to their fathers; and there arose another generation after them who did not know the Lord, nor yet the work which He had done for Israel.” NASB.
When Joshua had dismissed the people…” Setelah Yosua telah berhasil dalam melakukan penakhlukannya, maka orang Israel disuruh untuk pergi ke daerah yang telah menjadi bagian mereka masing-masing, namun demikian mereka masih harus menghalau sisa-sisa musuh yang ada yang tidak terbunuh pada waktu peperangan dan menduduki daerah tersebut. Namun ternyata hanya beberapa suku yang menghalau sisa-sisa musuh dan berhasil menduduki daerah mereka. Dalam bagian ini diceritakan mengenai kondisi umat Tuhan yang tetap setia selama pada zaman Yosua dan para tua-tua hidup. Menurut Gary Philips, bagian ini megingatkan kembali apa yang telah ditulis dalam Yosua 24:28-30 (ay. 6-9).[4]  who did not know the Lord, nor yet the work which He had done for Israel.” Generasi baru tersebut hanya mengenal Tuhan secara pengetahuan, dan belum pernah melihat sendiri karya Tuhan seperti yang Tuhan sendiri tunjukkan kepada generasi-generasi yang sebelumnya. Disini ada suatu ketidaklancaran dalam meneruskan kebenaran firman Tuhan kepada generasi yang selanjutnya. Para imam gagal mengajarkan semua ketetapan-ketetapan Tuhan yang diberikan melalui Musa kepada bangsa Israel (ay.10).[5]

Ayat 11-13

“11 
Then the sons of Israel did evil in the sight of the
Lord and served the Baals, 12 and they forsook the Lord, the God of their fathers, who had brought them out of the land of Egypt, and followed other gods from among the gods of the peoples who were around them, and bowed themselves down to them; thus they provoked the Lord to anger. 13 So they forsook the Lord and served Baal and the Ashtaroth.” NASB
                                                                       
Then the sons of Israel did evil in the sight of the Lord. Frase tersebut digunakan sebanyak enam puluh kali dalam Perjanjian Lama, dan delapan kali dalam Kitab Hakim-hakim. Frase ini juga dihubungkan di dalam Maleakhi 2:17, dimana Nabi menuduh sekelompok orang yang disebut orang percaya. Ia mengatakan bahwa mereka telah menyusahi Tuhan dengan anggapan mereka bahwa setiap orang yang berbuat jahat di mata Tuhan adalah baik. Istilah “kejahatan” disini mengacu kepada pelanggaran terhadap perintah Allah yang disengaja, dan bukan karena melanggar sesuatu yang di luar kesadarannya, melainkan melanggar apa yang sebelumnya ia sendiri berjanji untuk tidak melanggarnya.[6] And served the Baals. Baal adalah dewa kesuburan yang dengan menyembahnya dianggap akan mendatangkan kesuburan bagi manusia, hewan, dan hasil ladang (ay. 11). Forsook the Lord, the God of their fathers. Umat Israel telah melupakan apa yang telah diajarkan oleh nenek moyangnya. Mereka meninggalkan Tuhan yang telah membawa nenek moyang mereka keluar dari Mesir. Frase “Followed other gods from among the gods” berarti Bangsa Israel telah berpaling kepada allah-allah lain, Leon Morris mengatakan bahwa seharusnya semua bukti-bukti dari tradisi mereka membuat mereka untuk setia, tetapi mereka malah berpaling kepada para dewa dari orang-orang yang ada di tengah-tengah mereka, yang agamanya terkesan langsung memperhatikan kesejahteraan mereka.[7] “Provoked the Lord to anger” berarti perilaku bangsa Israel tersebut membangkitkan kemarahan Tuhan. Hal yang ironi adalah bangsa Israel menyembah allah bangsa kanaan yang hanya terbuat dari logam, batu dan kayu, sementara itu Tuhan sendiri adalah pencipta dari material-material itu, dan hal ini menyebabkan Tuhan menjadi marah (ay. 12).[8] Bangsa Israel “....served Baal and the Ashtaroth”. Ashtaroth adalah dewi kesuburan pasangan Baal (ay.13).

Ayat 14-15                                                                                           

14 The anger of the Lord burned against Israel, and He gave them into the hands of plunderers who plundered them; and He sold them into the hands of their enemies around them, so that they could no longer stand before their enemies. 15 Wherever they went, the hand of the Lord was against them for evil, as the Lord had spoken and as the Lord had sworn to them, so that they were severely distressed.” NASB

            Perbuatan bangsa Israel menjadikan TUHAN murka sehingga menghukum mereka dengan cara diserahkan  kepada musuh-musuhnya yang ada ditengah-tengah mereka yaitu bangsa yang tidak dihalau oleh mereka. TUHAN memakai bangsa itu sebagai alat untuk melampiaskan murka-Nya (ay 14). Ia bertindak sesuai dengan keadilan-Nya dan menunjukkan kepada umat-Nya bahwa ketidaktaatan yang mereka lakukan sesungguhnya selalu membawa mereka kepada penghukuman Tuhan. Bangsa yang tidak dihalau oleh mereka ternyata menjadi lawan yang menindas mereka dan penindasan yang dilakukan kepada bangsa Israel adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri yang memilih menjauh dari segala perintah-perintah-Nya (ay. 15). Dalam perlawanan terhadap musuh-musuh-Nya, bangsa Israel selalu mengalami kekalahan, oleh sebab Tuhan sendirilah yang membuat kekalahan itu, bahkan Tuhan yang menyerahkan umat-Nya kepada para musuh mereka. Penghukuman Tuhan begitu keras hingga mereka tertekan dan terjepit di dalam keadaannya. Wiersbe mengatakan bahwa hal ini adalah merujuk kepada apa yang pernah dikatakan oleh Musa dan akan terjadi yaitu musuh-musuh Israel pada akhirnya menjadi tuan atas mereka (Ul. 28:25). Tuhan mengijinkan satu demi satu bangsa untuk menyerang tanah perjanjian dan memperbudak umat-Nya yang membuat hidup mereka begitu sengsara hingga mereka berteriak minta tolong kepada-Nya.[9]

Ayat 16

16 Then the Lord raised up judges who delivered them from the hands of those who plundered them.

            Perbuatan yang telah dilakukan bangsa Israel yaitu beribadah kepada berhala mengakibatkan mereka jatuh ke dalam pengadilan Allah. Di dalam penghukuman itu mereka mengalami tekanan yang akhirnya membuat mereka sadar dan membutuhkan Allah. Allah menolong mereka dengan membangkitkan hakim-hakim dan dalam hal ini mengingatkan bahwa Tuhan memberikan anugerah-Nya kepada orang yang tidak layak menerimanya. Demikian pula menurut W.L Alexander yang mengatakan bahwa ini adalah tanda dari kekayaan belas kasihan Allah.[10]  Dalam bahasa Ibrani kata “judge” memiliki arti “to save, to rescue”. Para hakim yang adalah penyelamat memenangkan kemenangan militer yang besar dan pertolongan Tuhan dan para hakim ini jugalah yang menjadi pemimpin yang menolong orang Israel menyelesaikan masalahnya.[11] Menariknya penulis menempatkan ayat 16 tersebut yang berbicara tentang belas kasihan Allah setelah di ayat 15 yang konteksnya adalah hukuman Allah yang sedang diberikan kepada bangsa Israel. Kedua ayat ini begitu kontras dan secara eksplisit menggambarkan karakter Allah sendiri dimana di satu sisi Ia adalah adil sedangkan di sisi yang lain Ia juga mengasihi.



Ayat 17-19

17 Yet they did not listen to their judges, for they played the harlot after other gods and bowed themselves down to them. They turned aside quickly from the way in which their fathers had walked in obeying the commandments of the Lord; they did not do as their fathers. 18 When the Lord raised up judges for them, the Lord was with the judge and delivered them from the hand of their enemies all the days of the judge; for the Lord was moved to pity by their groaning because of those who oppressed and afflicted them. 19 But it came about when the judge died, that they would turn back and act more corruptly than their fathers, in following other gods to serve them and bow down to them; they did not abandon their practices or their stubborn ways.”

            Keterlibatan bangsa Israel dalam penyembahan berhala merupakan salah satu dosa yang dianggap Tuhan sebagai perzinahan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mengabaikan segala perintah yang telah diberikan Tuhan kepada nenek moyang mereka (ay. 17). Pertolongan Tuhan ternyata tidaklah membuat mereka semakin takut kepada-Nya. Hal ini dibuktikan dalam tindakan mereka yang semakin jahat ketika hakim yang memimpin mereka telah meninggal (ay. 19). Padahal Tuhan telah berbelas kasihan terhadap mereka dimana hakim yang dipakai Tuhan tersebut menyelamatkan mereka dari tangan musuh-musuhnya (ay. 18), namun sayangnya mereka tidak lagi menghargai akan hal itu dan cenderung mengikui keinginan mereka sendiri. Perbuatan bangsa Israel ini memicu murka Tuhan yang akan menghukum mereka kembali oleh karena ketidaktaatan yang mereka pilih sendiri. Akibatnya bangsa Israel tetap dalam belenggu penindasan musuh-musuhnya.

Ayat 20-23

20 So the anger of the Lord burned against Israel, and He said, “Because this nation has transgressed My covenant which I commanded their fathers and has not listened to My voice, 21 I also will no longer drive out before them any of the nations which Joshua left when he died, 22 in order to test Israel by them, whether they will keep the way of the Lord to walk in it as their fathers did, or not.” 23 So the Lord allowed those nations to remain, not driving them out quickly; and He did not give them into the hand of Joshua.

            Akibat dari kebebalan bangsa Israel adalah Tuhan tidak mau menolong bangsa Israel untuk menghalau musuh-musuh mereka lagi. Bangsa Israel telah melanggar perjanjian terhadap Tuhan karena itu Tuhan membiarkan musuh-musuh yang tinggal di tengah-tengah mereka untuk mencobai mereka. Sedangkan F. Duane Linsey mengatakan bahwa ada empat alasan mengapa Tuhan membiarkan bangsa Kanaan tetap tinggal di tengah-tengah umat Israel, yaitu: Untuk menghukum Israel atas kemurtadannya dalam penyembahan berhala, untuk menguji kesetiaan iman mereka kepada Tuhan, Tuhan memberikan pengalaman kepada mereka dalam berperang, untuk mencegah tanah Kanaan menjadi padang gurun sebelum penduduk Israel meningat dan cukup untuk menempati seluruh negeri.[12]


Poin Homilitik
           
            Kondisi bangsa Israel pada waktu setelah meninggalnya Yosua adalah ditunjukkan dengan semakin merosotnya kehidupan moral mereka dan tentang mereka dikatakan bahwa mereka melakukan apa yang jahat dimata Tuhan (Hak. 2:11). Tindakan mereka menimbulkan murka Tuhan namun disisi lain Tuhan memiliki belas kasihan terhadap mereka oleh karena mereka adalah umat-Nya dan Tuhan telah memegang perjanjian dengan nenek moyang mereka yang tentunya tidak akan pernah diingkari oleh-Nya. Kesetiaan Tuhan tersebut menunjukkan integritas-Nya bahwa Ia adalah Allah yang memegang teguh perjanjian yang telah dibuat-Nya (Maz 89:28). Dalam Hakim-hakim pasal 2 ini ada pelajaran penting untuk diambil yaitu mengenai kasih dan keadilan Allah. Persoalannya berangkat dari sebuah pandangan yang terlalu menekankan sisi kasih Allah dan mengabaikan sisi keadilan Allah. Padahal Alkitab dengan jelas mengungkapkan bahwa Allah yang kasih bukan berarti Allah yang tidak pernah menghukum. Kasih dan keadilan Allah selalu berjalan dengan seimbang dan tidak pernah terpisah-pisah.

A. Allah yang kasih bukanlah Allah yang memanjakan (ay 6-15)

            Bangsa Israel adalah bangsa yang mendapatkan hak istimewa daripada bangsa-bangsa yang lain. Tuhan telah mengikat suatu perjanjian terhadap nenek moyang bangsa Israel yaitu Abraham. Di dalam perjanjian itu terdapat berkat-berkat yang dijanjikan Tuhan untuk diberikan kepada keturunan Abraham yaitu Israel. Kemudian, bukti kasih setia dan pemeliharaan Tuhan adalah ketika Ia mengeluarkan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir dan waktu  itu banyak sekali mujizat-mujizat yang telah Tuhan lakukan untuk menunjukkan bahwa Ia adalah Allah yang menyelamatkan dan memelihara mereka. Sebagai umat Allah, mereka mendapatkan perlakuan yang khusus. Namun perjanjian Tuhan selain tidak bersyarat,  juga mengandung syarat. Yaitu jikalau mereka taat maka mereka akan diberkati, sedangkan jika tidak mereka akan mendapat hukuman. Berkaitan dengan kondisi umat Israel setelah meninggalnya Yosua, dimana umat Israel melakukan apa yang jahat dan melupakan Tuhan (Hak. 10-11) maka Tuhan harus menyatakan keadilan-Nya. Ia tetap menjaga integritas-Nya sebagai Allah. Akhirnya, Tuhan mememberikan hukuman kepada bangsa Israel dengan menyerahkan mereka kepada musuh-musuh mereka, sehingga mereka tertindas dan menderita melalui hal itu.

B. Belas kasihan yang diberikan pada umat yang tidak layak (ay. 16).

            TUHAN adalah Allah yang mengerti keadaan dan kebutuhan umat-Nya. Ia mengetahui apa yang dirasakan umat-Nya ketika mereka sedang menderita. Dalam konteks perikop tersebut walaupun Ia murka melihat kejahatan yang dilakuakan oleh umat-Nya yaitu mereka telah berzinah dengan menyembah berhala namun Tuhan tetap menunjukkan belas kasihan kepada umat Israel. Ia membangkitkan orang-orang yang dipilih-Nya untuk menyelamatkan mereka dari musuh-musuh mereka (ay. 16). Ia menyatakan pertolongan-Nya disaat mereka betul-betul tidak berdaya untuk menghadapi lawan-lawan mereka. Bangsa Israel sebagai umat-Nya tentunya harus meresponi kebaikan Tuhan ini melalui ketaatan terhadap segala perintah-Nya, mereka harus mau bertobat dan kembali beribadah kepada Tuhan.

C. Kasih yang mendidik yang tercermin dalam keadilan-Nya (ay. 17-23).

            Segala sesuatu pelanggaran memiliki konsekuensinya. Dalam hal ini umat Israel telah melanggar perjanjian dengan Tuhan. Allah yang adil, adalah Allah yang menghukum akan setiap pelanggaran yang mencoba untuk mengabaikan kekudusan Allah. Hukuman Allah ada karena akibat dari dosa. D.A Carson mengatakan bahwa hukuman Allah adalah implikasi kekudusan Allah melawan dosa. Tuhan menghukum Israel dengan cara tidak mau menolong menghalau musuh-musuhnya (Hak. 2:21). Namun ini adalah sebuah tujuan Allah untuk mendidik bangsa Israel. Didikan itu diwujudkan melalui ujian melalui bangsa-bangsa disekitarnya yang akan mempengaruhi mereka beribadah kepada allah-allah lain. Yaitu apakah mereka tetap setia atau tidak memagang imannya.

KESIMPULAN
Allah adalah Allah yang kasih sekaligus adil. Dalam kasih-Nya, Ia memelihara dan menyelamatkan umat-Nya, Dalam PB Kasih Allah dinyatakan melalui anak-Nya yang tunggal. Disi lain, keadilan Allah dinyatakan melalui hukuman-hukuman kepada umat-Nya. Hukuman juga merupakan suatu didikan, dan didikan adalah suatu bukti kasih Allah kepada umat-Nya (Ibrani 12:6). Ketika Allah mengasihi bukan berarti Ia tidak menghukum, dan sebaliknya juga ketika Allah menghukum Ia tidak pernah kehilangan kasih-Nya. Jadi kasih dan keadilan Allah itu selalu berjalan seimbang.
DAFTAR PUSTAKA


Alexander, W.L.  The Book of Judges dalam The Pulpit Commentary ed. H. D. M. Spence dan Joseph S. Exell. Peabody, Massachusets: Hendrickson Publisher, n.d.

Baker, David L.  Mari Mengenal Perjanjia Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Cundall, Arthur E.  dan Moris, Leon. Tyandale Old Testament Commentary: Judges. Downers Grove: InterVarsity, 1968.

Linsey, F. Duane. Judges dalam The Bible Knowledge Commentary:  Old Testament ed. John F. Warvood dan  Roy B. Zuck. Colorado Springs, CO: David C. Cook, 1983.

Philips, W. Gary. Holman Old Testament Commentary: Judges. ed. Max Anders. Nasville, Tennesse: Broadman & Holman Publisher

Schneider, Tammi J.  Judges dalam Studies in Hebrew Narrative and Poetry ed. David W. Cotter  (Collegeville, Minnesota: The Order of  St. Benedict, Inc., 2000

Wiersbe, Warren W. The Wiersbe Bible Commentary: The Complete Old Testament. Colorado Springs, CO: David C. Cook, 2007.


[1] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjia Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 59.
[2] W. Gary Philips, Holman Old Testament Commentary: Judges , ed. Max Anders(Nasville, Tennesse: Broadman & Holman Publisher), 12.
[3] Tammi J. Schneider, Judges dalam Studies in Hebrew Narrative and Poetry ed. David W. Cotter  (Collegeville, Minnesota: The Order of  St. Benedict, Inc., 2000), 25.
[4] W. Gary Philips, Holman Old Testament Commentary: Judges, Hal 42
[5] Ibid., hal 43
[6] Ibid., Hal 44
[7] Judges and Ruth, Arthur E. Cundall dan Leon Moris, Tyandale Old Testament Commentary: Judges, (Downers Grove: InterVarsity, 1968), 68.
[8] W. Gary Philips, Holman Old Testament Commentary: Judges , 44.
[9] Warren W. Wiersbe, The Wiersbe Bible Commentary: The Complete Old Testament (Colorado Springs, CO: David C. Cook, 2007), 431.
[10] W.L. Alexander, The Book of Judges dalam The Pulpit Commentary ed. H. D. M. Spence dan Joseph S. Exell (Peabody, Massachusets: Hendrickson Publisher, n.d), 24.
[11] Wiersbe, The Wiersbe Bible Commentary: The Complete Old Testament, 431.
[12] F. Duane Linsey, Judges dalam The Bible Knowledge Commentary:  Old Testament ed. John F. Warvood dan  Roy B. Zuck, (Colorado Springs, CO: David C. Cook, 1983), 384.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar